Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Ponsel Kiwari, Benarkah Lebih Ringkih atau Sekedar Pergeseran Nilai?

12 Agustus 2025   07:00 Diperbarui: 11 Agustus 2025   15:45 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ponsel telah mengalami perubahan masif. Dulu perangkat seperti Nokia 3310 begitu melegenda. 

Ponsel ini dikenal sangat tangguh. Ia juga tahan banting. Baterainya luar biasa awet. Fakta ini sering jadi meme. Meme ini beredar luas di internet (The Guardian, 2017). 

Melompat ke tahun 2025, situasinya sangat berbeda. Ponsel modern dilengkapi komputer canggih. Banyak orang merasa perangkatnya lebih cepat rusak. Pertanyaannya, apakah ponselnya benar ringkih? Atau ada faktor lain yang memengaruhi?

Alasan utama adalah perubahan desain dan material. Ponsel lama pakai casing plastik tebal. Bahan itu lebih tahan banting. Ponsel kiwari pakai kaca dan aluminium. Ini beri tampilan premium. Risiko retak atau pecah lebih tinggi (Corning). 

Desainnya pun semakin tipis. Bingkai layarnya dibuat minimalis. Ini mengorbankan ketahanan fisik. Banyak ponsel desainnya unibody. Baterainya tidak bisa dilepas. Perbaikan jadi lebih sulit dan mahal (HMD Global). 

Perubahan ini cerminkan pergeseran prioritas. Produsen dan konsumen sama-sama berubah. Produsen kini utamakan estetika dan teknologi. Ketahanan fisik jadi nomor dua.

Faktor lain adalah teknologi makin kompleks. Teknologi makin sensitif. Layar AMOLED tawarkan gambar tajam. Tapi rentan alami burn-in (Gophermods). 

Ini kerusakan permanen pada layar. Fitur fast charging juga jadi masalah. Proses ini hasilkan panas berlebih. Panas ini percepat degradasi baterai. Ada teknologi yang kelola panas. Tetapi risiko itu tetap ada (Ugreen, 2025). 

Baterai litium-ion punya umur terbatas. Baterai ini degradasi lebih cepat. Sistem pendinginan yang kurang optimal terjadi. Ponsel jadi mudah overheating. Overheating merusak komponen internal.

Perangkat lunak juga berperan besar. Ponsel lama terasa makin lemot. Itu karena pembaruan OS yang berat. OS baru tidak optimal. 

Akibatnya terjadi penurunan performa. Produsen terapkan planned obsolescence. Ini pembatasan dukungan perangkat lunak. Tujuannya dorong pengguna beli baru (Population Matters, 2024). 

Aplikasi juga makin berat. Memori dan CPU dipakai banyak. Ponsel cepat alami overheating dan lag. Kombinasi ini membuat ponsel terasa cepat rusak. Padahal yang terjadi adalah penurunan performa.

Terakhir, ada faktor penggunaan dan perawatan. Banyak pengguna tidak menyadarinya. Kebiasaan mereka bisa memperpendek umur ponsel. 

Casing tebal bisa buat ponsel panas. Isi daya semalaman percepat degradasi baterai. Charger tidak resmi juga berbahaya. Bisa merusak sirkuit pengisian daya. 

Ponsel dengan sertifikasi IP68 juga bisa rusak. Segelnya bisa melemah seiring waktu (Electromaps). 

Anggapan ponsel modern lebih ringkih tidak salah. Perubahan desain dan teknologi buat ponsel rentan. Perawatan tepat dan pemakaian bijak dibutuhkan. Ini perpanjang umur ponsel. Kecepatan rusaknya tergantung pengguna.

***

Referensi:

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun