Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Mitos Sarapan dan Pengaruhnya Pada Metabolisme Tubuh

8 Agustus 2025   05:00 Diperbarui: 6 Agustus 2025   14:34 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sarapan. (SHUTTERSTOCK via Kompas.com)

Sarapan sering dianggap sebagai waktu makan terpenting. Ini pada dasarnya adalah mitos mengakar (Vox, 2019). 

Sejak kecil kita sering diajarkan tidak melewatkannya. Alasannya bisa menyebabkan tubuh menjadi sangat lemas. Juga menyebabkan kurangnya konsentrasi dan mudah sakit. 

Pemahaman ini terus menerus diperkuat oleh ahli gizi. Serta diperkuat oleh kampanye perusahaan makanan (The Atlantic, 2016; YouTube).

Secara historis gagasan sarapan paling penting. Gagasan ini berasal dari kampanye pemasaran sereal. 

Pada tahun 1944 merek Grape-Nuts mencetuskan slogan. Slogan itu adalah sarapan makanan terpenting. Itu bagian dari strategi penjualan mereka (Vox, 2019). 

Strategi ini kemudian diikuti oleh merek lainnya. Contohnya seperti merek terkenal yaitu Kellogg's. Merek itu mengukuhkan keyakinan di masyarakat (Marketing Made Clear).

Selama ini sarapan sering dikaitkan sesuatu. Yakni dengan upaya penurunan berat badan. 

Logika mendasarinya sebenarnya adalah cukup sederhana. Sarapan sehat membuat perut kenyang lebih lama. Hal itu mencegah kita makan berlebihan (Hello Sehat). 

Namun, terdapat kelemahan besar dalam logika ini. Karena korelasi tidak sama dengan sebab-akibat. 

Orang yang rutin sarapan hidupnya lebih sehat. Mereka mungkin rutin berolahraga dan makan bergizi. Sehingga berat badan ideal mereka lebih terpengaruh. 

Ini karena gaya hidup sehatnya secara keseluruhan. Bukan hanya karena sarapan (Harvard Health Publishing, 2019).

Penelitian ilmiah modern pun mulai menantang gagasan tersebut. Sebuah tinjauan sistematis dipublikasikan di jurnal medis BMJ. 

Tinjauan pada tahun 2019 memberi bukti mengejutkan. Setelah menganalisis berbagai macam penelitian (BMJ, 2019; PubMed, 2019). 

Studi itu tidak menemukan adanya bukti kuat. Bahwa sarapan efektif menurunkan berat badan. 

Faktanya, penelitian menunjukkan hal yang sebaliknya. Orang yang melewatkan sarapan konsumsi kalorinya sedikit. Mereka tidak selalu mengganti kalori yang hilang. Dengan makan lebih banyak di waktu lain (Detik.com, 2014). 

Temuan ini langsung membantah keyakinan yang lama. Bahwa melewatkan sarapan memicu lapar berlebihan (Healthline).

Terkait metabolisme, berbagai studi juga menunjukkan hasil serupa. Energi tubuh untuk mencerna makanan disebut TEF. Energi ini cenderung stabil sepanjang hari. Tidak peduli kapanpun kita makan (Sirka Health, 2023; Wikipedia). 

Dengan kata lain, waktu makan tidak berpengaruh. Waktu makan tidak memengaruhi laju metabolisme. Selama pola makan seimbang dan juga sehat. Maka metabolisme akan berfungsi normal (Detik.com, 2024).

Lalu, mengapa mitos ini begitu sulit dihilangkan? Selain faktor pemasaran, studi observasional juga berperan. 

Penelitian awal hanya mengamati kebiasaan orang. Mereka tidak bisa buktikan sebab-akibatnya (Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri Kemendagri, 2023). 

Para peneliti melihat orang yang rutin sarapan. Mereka cenderung memiliki berat badan lebih rendah. Lalu mereka menyimpulkan sarapan adalah penyebabnya. 

Padahal, bisa jadi orang disiplin dalam sarapan. Mereka juga lebih disiplin dalam aspek lain. Seperti rutin berolahraga serta tidur yang cukup. Juga disiplin dalam hal mengelola stres. Semuanya juga berpengaruh pada berat badan seseorang.

Banyak pedoman diet saat ini sudah usang. Karena masih merujuk pada penelitian lama (Kompas.com, 2019). Rekomendasi tersebut belum diperbarui dengan temuan-temuan baru. 

Temuan ilmiah tersebut tentunya lebih baru. Akibatnya, kepercayaan bahwa sarapan adalah suatu keharusan. Untuk menjaga metabolisme tetap kuat dipegang. Kepercayaan ini dipegang oleh masyarakat (Universitas Gadjah Mada, 2022).

Jadi, apa yang sebenarnya penting untuk mengelola berat badan? Faktor utamanya adalah total asupan kalori harian (Tirto.id). 

Terlepas dari apakah seseorang sarapan atau tidak. Berat badan akan naik jika kalori masuk. Lebih banyak daripada kalori yang telah dibakar. 

Penurunan berat badan selalu bergantung pada sesuatu. Yakni penciptaan defisit kalori secara konsisten. Ini harus dalam jangka panjang (Okezone, 2023; The Conversation, 2022).

Pilihan waktu makan juga sangat bersifat personal. Ada sebagian orang merasa cocok dengan sarapan. Sarapan membantu menjaga tingkat energi mereka. Juga mencegah makan berlebihan di kemudian hari (Alodokter). 

Di sisi lain, ada yang lebih cocok. Dengan pola puasa intermiten atau melewatkan sarapan. Cara ini dirasa lebih efektif mengontrol berat. Terutama untuk mengontrol berat badan mereka (Chain Effect). 

Pada akhirnya, tidak ada satu pendekatan. Yang cocok untuk digunakan oleh semua orang.

Selain jumlah kalori, kualitas nutrisi itu penting. Nutrisi dari makanan adalah kunci utamanya (KlikDokter). 

Makanan kaya protein, serat, dan lemak sehat. Dapat membantu mengontrol nafsu makan Anda. Juga mencegah makan berlebihan pada akhirnya. Tidak peduli kapanpun waktu Anda untuk makan.

Sebagai kesimpulan, sarapan bukan solusi yang ajaib. Untuk menurunkan berat badan (Liputan6.com, 2023; KlikDokter). 

Melewatkan sarapan tidak otomatis menaikkan berat badan. Juga tidak akan merusak sistem metabolisme. 

Daripada terpaku pada aturan 'harus sarapan'. Lebih bijaksana fokus pada tiga hal utama. Yakni kualitas makanan dan keseimbangan kalori. Juga pada preferensi pribadi (PMC NCBI, 2014). 

Kebutuhan nutrisi setiap orang bersifat sangat unik. Pola makan terbaik adalah yang bisa disesuaikan. Pola itu disesuaikan dengan gaya hidup kita. Serta dapat dijalankan secara berkelanjutan.

***

Referensi

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun