Blora Membara Saat Energi Rakyat Tak Terjaga
“Keselamatan manusia selalu lebih berharga daripada segenap sumber daya.”
Oleh Karnita
Pendahuluan
Suasana mencekam masih menyelimuti Dukuh Gendono, Desa Gandu, Kecamatan Bogorejo, Blora, Jawa Tengah, sejak Minggu (17/8/2025). Kompas.com pada Senin (18/8/2025) menurunkan laporan bertajuk “Kebakaran Sumur Minyak di Blora Belum Padam, Korban Tewas Bertambah Jadi 3 Orang” yang ditulis Ferril Dennys. Laporan tersebut menggambarkan api besar yang tak kunjung padam, menyisakan duka mendalam bagi warga sekitar.
Tulisan Ferril Dennys patut diapresiasi karena menyoroti sisi kemanusiaan di balik tragedi kebakaran sumur minyak ilegal. Bukan sekadar angka kerugian atau jumlah korban, tetapi juga kisah nyata warga yang harus mengungsi, kehilangan rumah, hingga kehilangan anggota keluarga. Ketertarikan penulis hadir karena isu ini menyentuh persoalan keselamatan publik, pengelolaan sumber daya, dan regulasi energi rakyat.
Urgensi pembahasan ini jelas: praktik pengeboran minyak ilegal telah lama menjadi masalah laten di berbagai daerah, termasuk Blora. Peristiwa ini tidak hanya mengingatkan pada bahaya ekonomi bawah tanah, tetapi juga pada lemahnya regulasi dan mitigasi risiko. Tragedi ini memberi pelajaran penting tentang perlunya tata kelola energi yang lebih manusiawi dan berkeadilan.
Luka yang Membara di Tengah Permukiman
Kebakaran di Blora terjadi di area yang sangat dekat dengan rumah warga, hanya berjarak 10–20 meter. Kondisi ini memperlihatkan betapa rapuhnya ruang hidup masyarakat jika aktivitas berisiko tinggi dibiarkan tanpa pengawasan. Asap hitam dan kobaran api menjadi simbol bahaya yang mengintai di balik kebutuhan ekonomi rakyat.
Tragedi tersebut telah menelan tiga korban jiwa, sementara dua lainnya masih berjuang dengan luka bakar di Yogyakarta. Fakta ini menunjukkan bahwa nyawa manusia menjadi harga termahal dari praktik eksploitasi yang minim keamanan. Kehidupan warga mendadak berubah: rumah kosong, ternak diungsikan, dan puluhan keluarga kehilangan tempat tinggal.