Mohon tunggu...
NIA
NIA Mohon Tunggu... Penulis - Finding place for ...

- Painting by the words

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tanda Cinta

23 Desember 2019   15:10 Diperbarui: 12 Januari 2022   08:36 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Untuk pertama kali, aku punya keinginan menuju sebuah pernikahan dengan orang yang kusukai. Orang itu kamu."

Aku masih bertahan dalam kebisuan dan mendengar suaranya yang mengalun pelan.

"Lisa ..." panggilnya. Aku tahu dia memanggil namaku sembari menoleh padaku, mengharapkan balasan serupa. Maka, kuberanikan diri untuk menatapnya, serta memaksakan seulas senyuman.

"Hubungan dan kedekatan kita itu sia-sia, begitu kata orang. Tapi yang menjalani adalah kita. Sayangnya, aku enggak bisa memutuskan sendiri. Aku butuh kamu untuk membuat keputusan bersama. Aku butuh dengar suaramu."

"Butuh waktu," jawabku cepat. Pandanganku meluruh ke bawah, tapi aku masih bisa melihat bayangan wajahnya. Ujung bibirnya bergerak ke atas. Laki-laki itu ... masih—bisa—tersenyum?

"Tentu butuh waktu untuk membuat keputusan terbaik. Aku akan menunggu." Suaranya terdengar sangat teduh, memancing kepalaku untuk tegak kembali, sekadar memberikan senyuman terima kasih karena telah memahami.

Setelahnya, tidak ada yang berubah dalam hubungan kami. Tetap dekat seperti biasanya. Tak pernah sekali pun menyinggung urusan hati, kecuali otak dan perasaanku sendiri yang bertanya padaku, menagih jawaban setiap waktu. Membuatku galau berkepanjangan macam sakit menular. Waktu berlalu sangat cepat. Kami tiba di semester akhir. Berjuang dengan skripsi.

Tidak ada yang berubah dengan hubungan kami. Tetap dekat seperti dulu. Hanya saja sejak malam itu, aku terjerat bersama bimbang. Aku belum memiliki jawaban, takut membuat keputusan. Aku tidak bisa memilih sama sekali. Gita dan Nadia hanya memberiku satu saran: Berdoa yang banyak. Berdoa dengan sepenuh hati.

Kurasa sejak saran itu kudengar, tak satu hari pun aku luput dari salat malam, istikharah. Selebihnya, kujalani hariku seperti biasa. Mencoba untuk selalu seperti biasa. Aku berjuang dengan penelitianku, mengamati mikroorganisme beragam jenis di bawah lensa mikroskop.

"Lucu banget!" seru Nadia dan Gita mengamati makhluk kecil menggemaskan yang disebut plankton.

"Hiburan aku nih di kala jenuh." Aku mengusap-usap mata. Bekerja dengan mikroskop seharian membuat mataku lelah dan gatal. Tak jarang, aku juga merasakan sakit kepala sesaat. Terlepas dari itu, aku bersyukur mengambil penelitian bertema plankton. Aku tak merasa penelitianku menjenuhkan, karena selalu terhibur dengan kehadiran plankton hasil kulturku. Betapa indahnya makhluk mungil tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun