Biasanya komentar sinis sering datang duluan. “Laki-laki kok di rumah terus, malu dong.”
Demi menghindari cap lemah atau malas, banyak ayah memilih tetap sibuk di luar.
Kebijakan tempat kerja juga belum sepenuhnya ramah keluarga. Contohnya, cuti ayah saat anak baru lahir di Indonesia rata-rata hanya dua hari.
Di negara lain, durasinya bisa seminggu atau lebih. Ketika ayah perlu pulang cepat untuk menemani anak sakit. Tidak jarang dianggap kurang profesional.
Akibatnya, waktu untuk hadir di rumah makin tergerus.
Dampaknya terasa di anak. Bukan cuma soal kehadiran fisik. Tapi juga rasa dekat dan dukungan emosional.
Anak yang kurang mendapatkan keterlibatan ayah berisiko kehilangan figur rujukan sehari-hari.
Padahal riset menunjukkan kedekatan dengan ayah berkaitan dengan kepercayaan diri yang lebih baik. Kemampuan mengelola emosi. Serta relasi sosial yang lebih hangat.
Selama peran ayah dikunci pada urusan uang, keluarga akan terus kehilangan sesuatu yang berarti. Yakni kehadiran yang nyata dari sosok ayah.
-
Sekarang gambarnya mungkin lebih jelas. Banyak ayah terlihat menghilang bukan karena tidak sayang. Melainkan karena budaya dan aturan kerja yang mendorong mereka fokus pada nafkah saja.