Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Peran Orang Dewasa Sebagai Pondasi Utama Kesehatan Mental Remaja

6 Agustus 2025   05:00 Diperbarui: 2 Agustus 2025   16:47 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi orangtua dari remaja. (SHUTTERSTOCK via Kompas.com)

Masa remaja sering digambarkan sebagai era kebebasan pertemanan. Banyak orang dewasa seringkali salah mengira. Bahwa teman sebaya adalah segalanya bagi mereka. 

Namun, pemahaman ini terlalu menyederhanakan masalah. Pada kenyataannya, peran orang dewasa tetap krusial. Bahkan peran itu menjadi fondasi yang utama. 

Ini bukan soal membandingkan mana lebih penting. Ini tentang bagaimana kedua peran itu bekerja. Keduanya berbeda serta saling bisa melengkapi. Mereka bekerja sama dalam membentuk pribadi remaja.

Pandangan remaja hanya peduli pada teman sebaya. Pandangan itu adalah mitos perlu diluruskan. Tentu, persahabatan di usia ini sangatlah vital. 

Teman sebaya menawarkan rasa memiliki yang kuat. Mereka menjadi ruang untuk berbagi pengalaman sama. Di lingkaran ini, remaja belajar kemampuan sosial. 

Misalnya negosiasi dan juga penyelesaian konflik. Namun, hubungan pertemanan seringkali labil sekali. Hubungan itu juga penuh dengan banyak dinamika. Pertengkaran kecil mudah sekali untuk bisa terjadi. 

Ada juga masalah tekanan dari teman sebaya. Atau biasa disebut sebagai peer pressure. Tekanan itu bisa berdampak sangat negatif. Di sinilah peran orang dewasa sangat penting. Peran itu hadir sebagai suatu penyeimbang.

Orang dewasa memiliki fungsi yang sangat berbeda. Contohnya adalah figur orang tua dan guru. Juga ada paman atau seorang mentor. 

Mereka menyediakan stabilitas serta banyak bimbingan. Hubungan dengan orang dewasa bukan tempat curhat. Hubungan ini membangun sebuah fondasi emosional. Hubungan itu juga membentuk kendali atas diri. 

Remaja butuh figur yang bisa mereka andalkan. Untuk membantu membangun semua nilai moral. Juga untuk membentuk cara pandang pada dunia.

Penelitian psikologi banyak sekali mendukung pandangan ini. Ada konsep secure attachment atau kelekatan aman. Penelitian Armsden & Greenberg (1987) menunjukkannya. 

Bahwa kelekatan aman dengan orang tua. Melibatkan kepercayaan serta jalinan komunikasi. Serta rendahnya rasa terasing dari keluarga. (Ratih Ayu Purwaningrum, 2011). 

Di masa remaja, bentuk kelekatan ini berubah. Mereka tidak lagi butuh kehadiran fisik terus. Mereka lebih butuh petunjuk dan juga teladan. Serta mereka butuh dukungan secara emosional. Dukungan ini sangat penting bagi pertumbuhan mental.

Banyak riset telah mengamati dampak hubungan ini. Remaja yang punya hubungan kuat dengan dewasa. Cenderung akan lebih sehat secara mental. Risiko mengalami depresi mereka lebih rendah. Juga risiko percobaan untuk bunuh diri. 

Satu studi telah menunjukkan hal yang sama. Bahwa hubungan bimbingan dengan orang dewasa. Dapat mengurangi kemungkinan ide bunuh diri. Pengurangannya bisa mencapai angka hingga 56%. (National Center for Biotechnology Information, 2022). 

Dengan kata lain, bimbingan orang dewasa. Menciptakan sebuah benteng emosional yang kokoh.

Studi dari lembaga terkemuka sering menunjukkan ini. Misalnya, ada penelitian menekankan peran orangtua. Peran orang tua yang sangat harmonis. 

Anak dengan orang tua yang sangat rukun. Cenderung akan lebih bisa "tahan banting". Mereka juga lebih siap hadapi kesulitan hidup. (National Center for Biotechnology Information, 2021).

 Sebaliknya, remaja tanpa hubungan baik dewasa. Mereka sering kesulitan dalam mengelola emosi. Mereka cenderung membuat keputusan yang gegabah. Juga memiliki kepercayaan diri yang sangat rendah.

Penting dipahami bahwa pengaruh teman sebaya. Pengaruh itu tidaklah selalu berakhir negatif. Teman sebaya bisa saling memberikan dukungan moral. 

Mereka juga mendorong pertumbuhan yang sangat positif. Namun, saat pengaruh negatif itu akan muncul. Orang dewasa menjadi satu-satunya penangkalnya. 

Penelitian membuktikan dukungan orang tua itu penting. Dukungan itu dapat memoderasi efek negatif teman. Terutama dalam kasus perundungan siber (cyberbullying). (UIN Sunan Gunung Djati, 2024). 

Ada juga penelitian lain yang mendukungnya. (National Center for Biotechnology Information, 2009). 

Tanpa figur yang bisa untuk diteladani. Remaja mudah terpapar tekanan peer pressure. Yang mengarah pada banyak tindakan sangat berisiko. 

Figur dewasa seperti guru atau pelatih olahraga. Dapat mengarahkan mereka ke jalan yang benar. Dengan cara membentuk sebuah kompas moral. Serta dengan cara menanamkan nilai disiplin.

Dampak dari hubungan baik ini tidak sesaat. Dampak ini akan bertahan seumur hidup mereka. Penelitian longitudinal telah menunjukkan kualitas keluarga. 

Bahwa kualitas fungsi keluarga sangat memengaruhi. Prestasi akademik dan juga stabilitas emosi. Pengaruhnya terasa hingga mereka menjadi dewasa. (Frontiers in Psychology, 2022). 

Sebuah studi dari Universitas Gadjah Mada. Menemukan remaja yang tumbuh dengan kasih sayang. Cenderung akan lebih sukses dalam berkarier. Mereka juga punya kepuasan hidup lebih tinggi. (Universitas Gadjah Mada, 2017).

Sebaliknya, remaja yang kurang mendapat bimbingan. Mereka punya risiko besar untuk terjerumus. Ke dalam sebuah perilaku yang sangat destruktif. Seperti kenakalan remaja atau kegagalan akademik. 

Namun, bahkan dalam kondisi yang sangat sulit. Satu orang dewasa yang peduli bisa mengubahnya. Dia benar-benar bisa mengubah segalanya untuknya. 

Studi oleh Emmy Werner telah membuktikan hal itu. Ia mengikuti sekelompok anak berisiko tinggi. Yaitu selama kurun waktu tiga puluh tahun. Anak-anak yang berhasil mengatasi banyak kesulitan. Hampir selalu punya hubungan dekat dan hangat. 

Dengan satu orang dewasa yang peduli padanya. Orang itu memberikan bimbingan dan dukungan emosi. (National Center for Biotechnology Information, 2014). Hal ini juga didukung oleh jurnal lainnya. (Jurnal Indigenous, 2017).

Dalam konteks Indonesia, dinamika ini bisa unik. Struktur keluarga lebih kolektif di beberapa daerah. Hal ini memungkinkan peran dari keluarga besar. 

Seperti paman, bibi, kakek, atau juga nenek. Peran mereka menjadi sama pentingnya dengan ortu. Mereka bisa memberikan dukungan tambahan yang kuat. 

Juga bisa memberikan pandangan alternatif lainnya. Ini di luar dari orang tua inti mereka. (Brown, 2020). 

Didukung juga oleh riset dari jurnal lain. (Jurnal Nian Tana Sikka, 2023). Ini menunjukkan bahwa konsep orang dewasa. Konsep orang dewasa yang berperan tidak terbatas. Tidak hanya terbatas pada orang tua inti saja.

Kesimpulannya, hubungan teman sebaya tawarkan kenyamanan. Sementara hubungan orang dewasa berikan stabilitas. Remaja butuh keduanya untuk tumbuh seimbang. 

Menginvestasikan waktu dan usaha itu sangat penting. Untuk membangun hubungan sehat dengan para remaja. Karena ini memberikan fondasi untuk kesuksesan. Serta kesejahteraan mereka selama seumur hidup. 

Peran orang dewasa, pada akhirnya, sangat jelas. Adalah memberikan sesuatu yang lebih berharga. Daripada sekadar sebuah pertemanan yang biasa. Yaitu sebuah bimbingan yang membentuk pribadi.

***

Referensi

  • Brown, B. B., & Larson, J. (2020). The peer group as a context for the socialization of adolescents. The Oxford Handbook of Socialization.
  • Hasanah, U., & Supriyanto, A. (2017). Hubungan antara resiliensi dengan kecenderungan kenakalan remaja pada siswa SMK. Jurnal Indigenous, 2(1), 49-57.
  • Hidayati, N. W., & Appulembang, O. D. (2024). Peran dukungan orang tua dan teman sebaya dalam memoderasi pengaruh cyberbullying victimization terhadap ide bunuh diri pada remaja. Psympathic: Jurnal Ilmiah Psikologi, 11(1), 209-222.
  • Kading, J. R., & Mauricio, A. M. (2021). A scoping review of how youth-adult relationships are defined and measured in the mentoring literature. Journal of Affective Disorders, 287, 364-372.
  • King, C. A., Brent, D., & Grupp-Phelan, J. (2022). Association of the youth-nominated support team intervention for suicidal adolescents with risk of self-harm, emergency department visits, and hospitalization. JAMA Network Open, 5(1), e2144225.
  • Purwaningrum, R. A. (2011). Hubungan antara kelekatan aman pada orang tua dengan penyesuaian diri mahasiswa tahun pertama Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya Malang (Skripsi, Universitas Brawijaya).
  • Sari, Y. P., & Nuryanti, L. (2023). Peran keluarga dalam perkembangan sosial emosional anak usia dini di Desa Tana Duen. Jurnal Nian Tana Sikka, 3(2), 1-11.
  • Universitas Gadjah Mada. (2017, Maret 13). Komunikasi orang tua pengaruhi perilaku berpacaran remaja. Diakses dari https://ugm.ac.id/id/berita/17623-komunikasi-orang-tua-pengaruhi-perilaku-berpacaran-remaja/
  • Wang, M. T., & Sheikh-Khalil, S. (2014). Does parental involvement matter for student achievement and mental health in high school? Child Development, 85(2), 610-625.
  • Yusainy, C. (2009). Online social network and adolescent's narcissism: The role of parents and peers. Jurnal Psikologi, 36(1), 38-48.
  • Zhu, J., & Shek, D. T. L. (2022). A longitudinal study of family functioning, academic performance, and emotional well-being in Chinese adolescents in Hong Kong. Frontiers in Psychology, 13, 911959.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun