Artinya, ketika warga merasa dilibatkan, mereka lebih peduli dan merasa bertanggung jawab terhadap lingkungan sekitarnya.
Anggaran Bukan Tabu, Transparansi Menumbuhkan Kepercayaan
Tentu, taman yang nyaman, aman, dan buka 24 jam tidak tercipta dari udara kosong. Taman butuh penerangan tambahan, CCTV, petugas keamanan, bahkan tempat istirahat bagi penjaga taman malam hari.
Semua itu butuh anggaran. Dan ini bukan hal yang harus ditutupi. Justru, transparansi menjadi kunci.
Pemprov DKI telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 500 miliar untuk pembangunan 21 Ruang Terbuka Hijau (RTH) pada tahun 2025. Dan tambahan Rp 300 miliar untuk pemberdayaan UMKM di sekitar taman (Berita Jakarta, 2025; Merdeka.com, 2025).
Alokasi ini menunjukkan keseriusan pemerintah menjadikan taman kota sebagai investasi strategis bagi kesejahteraan publik.
Namun, anggaran besar tanpa mekanisme pengawasan bisa menjadi ladang penyimpangan. Di sinilah pentingnya pengelolaan berbasis prinsip administrasi publik. Termasuk transparansi anggaran.
Bayangkan kalau tiap taman punya papan informasi kecil berisi rincian pengeluaran proyek. Biaya pencahayaan, gaji petugas, dana perawatan, dan siapa saja yang terlibat. Hal kecil seperti ini bisa membuat warga merasa lebih terlibat dan punya andil.
Ketika Pemerintah Mau Mendengar, Responsif, Bukan Sekadar Reaktif
Tapi tentu, yang namanya kebijakan publik nggak akan selalu berjalan mulus.
Salah satu contoh menarik adalah kasus Tebet Eco Park. Awalnya taman itu juga direncanakan buka 24 jam. Tapi kemudian menuai penolakan dari warga sekitar yang khawatir soal keamanan dan ketenangan lingkungan mereka.
Akhirnya, Pemprov DKI memutuskan membatasi jam operasional taman itu hanya sampai pukul 22.00 WIB.
Keputusan itu dilaporkan oleh Tirto.id (2025) dan menjadi bukti bahwa pemerintah sedang belajar menjadi lebih responsif. Mereka tidak ngotot dengan kebijakan yang dianggap “paling tahu”.