Mohon tunggu...
Ai Sumartini Dewi
Ai Sumartini Dewi Mohon Tunggu... Guru - Humanis, pekerja keras, dan ulet

Hidup yang singkat hendaknya diisi dengan kegiatan yang bermanfaat baik bagi diri sendiri ataupun orang lain. Menulis merupakan salah satu kebermanfaatan hidup. Dengan menulis kita merekam jejak hidup dan mengasah otak supaya tetap tajam

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rintangan Pertama

14 Januari 2021   20:12 Diperbarui: 14 Januari 2021   20:15 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi ini udara sangat dingin, angin gemerisik menusuk menyusup ke tubuh melalui lengan baju. Hangatnya sinar matahari tak mampu menenangkan suhu badan yang mengigil kedinginan. Dari kejauhan terlihat ada anak laki-laki berseragam putih biru yang berjalan tergesa-gesa. Dia berjalan menghampiri bu Gina dengan napas terengah-engah. Keringatnya bercucuran dan kulit mukanya bersemu merah.

"Ibu ... ibu ini review AIH Agus bulan ini," ucapnya.

"Iya Gus, sudah berapa buah bulan ini Agus membuat reviewnya?" tanya bu Gina.

"Baru dua Bu untuk bulan ini," jawab Agus.

"Ok, ibu tunggu review selanjutnya ya, Gus," ucap bu Gina kembali.

"Siap Bu," kata Agus.

 Dia berjalan tertatih kembali ke kerumunan teman-temannya. Kemudian bergabung dan nampak tak canggung. Dari jauh nampak Agus ngobrol dengan teman-temannya. Kelihatannya asyik banget. Sambil sesekali melihat temannya yang lain bermain futsal. Tak berapa lama terdengar bel masuk kembali berbunyi dan Agus beserta teman-temannya kembali masuk kelas.

Agus siswa kelas 8 D, Agus merupakan Siswa satu-satunya peserta WJLRC yang berjenis kelamin laki-laki. Entahlah kenapa yang lain tidak berminat ikut WJLRC, mungkin mereka berpikir membaca itu membosankan. Peserta WJLRC di SMP N 1 Cibogo ada 18 orang. Agus merupakan satu-satunya peserta laki-laki, maka sisanya yang 17 orang itu tentunya perempuan.

Ketika tiba waktu pertemuan minggu ketiga, saatnya menulis review pada jurnal membaca agar setiap mereka baca tersusun bahan bacaannya. Pada waktu berikutnya mereka berkumpul untuk mempresentasikan hasil bacaannya. Dan saat ini mereka gunakan untuk bertukar buku, bertukar informasi, dan presentasi sambil sesekali mereka bercerita tentang teman-teman sekelasnya sambil tertawa riang. Tak lupa setelah itu kami jajan bersama.

Seperti Sabtu ini, walau hujan mengguyur dari pagi tetapi mereka bahagia berkumpul sambil membaca buku yang akan dibuat review. Rencananya hasil review mereka akan dibuat scrapt book yang akan dipamerkan saat sekolah kami milangkala nanti.

Dengan rencana tersebut, mereka semangat menghias hasil reviewnya dengan kertas warna-warni dan ditempel di karton berwarna pula. Karena ini sudah menginjak bulan keenam, jadi review mereka sudah lebih dari 12 buah. Termasuk Agus yang sedang sibuk menghiasi kertas reviewnya.

"Bu, Agus baru selesai menghias reviewnya 12 buah," Agus berteriak.

"Iya Gus enggak apa-apa, masih banyak waktu," bu Gina menjawab.

"Bu, boleh enggak kalau pekerjaannya dibawa ke rumah?" Agus bertanya.

"Kerjakan di sini saja Gus, biar samaan dengan teman-teman," ucap bu Gina.

"Biar cepat selesai Bu, kan kalau di rumah ada yang membantu," ujar Agus.

"Kalau di rumah nanti mengganggu pekerjaan ibumu," kata bu Gina.

Agus nampak menganggukkan kepalanya dan kembali mengerjakan pembuatan review bukunya. Agus berpikir begitu mungkin karena melihat Euis dan Mia yang sudah banyak menghias hasil reviewnya. Agus agak telat mengerjakannya bukan karena malas tetapi karena Agus memiliki keterbatasan. Kata orang tuanya, dulu sewaktu masih kecil Agus terserang penyakit panas dan step sehingga ada organ tubuhnya yang terganggu.

Tapi Agus tak pernah mengeluh apalagi minder. Dia berteman dengan siapa saja dan bu Gina kaget saat Agus ikut mendaftar sebagai peserta WJLRC. Dalam hati bu Gina berpikir sanggup enggak ya Agus mengikuti program ini mengingat dari beratus temannya pun mereka berguguran saat seleksi peserta. Tapi pikiran itu bu Gina buang jauh-jauh mengingat semua siswa berhak mengikutinya.

Sampai bulan keenam, walau Agus memiliki keterbatasan, tetapi Agus belum pernah absen dalam mengirimkan hasil reviewnya. Setiap bulan Agus selalu konsisten mengumpulkan hasil reviewnya tanpa harus ditanya-tanya atau dikejar-kejar.

Bu Gina bangga membimbing Agus karena di balik segala keterbatasannya Agus tetap gigih mengikuti tantangan ini. Dia bahkan unggul dibandingkan dengan teman-teman lainnya yang normal, tetapi masih agak malas-malasan ataupun harus selalu diingatkan.

"Gus, nanti pulang sama siapa?" kata Hani.

"Dijemput Ayah," jawabnya singkat.

Agus memang selalu diantar jemput oleh keluarganya karena keterbatasannya. Agus tidak bisa naik angkot sendiri.

Saking asyiknya mereka mengerjakan, tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 12.00.

"Anak-anak ... karena waktu sudah menunjukkan pukul 12. 00, silakan untuk merapikan tempat dan alat-alatnya," bu Gina berkata.

"Iya Bu siap," mereka menjawab serentak tak terkecuali Agus.

"Jangan lupa kertas kecilnya dibuang ke tempat sampah," kata bu Gina.

"Iya Bu, nanti kunci Bu?" kata Hani.

"Iya," kata bu Gina.

Dan kegiatan hari itu pun berakhir dengan suasana yang menyenangkan. Mereka pulang dengan muka yang ceria karena menyambut hari Minggu, saatnya mereka istirahat di rumah.

"Bu, Agus boleh pinjam buku?" terdengar suara Agus.

"Iya Gus boleh," kata bu Gina.

"Ambil ke ruang guru ya, bukunya ada di meja ibu," ucap bu Gina. (Maklum karena dengan keterbatasan) Bu Gina selaku pembimbing sibuk nyari pinjaman buku agar bacaan mereka menarik dan tidak membosankan.

"Mau pinja buku apa?" tanya bu Gina.

"Mau pinjam Dilan Bu," kata Agus.

"Iya boleh," kata bu Gina.

"Bu, boleh 2 pinjamnya?" tanya Agus kembali.

Maklum karena keterbatasan buku pula, maka bu Gina membatasi mereka dalam meminjam buku.

Bu Gina termenung seolah sedang memikirkan kalau dipinjam dua masih ada berapa buku yang tersisa untuk dipinjam teman-teman lainnya.

"Boleh ya Bu, kan besok libur jadi Agus engga ke mana-mana. Kalau ada buku kan bisa digunakan untuk baca."

"Hmmm boleh-boleh. Sama buku apa Agus pinjamnya?" kata bu Gina.

"Buku Matahari Bu, kata teman-teman rame," Agus berucap lagi.

Bu Gina memberikan buku sambil berpikir, ternyata keterbatasan itu tidak menghalangi Agus untuk belajar. Dan bu Gina pun pulang.

Sudah beberapa hari bu Gina tak melihat Agus. Buku yang dia pinjam pun belum berkabar. Biasanya kalau minjam buku beberapa hari kemudian dia sudah mengembalikannya dan sambil bercerita panjang lebar tentang isi buku itu.

"Han ... Hani," panggil bu Gina. Hani yang dipanggil menghampiri bu Gina.

"Iya Bu, ada yang bisa Hani bantu?" jawab Hani.

"Agus ke mana? Kok enggak keliahatan?" lanjut bu Gina.

"Enggak tahu Bu, ini juga baru mau kami tengok, karena enggak seperti biasanya Agus enggak sekolah Bu," jawab Hani.

"Oh gitu, oke deh kalau kalian mau main ke sana, ibu nunggu kabarnya aja deh," lanjut bu Gina.

"Iya Bu, ini masih nunggu Euis sama Lia," kata Hani.

Setelah berkumpul mereka berempat menuju ke rumah Agus. Sambil mereka menduga-duga alasan Agus enggak masuk sekolah. Mereka berjalan menyusuri jalan raya diselingi sawah dan mereka senang melihat pemandangan sawah yang sedang menghijau.

Tak berapa lama mereka pun sampai di rumah Agus yang terlihat sepi. Mereka mengetuk pintu.

"Asalamualaikum," mereka memberikan salam. Tak terdengar jawaban ataupun bahkan cenderung sepi. Mereka mencari-cari orang barangkali ada orang yang bisa ditanya tentang keberadaan Agus dan keluarganya. Sampai kemudian terlihat tetangga Agus menghampiri mereka.

"Cari Agus ya?" katanya.

"Iya Pak, pada ke mana ya?" kata Hani.

"Agus kemarin jatuh di kamar mandi jadi sekarang dibawa ke Rumah Sakit. Kemarin diantar oleh mobil Pak RT karena Ayahnya sedang keluar kota," tambah bapak itu panjang lebar. Mereka nampak kaget mendengar cerita itu.

"Oh gitu pak? Di rumah sakit mana?" tanya Lia.

"Katanya di bawa ke RS Ciereng neng, ruang Melati," lanjutnya. Tanpa berpikir panjang mereka bergegas pulang dan janjian mau nengok Agus ke rumah sakit setelah minta izin ke orang tua masing-masing.

"Jam tiga dah di rumah Lia ya," kata Euis.

"Iya teman, kan dibuka besuknya jam empat," kata Mia. Pikiran mereka melayang-layang penasaran dengan kondisi Agus.

Pukul setengah empat mereka sudah berkumpul di rumah Lia. Kemudian berangkat ke rumah sakit menggunakan angkutan umum. Mereka duduk di angkot dengan pikiran masing-masing. Tak berapa lama, mereka pun sampai di rumah sakit dan bertanya ke petugas tentang keberadaan Agus. Setelah mendengar penjelasan petugas mereka pun bergegas menuju ruangan itu.

"Asalamualaikum," mereka mengucapkan salam berbarengan.

"Waalaikumsalam," Jawab ibunya Agus yang nampak kaget.

"Loh kalian?" dari mana tahu kami di sini?" tanyanya.

"Tadi kami ke rumah Bu, tapi kosong dan kebetulan ada tetangga ibu yang menyampaikan kabar ini," papar Lia panjang lebar.

"Oh iya, sini masuk," ujar ibunya Agus.

Tampak Agus tergeletak di tempat tidur ditemani oleh ibunya. Agus tertidur karena sudah diberi obat untuk istirahat dan penahan sakit, begitu penjelasan ibunya.

"Gimana ceritanya Bu?" tanya Lia penasaran.

Ibunya bercerita bahwa subuh itu Agus mau mandi seperti biasanya. Hanya entah kenapa tiba-tiba terdengar suara ngegubrak dan Agus terjatuh. Ibunya panik karena Ayahnya sedang keluar kota. Lalu memanggil Pak RT dan diantarnya ke rumah sakit karena Agusnya tidak bisa berjalan. Kakinya tidak bisa digerakkan. Begitu penjelasan ibunya.

Selesai ibunya bercerita, Agus terbangun dan kaget didatangi teman-temannya.

"Loh kok kalian tahu aku di sini?" tanya Agus.

"Ih kamu, kita kan teman," jawab Lia. "Teman yang baik itu akan tahu di mana temannya," Lia berseloroh.

Agus tertawa kecil sambil memandang teman-temannya. "Aku gak apa-apa kok, besok juga sekolah," kata Agus. Teman-temannya tertawa.

"Agus ... Agus gimana mau sekolah itu tangan kamu aja masih diinfus," kata Astri.

"Dah kamu enggak usah mikir dulu sekolah, yang penting sehat dulu," kata Hani menimpali Agus.

"Iya deh iya," kata Agus sambil melihat tangannya yang masih terinfus. Dalam hatinya dia ingin segera sembuh supaya bisa cepat menyelesaikan reviewnya.

Karena hari sudah menjelang sore, mereka pun berpamitan pulang. "Gus kami pulang dulu ya, semoga cepet sembuh," kata Hani.

"Iya, biar bisa main lagi ke dangau pa Haji," kata Mia menimpali Hani.

"Iya teman. Aku pasti sembuh kok kan mau jambore bareng," kata Agus sambil tertawa. Dan mereka pun pulang ke rumahnya masing-masing.

Ternyata sampai hari kesepuluh, Agus belum juga diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Itu penjelasan ayahnya ketika datang ke sekolah untuk meminta izin ke bu Gina dan mengantar surat izin dari rumah sakit. "Kata dokter, sakit kaki Agus sepertinya sudah lama hanya ditahan oleh Agus dan akhirnya enggak tahan lagi daya tahan tubuhnya. Jadi masih memerlukan waktu untuk istirahat di rumah sakit," lanjut ayahnya Agus. Ayahnya Agus menemui bu Gina untuk meminjam buku karena katanya selama di rumah sakit Agus mengisi waktu luangnya untuk membaca. Subhanallah ... dalam keadaan sakit Agus masih inget akan keinginannya mengikuti jambore Literasi.

Sepulang Ayahnya Agus. Bu Gina mengumpulkan teman-teman untuk merencanakan menengok Agus ke rumah sakit. Bu Gina bilang biar lebih cepet termotivasi untuk sembuh. Tak lupa bu Gina pun meminta teman-teman untuk kesembuhan Agus. Setelah bu Gina nengok ke rumah sakit, kabar gembira pun dibawanya. Agus besok sudah boleh pulang. Kami sangat bahagia.

Esoknya kami terkejut karena ternyata Agus sudah menclok di sekolah walaupun mukanya agak pucat dan masih ditunggui ibunya. Ibunya minta izin menunggu Agus karen masih ada beberapa obat yang harus Agus minum. Dan bu Gina selaku pembina ekskul Literasi meberi izin dan meminta izin kepada beberapa guru yang mengajar di kelas itu. Kami senang ketemu lagi dengan Agus.

Sambil duduk di bangku, Agus pun bercerita bahwa selama dia di rumah sakit dia berhasil membaca dan menuliskn beberapa buku di jurnalnya, walaupun kata dia mesti ngumpet-ngumpet dari petugas karena sebetulnya harus istirahat. Kami semua tertawa mendengar kisahnya di sana. Pernah suatu ketika dia sedang membaca buku tiba-tiba petugas datang hendak mengontrol kakinya. Dan buku pun terjatuh karena Agus pura-pura tidur.

"Eh buku apa ini? Padahal aku enggak menyenggolnya," kata petugas sambil nengok kiri dan kanan.

Dia memungut buku tersebut dan mengamatinya. "Dilan," wah buku apa ini? Sambil dibolak balikkannya buku tersebut. "Bawa ah, biar anak tersebut bisa tidur," ujar petugas dalam hatinya. Dan Agus pun senyum-senyum simpul melihat perilaku petuga itu. Mungkin dia pikir Agus tidur. Karena bukunya itu diambil oleh petugasnya, Agus membujuk Ayahnya untuk mengambilnya karena Agus jadi enggak ada aktivitas. Boring kata Agus.

Dan ayahnya pun mengalah, pergi meminta buku ke petugas yang tadi menyimpannya. Ayahnya diwanti-wanti agar Agus jangan kebanyakan membaca dulu nanti matanya lelah dan enggak bisa istirahat. Ayahnya pun menyanggupi untuk bilang ke Agus agar mengurangi waktu bacanya.

"Nak ... untuk sementara jangan baca sambil tiduran ya," kata ayahnya.

"Kenapa yah? Aku kan enggak ada kegiatan lain?" jawab Agus sambil merajuk.

"Biar bisa istirahat dan cepet sembuh, jadi bisa pulang dari rumah sakit," kata ayahnya sambil mengusa kepala Agus.

Mendengar kata pulang ke rumah, tentu Agus senang dan mulai saat itu dia nurut untuk mengurangi kegiatan bacanya. Di pikiran dia kalau di rumah kan bebas mau bacanya. Betul kata petugas setelah agus mengurangi waktu baca maka dia bisa beristirahat dan cepat sembuh.

Agus senang tiada terkira pas dibilang kalau dia boleh pulang. Terbayang di kepalanya beberapa rencana setelah dia sembuh. Ayah dan ibunya tersenyum melihat kelakuan anak tunggalnya itu.

"Pak ... Bu ... boleh enggak minta sesuatu?" kata Agus sambil terlentang tidur-tiduran di pangkuan ibunya.

"Boleh, emang Agus mau minta apa nak?" ujar ayahnya sambil melirik ke ibunya.

"Aku mau minta dibeliin buku," lanjut Agus sambil menatap ayahnya.

"Oh, buku," kata ayahnya. "Gampang itu mah yang penting Agus sehat nak, bapak sampai panik denger Agus jatuh," lanjut bapaknya sambil mengusap-usap kaki anaknya dengan penuh kasih sayang. Maklum selain anak tunggal, Agus juga sering sakit-sakitaan.

"Asyik ..." kata agus kegirangan. "Makasih ya Ayah, Ibu, baik deh."

"Hmmm ya pasti Nak, karena kami sayang kamu," kata ibunya.

Agus seneng dan sudah terbayang dia akan memilih buku yang sudah lama dia inginkan.

Tak berselang lama waktu magrib pun tiba dan mereka berbenah mau menunaikan ibadah salat magrib. Ayahnya pergi ke masjid sedangkan Agus dan ibunya salat magrib di rumah.

Setelah makan malam mereka pun beristirahat di kamarnya masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun