Biro perjalanan yang sudah membayar uang muka bahkan pelunasan penuh kepada penyedia jasa akomodasi dan penerbangan justru menjadi pihak yang paling dirugikan.
Padahal, jika ditinjau secara logis dan moral, hotel dan maskapai sejatinya telah memperoleh keuntungan dobel, mereka mendapatkan arus kas miliaran rupiah jauh hari sebelum musim haji tanpa harus mengeluarkan jasa apa pun, dan pada saat pembatalan, mereka tidak punya kewajiban untuk mengembalikan dana itu.
Sistem non-refundable yang mereka terapkan ibarat pedang bermata satu, tajam ke arah biro, tumpul ke arah penyedia. Mereka memegang dana besar yang seharusnya menjadi bentuk kontrak atas jasa, namun saat visa Furoda tidak keluar, jasa tidak diberikan, dan uang tetap mereka pegang.
Bahkan tidak ada klausul yang mengatur bahwa dana tersebut bisa dialihkan untuk musim haji tahun berikutnya. Padahal haji adalah ibadah tahunan yang pasti akan berulang. Mengapa tidak ada opsi reschedule? Ini membuat biro perjalanan seperti menjadi investor tanpa imbal hasil, bahkan tanpa perlindungan.
Hotel dan maskapai menikmati keuntungan dari sistem yang timpang ini. Mereka bebas risiko, sementara biro perjalanan menanggung ketidakpastian politik, diplomatik, dan administratif yang sepenuhnya berada di luar kendali mereka.
Di saat bisnis maskapai dan perhotelan global sedang menurun pasca-pandemi, dana dari biro perjalanan paket Furoda justru menjadi aliran modal segar tanpa bunga. Inilah ketimpangan yang tak bisa lagi dibiarkan berlangsung terus-menerus.
Pelanduk di Tengah Dua Gajah: Travel Haji Terjepit Antara Janji dan Realita
Dalam posisi yang serba salah, biro perjalanan haji, khususnya penyelenggara jalur Furoda, menjadi pelanduk yang terjepit di antara dua gajah besar: harapan jemaah dan ketidakpastian sistem.
Di satu sisi, mereka menghadapi desakan calon jemaah yang telah membayar mahal dan berharap bisa berangkat tahun ini juga.
Di sisi lain, mereka dihadapkan pada realita yang kejam: undangan Furoda dari Pemerintah Arab Saudi tidak turun, tanpa ada kepastian kapan akan kembali tersedia. Travel bukan hanya dipaksa menjadi eksekutor, tapi juga tameng emosional dari amarah, kekecewaan, dan gugatan para jemaah yang merasa dirugikan.
Dalam dilema ini, ada dua strategi yang biasa digunakan biro. Pertama, mereka yang mengambil risiko dengan membayar deposit tiket dan hotel lebih awal demi mengamankan slot, berharap visa akan menyusul.