Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mengungkap Realita di Balik Statistik Kemiskinan Indonesia Saat Ini

6 Mei 2025   05:00 Diperbarui: 5 Mei 2025   18:34 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Warga beraktivitas di pemukiman padat penduduk di bantaran Sungai Ciliwung, Manggarai, Jakarta.(KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)

Perbedaan metodologis ini tidak berarti salah satu pihak keliru. Ini menunjukkan bahwa definisi kemiskinan bergantung pada kacamata yang kita pakai.

Mengapa Ini Jadi Masalah Penting?

Perbedaan data ini menyangkut nasib jutaan orang. Angka-angka ini menjadi dasar penentuan program bantuan sosial, alokasi anggaran, dan kebijakan pemerintah.

Peneliti Jaya Darmawan dan Bakhrul Fikri dari CELIOS dalam CELIOS Working Paper 2025 mengkritik pendekatan BPS yang konservatif. 

Mereka menilai garis kemiskinan nasional perlu dirombak agar lebih responsif terhadap perubahan harga dan kebutuhan masyarakat modern. Misalnya, kebutuhan akses internet dan transportasi layak harus dipertimbangkan.

Luhur Arief Bima, peneliti senior The SMERU Research Institute, menunjukkan bahwa program kesejahteraan sosial nasional menjangkau kelompok lebih luas dari angka kemiskinan versi BPS. 

Dalam laporannya 2025, ia menyatakan banyak kelompok rentan belum masuk kategori miskin secara resmi, tapi membutuhkan perlindungan sosial. Data resmi yang terlalu sempit bisa menghambat cakupan bantuan negara.

Perlu Penyesuaian, Bukan Penolakan

Kita mungkin tidak perlu memilih antara BPS atau Bank Dunia. Yang penting adalah menemukan titik temu yang relevan untuk Indonesia.

Pendekatan kombinasi sangat penting di sini. Kita bisa mempertahankan basis lokal BPS yang relevan dengan kondisi Indonesia. Namun, tambahkan elemen dari standar internasional agar sejajar dalam perbandingan global dan mencakup masyarakat rentan lebih luas.

Misalnya, garis kemiskinan bisa dibuat lebih dinamis. Ini dengan memperhitungkan variabel seperti inflasi, perubahan struktur konsumsi, dan nilai PPP untuk non-makanan seperti pendidikan dan kesehatan. 

Ini bukan meniru metode Bank Dunia, tapi memperkaya standar nasional agar lebih akurat dan adil.

Kepala BPS sendiri sudah memberi sinyal bahwa lembaganya terbuka untuk evaluasi ulang garis kemiskinan nasional. Ini disampaikan dalam siaran pers resmi BPS Mei 2025. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun