Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

M. Mashabi: Jembatan Musik Melayu Menuju Panggung Dangdut

19 September 2025   21:00 Diperbarui: 16 September 2025   10:43 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
M Mashabi, pujangga Melayu asal Jakarta Pusat. (Wikipedia via Kompas.com)

Nama M. Mashabi sering muncul saat orang bicara sejarah musik Indonesia. Banyak yang mengenalnya sebagai perintis dangdut, sosok yang pengaruhnya besar sekali (Tirto.id, 2023).

Lagu-lagunya punya warna yang khas. Liriknya dalam, melankolis, penuh cerita patah hati yang menempel di kepala.

Banyak pendengar merasa kisah mereka ikut terwakili. Karya-karyanya terasa tak habis dimakan waktu. Coba dengar "Renungkanlah" atau "Hilang Tak Berkesan".

Lagu-lagu itu masih kerap terdengar sampai sekarang (Discogs). Generasi baru pun terus menyanyikannya ulang. Itu saja sudah menunjukkan betapa kuat jejak musiknya.

Tapi ada satu pertanyaan yang layak diajukan. Apakah Mashabi benar satu-satunya tokoh?

Benarkah semua cerita dangdut bertumpu pada dirinya saja? Atau sebenarnya lebih rumit, dengan banyak pihak terlibat?

Untuk menjawabnya, kita perlu menengok konteks zamannya. Sekitar 1950-an, musik populer dikuasai Orkes Melayu. Akarnya kuat di tradisi Melayu Deli.

Ada juga musik gambus bernuansa Arab, dibawa para musisi keturunan Arab yang bermukim di Indonesia (Kompas.id, 2021).

Tentu musik-musik itu tidak beku. Selalu ada ruang percampuran budaya.

Lalu datang gelombang baru dari India. Film-filmnya meledak di Indonesia.

Orang jatuh cinta pada ceritanya, juga tari dan musiknya. Musik film India punya irama yang khas, dinamis, dengan bunyi gendang atau tabla yang menonjol.

Pelan-pelan, ritme ini menggeser selera. Perubahan itu berlangsung bertahap, tetapi nyata mengubah telinga orang Indonesia (CNN Indonesia, 2017).

Di tengah arus itulah Mashabi muncul. Ia jadi figur sentral.

Seorang inovator yang tidak puas dengan formula lama Orkes Melayu. Dan ia tidak berjalan sendirian.

Ada Husein Bawafie dan Munif Bahasuan. Mereka bereksperimen tanpa ragu.

Komposisi yang sudah mapan dibongkar. Instrumen seperti gong yang lazim di musik Melayu mulai ditinggalkan.

Tema lagu ikut digeser. Dari syair puitis penuh kiasan ke kisah-kisah cinta yang dekat dengan keseharian.

Harapan, kecewa, rindu. Hasilnya, musik terasa lebih personal dan akrab di telinga pendengar.

Unsur India disisipkan dengan cerdas, tetapi esensi Melayunya tetap terjaga (Tirto.id, 2023).

Karena itu, menyebut Mashabi sebagai perintis satu-satunya terasa tidak pas. Sejarah musik bekerja secara kolektif.

Perubahan besar jarang lahir dari satu orang, apalagi dalam semalam.

Lebih tepat menyebutnya tokoh kunci dalam proses evolusi yang panjang (CNN Indonesia, 2017).

Ia pun tidak berkarya di ruang hampa. Ia bagian dari gerakan para musisi yang sama-sama gelisah.

Ingin melahirkan sesuatu yang baru dan relevan dengan zamannya. Kerja bersama yang saling memengaruhi.

Peran M. Mashabi mungkin paling akurat dipahami sebagai jembatan. Figur transisi penting yang menyambungkan tradisi Orkes Melayu. Yang lebih kaku dengan bentuk baru yang lebih cair. Bentuk itulah yang kelak kita kenal sebagai dangdut (CNN Indonesia, 2017).

Ia berhasil mempopulerkan formula transisi itu ke khalayak luas. Lagu-lagunya menjadi hit besar, menembus berbagai lapisan masyarakat.

Kesuksesan ini membuka jalan bagi generasi berikutnya. Nama seperti Rhoma Irama, Elvy Sukaesih, sampai Meggy Z melanjutkan fondasi yang dirintis Mashabi bersama kawan-kawannya (Tirto.id, 2023).

Warisan M. Mashabi untuk musik Indonesia memang besar. Itu fakta yang sulit dibantah.

Ia berani bereksperimen dan mengubah wajah musik Melayu menjadi dasar dangdut modern. Karyanya jadi bukti bahwa musik harus bergerak, beradaptasi, dan menyerap pengaruh baru agar tetap hidup.

Ia adalah bintang terang dalam proses kelahiran dangdut, genre paling populer di Indonesia.

Tanpa perannya sebagai jembatan penting, panggung dangdut hari ini kemungkinan akan punya cerita dan bunyi yang berbeda (CNN Indonesia, 2017).

***

Referensi:

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun