Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Kambing Hitam dan Oknum, Jurus Lama Menghindari Tanggung Jawab

22 Agustus 2025   09:00 Diperbarui: 21 Agustus 2025   22:48 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Polanya sama. Cari sosok yang bisa disalahkan. Lalu lepas tangan.

Nah, di artikel ini, saya mau ajak kamu lihat lebih dalam soal praktik kambing hitam. Kenapa institusi doyan banget pakai cara ini? Dan apa bahayanya buat masyarakat kita?

-

Kita mulai dari istilahnya dulu. "Kambing hitam" ternyata bukan sekadar peribahasa.

Awalnya, istilah ini muncul dalam kitab Imamat. Bagian dari teks suci agama Yahudi.

Ada satu ritual bernama Yom Kippur. Di mana dosa seluruh umat ditumpahkan ke seekor kambing.

Setelah itu, kambing ini dilepaskan ke alam liar. Seolah-olah dia yang harus menanggung semua kesalahan manusia.

Lucu tapi tragis. Kambing itu nggak salah apa-apa. Tapi dia yang dihukum.

Dan inilah akar dari istilah yang sekarang kita kenal. Yang sayangnya makin sering kita temui dalam kehidupan sosial dan politik modern.

Hari ini, kambing hitam bukan cuma hewan. Tapi simbol dari siapa pun yang dijadikan sasaran. Untuk menutupi kesalahan orang lain.

Dan praktik ini, makin canggih dipakai oleh institusi besar. Dari pemerintahan sampai militer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun