Langkah cerdas yang mereka ambil adalah membatasi ekspor material strategis. Seperti logam tanah jarang dan germanium ke Amerika Serikat.Â
Ini memberi tekanan langsung pada industri teknologi dan pertahanan AS, yang bergantung pada pasokan bahan-bahan tersebut.Â
Contoh, semikonduktor (komponen vital perangkat teknologi modern) tergantung pada bahan baku yang sebagian besar berasal dari China. China tahu betul bagaimana memanfaatkan posisi dan menjadikannya daya tawar.
Diplomasi Kawasan dengan Menggandeng Erat Asia Tenggara
China tak hanya mengandalkan kekuatan ekonomi domestik. Mereka juga pintar dalam memainkan diplomasi internasional. Khususnya di kawasan Asia Tenggara.Â
Dalam beberapa tahun terakhir, China memperkuat posisinya di kawasan ini. Sebagai upaya mengurangi ketergantungan mereka pada pasar Amerika Serikat.
Kunjungan Presiden Xi Jinping ke Vietnam, Malaysia, dan Kamboja pada April 2025 adalah contoh nyata diplomasi ini.Â
Dalam kunjungan tersebut, China menunjukkan pada negara Asia Tenggara bahwa mereka siap memperkuat hubungan dagang dan politik.Â
Data terbaru menunjukkan bahwa ekspor China ke negara-negara ASEAN pada kuartal pertama 2025 tumbuh 7,1% year-on-year. Angka yang cukup signifikan.Â
Apalagi jika dibandingkan dengan penurunan ekspor China ke Amerika Serikat yang tercatat turun 9,3%. Ini bukti jelas bahwa China mulai menggali peluang di pasar lain. Yang membuat mereka tidak terlalu tergantung pada AS.
China juga membangun aliansi kuat di kawasan Asia Tenggara. ASEAN, yang sejak 2020 menjadi mitra dagang terbesar bagi China, kini semakin penting dalam perekonomian China.Â
Dengan mempererat hubungan perdagangan ini, China menyiapkan diri menghadapi kemungkinan ketegangan yang lebih besar di masa depan, jika hubungan mereka dengan AS semakin memburuk.