Dampak sosial terlihat nyata ketika 50 kepala keluarga harus mengungsi, sebagian ke rumah saudara, sebagian lain ke kebun. Bukan hanya kehilangan harta, mereka juga kehilangan rasa aman. Tragedi ini memperlihatkan bahwa bencana akibat kelalaian manusia seringkali lebih menyakitkan daripada bencana alam.
Refleksi dari peristiwa ini adalah perlunya menata ulang hubungan manusia dengan sumber daya alam. Energi memang penting, tetapi keselamatan manusia harus menjadi prioritas tertinggi. Tanpa itu, api akan terus membara, bukan hanya di tanah, tetapi juga di hati masyarakat yang terluka.
Potret Buram Energi Ilegal
Sumur minyak ilegal bukan fenomena baru di Blora dan sekitarnya. Kegiatan ini muncul karena adanya potensi minyak bumi yang masih bisa dieksploitasi secara tradisional oleh masyarakat. Namun, tanpa teknologi memadai dan pengawasan ketat, praktik tersebut menjadi bom waktu.
Sebagian masyarakat menggantungkan hidup pada sumur ilegal karena keterbatasan akses ekonomi. Mereka melihatnya sebagai jalan keluar dari kemiskinan, meski sadar akan bahaya yang mengintai. Ironi muncul ketika upaya mencari penghidupan justru berujung pada kehilangan nyawa.
Keberadaan sumur ilegal seringkali dilihat sebagai “rahasia umum” yang dibiarkan tanpa solusi nyata. Pemerintah daerah, aparat, hingga pemangku kebijakan energi sering kali berada dalam posisi dilematis: menutup sumur berarti memutus ekonomi warga, membiarkan sumur berarti mempertaruhkan keselamatan publik.
Kritik yang perlu ditegaskan adalah lemahnya regulasi dan minimnya alternatif penghidupan yang aman bagi warga. Selama akar masalah ekonomi tidak diatasi, praktik berisiko seperti ini akan terus berulang. Tragedi Blora adalah peringatan keras yang seharusnya menggugah kebijakan energi lebih berpihak pada rakyat kecil.
Negara dan Tanggung Jawab Regulasi
Kebakaran sumur minyak di Blora menyingkap satu persoalan fundamental: absennya negara dalam memberikan regulasi yang berpihak dan tegas. Aktivitas ilegal bisa tumbuh subur karena ada ruang kosong dalam pengawasan. Ketika terjadi bencana, barulah negara hadir melalui jalur darurat: pemadam kebakaran, BPBD, TNI, dan Polri.
Padahal, kehadiran negara seharusnya ada jauh sebelum tragedi terjadi. Regulasi harus disusun bukan hanya untuk menutup sumur ilegal, tetapi juga menyediakan solusi ekonomi yang berkelanjutan. Tanpa alternatif, larangan hanya akan mendorong masyarakat mencari jalan gelap lain.
Pengawasan energi rakyat harus dipandang sebagai bagian dari kedaulatan energi nasional. Negara tidak bisa terus menutup mata terhadap fenomena sumur minyak rakyat, karena faktanya kebutuhan ekonomi dan sumber daya lokal saling bertemu. Kegagalan mengelola ini adalah kegagalan politik energi.