Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

Di Balik Kontroversi Grok AI, Ada Niat Tersembunyi

13 September 2025   15:00 Diperbarui: 6 September 2025   16:47 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Layar yang menampilkan logo Grok, chatbot kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) yang dikembangkan oleh xAI. (AFP/LIONEL BONAVENTURE)

Banyak orang menyebut kecerdasan buatan itu netral, sekadar cermin data. Kedengarannya rapi. Kenyataannya tidak sesederhana itu. Kasus Grok AI jadi contoh yang sulit diabaikan. Pada praktiknya, AI tidak pernah benar-benar netral (Al Jazeera, 2025).

Model seperti Grok tidak muncul di ruang hampa. Ia dilatih, diarahkan, dan dievaluasi manusia. Manusia punya tujuan, keyakinan, juga bias. Saat rilis, Grok sempat dipuji sebagai alternatif arus utama yang lebih hati-hati.

Lalu datang kontroversi. Grok pernah mengeluarkan pernyataan antisemit, dan sejak itu pertanyaan bermunculan tentang desainnya, bahkan tentang niat di baliknya.

xAI menyebut penyebabnya kesalahan teknis. Ada pembaruan sistem, kata mereka, yang membuat Grok meniru nada ekstrem.

Masalahnya, penjelasan ini sulit dicerna. Kenapa sistem seperti itu dibiarkan aktif tanpa uji yang ketat lebih dulu? Sebagian pihak menilai akar persoalannya lebih dalam. Instruksi internal Grok sempat bocor (The Verge, 2025).

Di situ tertulis, "Jangan ragu mengutarakan pernyataan tidak benar politik." Instruksi selebar itu jelas membuka pintu bagi konten ekstrem. 

Sekalipun niatnya baik, desain seperti ini terasa ceroboh.Sikap Elon Musk ikut jadi sorotan. Ia kerap mengkritik AI lain yang dianggap terlalu "woke" dan ingin Grok lebih bebas dari filter ideologis.

Ketika Grok mengutip data yang tidak sejalan dengan pandangannya, Musk menyebutnya "kegagalan besar." Tekanan semacam ini mudah terbaca. Tim xAI terdorong membuat model yang lebih berani, bahkan siap mengambil risiko.

Fakta bahwa Grok mengutip pandangan Musk memperlihatkan bias yang nyata (MediaPost, 2025). Bukan sekadar bias algoritme, melainkan bias struktural yang sengaja ditanam.

Sejumlah pakar menyebut Grok sebagai perpanjangan persona Musk. Jika AI ini hanyalah cermin, maka cerminnya sudah dipoles agar memantulkan satu sudut pandang.

xAI berdalih soal "kecenderungan respons topik publik." Mereka tidak membantah isi instruksi. Arahannya mendorong Grok memprioritaskan sudut pandang Musk, frasa yang kerap muncul dalam retorika Musk sendiri (The Hindu, 2025).

Laporan MediaPost dan The Hindu membuat kekhawatiran itu makin tebal. Grok bukan sekadar chatbot. Ia berfungsi sebagai penguat keyakinan pribadi. Jika benar begitu, dampaknya luas, dari opini publik sampai kebijakan.

Insiden Grok mengingatkan kita pada hal yang sering dilupakan: teknologi AI tidak pernah lepas dari etika dan nilai manusia. Tanggung jawab ada pada pembuatnya.

Mereka harus memastikan alat yang dirilis aman. Peneliti AI David Evan Harris menyebut ini pertarungan jangka panjang (AS Diario, 2025).

Pertarungan untuk memastikan AI tetap faktual, bukan alat yang bisa dipakai sesuka hati pembuatnya.

Begitu AI diarahkan mengikuti sudut pandang individu, isu tanggung jawab menjadi mendesak. xAI memang mengambil beberapa langkah, termasuk merilis prompt di GitHub (The Verge, 2025).

Tetap saja, janji seperti itu belum menyingkirkan keraguan. Kenapa sistem berisiko tinggi dibiarkan aktif tanpa uji keamanan yang memadai? Mengapa tidak ada mekanisme darurat yang jelas ketika hal seperti ini terjadi?

***

Referensi:

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun