Data dari McKinsey Global Institute menyebutkan bahwa hingga 2030, sebanyak 375 juta pekerja dunia akan membutuhkan keterampilan baru akibat disrupsi teknologi. Laporan World Economic Forum (2023) menambahkan bahwa 65% anak yang masuk sekolah dasar hari ini akan bekerja di bidang yang saat ini belum ada. Di tengah kenyataan ini, pendidikan Indonesia tak bisa lagi bertahan dengan cara lama. Sistem yang hanya mengasah ingatan takkan cukup. Kita butuh sistem yang menumbuhkan nalar.
Prof Abe melihat bahwa sekolah harus menjadi laboratorium masa depan, tempat siswa belajar menghadapi kompleksitas, merespons dinamika, dan memaknai tantangan. Ia mengajak seluruh ekosistem pendidikan untuk bersama-sama mentransformasi cara pandang terhadap pembelajaran: dari transfer pengetahuan ke proses eksplorasi pengetahuan.
Jejak Global: Deep Learning di Negara Lain
Apa yang ditawarkan Prof Abe bukanlah eksperimen semata. Konsep deep learning telah lama menjadi bagian dari sistem pendidikan di berbagai negara maju. Finlandia, misalnya, membuktikan bahwa pendekatan pembelajaran yang menekankan pemahaman, kesejahteraan siswa, dan kepercayaan pada guru bisa melahirkan sistem yang kuat. Mereka menghapus ujian nasional, mengintegrasikan lintas mata pelajaran, dan membiarkan siswa belajar lewat pengalaman nyata.
Di Amerika Serikat, pendekatan personalisasi pembelajaran berkembang lewat teknologi seperti LearnSphere di Carnegie Mellon University, yang menganalisis data perilaku belajar siswa dan menyusun strategi belajar yang mendalam dan sesuai dengan profil masing-masing. Jepang dan Korea Selatan juga mulai menggeser fokus dari ujian ke proyek berbasis pemecahan masalah, menyiapkan siswa untuk realitas dunia kerja global.
Singapura bahkan mengintegrasikan project-based learning sebagai fondasi kurikulum nasional. Mereka membangun profil pelajar abad ke-21, yaitu mereka yang mampu berpikir sistemik, komunikatif, dan fleksibel dalam menghadapi perubahan. Semua negara ini sepakat: pendidikan bukan tentang hafalan, tapi tentang pemahaman dan karakter.
Jalan Terjal Menuju Pembelajaran Bermakna
Tentu Prof Abe sadar bahwa jalan menuju deep learning di Indonesia tidak mudah. Infrastruktur yang timpang, kompetensi guru yang belum merata, serta budaya belajar yang masih mengejar nilai menjadi tantangan nyata. Namun ia tidak datang dengan solusi instan. Ia datang dengan kesabaran struktural: memperkuat pelatihan guru, menyusun kurikulum yang fleksibel dan kontekstual, serta membangun ekosistem belajar yang kolaboratif antara sekolah, keluarga, dan komunitas.
Ia tahu bahwa perubahan tak bisa hanya datang dari atas. Maka ia mendorong gerakan akar rumput: komunitas guru belajar, ruang diskusi di sekolah, dan proyek siswa yang memberi mereka ruang untuk bereksplorasi dan gagal tanpa takut dihakimi. Ia ingin siswa belajar dengan utuh, mengalami proses, menalar, merasa, dan akhirnya menemukan.
Bagi Prof Abe, pendidikan tak boleh jadi proyek politik jangka pendek. Ia harus dibangun dengan visi jangka panjang, dengan keberanian menanam benih yang hasilnya mungkin baru terlihat satu dekade ke depan. Ia menyadari bahwa tantangan generasi mendatang tak bisa diselesaikan dengan pendekatan masa lalu. Maka ia menawarkan perubahan yang pelan, tapi pasti; sederhana, tapi substansial.
Belajar Mendalam, Melangkah Jauh