Mohon tunggu...
Ahmad Yudi S
Ahmad Yudi S Mohon Tunggu... Freelancer - #Ngopi-isme

Aku Melamun Maka Aku Ada

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta yang Membunuh

15 Agustus 2019   16:25 Diperbarui: 15 Agustus 2019   16:37 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Angin berhembus lembut dari selatan ke utara. Melintasi rimbunan pepohonan, daun-daun menari diatasnya dan menabrakkan diri ke dinding-dinding sekolah yang telah berusia 8 dekade.

Hampir setiap hari, Aku melintasi lorong dan kelas-kelas ketika matahari terbenam, dan akan menutup diri jika matahari mulai terbit. 

Aroma tubuhku sangat khas sekali, beraroma bunga kenanga, sebab aku menyukai bunga kenanga dan para penjaga sekolah tahu akan itu. Suhu tubuhku selalu dingin, dingin seperti angin malam yang menyelimuti sekolah ketika malam hari.

Sekolah akan mulai dibanjiri pelajar pada pagi hari dan ketika sore hari mereka berhamburan keluar meninggalkan sekolah, dan seperti itu seterusnya. 

Sungguh memuakkan! Mereka yang datang ke sekolah semata-mata bukanlah sebagai penuntut ilmu, mereka datang ke sekolah dengan berbagai kedok; mengejar harta, tahta, dan wanita! Sekolah telah menjelma sebagai gerbang menuju masa depan yang menjanjikan. 

Hanya mereka yang memiliki uang dan gairah lebih untuk mendapatkan secarik kertas yang berhologram; tiket mereka menuju masa depan demi tujuan mereka tadi. Absurd, ya, memang begitu.

Namun, tidak semua pelajar seperti itu. Beberapa di antara mereka ada yang dengan tulus menuntut ilmu dan mendermakannya dalam kehidupan sehari-hari. 

Mereka adalah sekumpulan orang yang percaya dengan dogma-dogma dan berusaha mempertahankan alam secara alamiah; membiarkan alam bekerja dengan hukum alamnya, yang lemah akan ditindas, yang kuat akan bertahan atau berkuasa.

Setiap tahun, sekolah berhasil menumbuhkan benih-benih prestasi dikalangan pelajar, baik prestasi akademik maupun non-akademik; itu adalah masa kejayaan sekolah yang selalu berulang setiap tahun. Dan di balik itu, terdapat kisah kelam yang membuntutinya.

Setiap tahun ajaran baru, sekolah menerima siswa baru dan menyerahkannya kepada kakak kelasnya untuk disambut lewat kegiatan MOS. 

Melalui kegiatan itu, para senior akan mulai menunjukkan senioritasnya pada adik-adiknya, siswa baru di sekolah ini.

Dengan dalih mendisiplinkan para siswa baru, mereka tidak segan-segan membentak, memukul hingga menendang adik kelasnya agar lebih taat aturan dan menghormati kakak kelasnya. 

Para siswa baru akan di plonco oleh seniornya sebagai bentuk sambutan senior kepada juniornya di sekolah baru mereka, seperti telah menjadi tradisi.

Kerapkali aku ingin berbicara kepada mereka, namun kuurungkan niatku karena hanya akan menjadi angin lewat. 

Amarahku selalu timbul ketika melihat siswa laki-laki membusungkan badan didepan siswa perempuan, terutama adik kelasnya. 

Kejadian yang tidak dapat dimaafkan! Dendam telah membatu. Perpeloncoan itu akan tetap berjalan dengan mulus tanpa hambatan.

Para guru hanya menjadi juru spiritual ketika datang kepada siswa, dan kembali menjadi orang asing setelah meninggalkan mereka. Seperti segerombolan domba yang ditinggalkan penggembalanya.

Aku kerapkali melihat senior laki-laki yang menyombongkan diri dengan menampakkan kegagahannya didepan junior perempuan agar terkesima, mungkin akan menjadi pacarnya, entah yang keberapa kalinya, sebab senjata para laki-laki adalah dari caranya berbicara, untuk mengelabui mangsanya. Gombal!

Sedangkan para siswa perempuan hanya mempercantik diri dengan riasan dan pakaian agar terlihat menarik, atau sekedar memancing birahi lawan jenis. Genit!

Teng! Jam dinding berdenting keras di tengah malam. Dentingannya terdengar sampai ke lorong-lorong kelas. Aku mulai mendapati sosok-sosok yang serupa denganku, sama-sama perempuan dengan suhu dingin, sama dinginnya dengan raut wajahnya. Mereka berjalan kesana kemari seperti mencari sesuatu, kehilangan sesuatu. Sungguh menyedihkan.

Waktu terasa berjalan mundur. Tiba-tiba secercah cahaya mendatangiku dan menyirnakan semuanya. Semuanya memutih dalam sekejap. 

Perlahan aku membuka mata dan mendapati diriku yang dulu, masih anggun dan polos. Aku melihat diriku sedang diplonco oleh salah seorang senior laki-laki yang nantinya akan menjadi pacarku.

"Kamu kenapa tidak membawa persyaratan yang kami minta? Jawab!" tanyanya serius.

"Maaf Kak.. Anu.. Saya lupa, ketinggalan dirumah.." jawabku lirih.

Raut wajahnya mulai tidak bersahabat, sepertinya aku akan di plonco sama dia.

"Balik badan dan membungkuk, sekarang!" tegasnya.

Tanpa mengeluarkan kata sedikitpun, aku langsung menuruti perintahnya dan siap menerima eksekusi dari senior laki-laki yang terkenal taat ibadah ini.

Tiba-tiba hempasan telapak tangannya mendarat dipantatku dengan keras.

Plak! Plak! Plak!

Aku meringis kesakitan ketika pantatku menjadi sasaran empuk tangannya yang besar. Namun, ada perasaan aneh yang menjalar dikedalaman tubuhku. Pertama kali kurasakan sensasi yang nikmat ini. Pikiranku mulai tidak fokus!

"Sakit gak?" tanyanya.

"Sakit Kak" jawabku mengaduh

Ia kemudian membenarkan kembali posisiku dan menarikku ke dalam pelukannya. Lemak-lemak di dada dan tangannya seperti hendak membuatku sesak, sedang dadaku begitu rapat dalam dekapannya. Aku merasa tidak berdaya dalam dekapannya.

Di kondisi seperti ini perempuan menjadi lengah dan terancam. Tak aneh bila perempuan menjadi korban, terutama korban perasaan.

"Maaf bila membuatmu sakit. Mulai saat ini panggil saja Dio" ucapnya. 

Aku hanya mengangguk-angguk dan memperhatikan seorang laki-laki yang barusan membuatku merasa canggung dan aneh, apalagi aku baru saja puber. 

Semakin ku tatap wajahnya, kekedalaman matanya, aku semakin kalah, tanpa bisa mengelak sorot mata itu, seolah-olah mengintaiku kemanapun diriku melangkah.

Namanya Dio, dia seorang atlet basket di sekolah ini. Ia dikenal rajin dan cukup sopan didepan guru. Bahkan banyak perempuan yang menaksirnya karena postur tubuhnya yang atletis dan pandai. Tak aneh bila ia menjadi murid teladan di sekolah. Setiap pulang sekolah, ia selalu mengantarkanku pulang dengan motornya.

Suatu ketika di jam istirahat, Dio diam-diam mengajakku ke gudang yang berada di belakang sekolah. Gudang tersebut nampak berantakan dan berdebu dengan perabotan bekasnya karena jarang dibersihkan. 

Pintu gudang dapat dikunci dari dalam namun tidak dapat dikunci dari luar sehingga siapapun dapat memasukinya. Aku melihat diriku sedang bersama Dio berduaan di atas tikar berdebu.

Tanpa berpikir panjang, Aku ikuti tarikan tangan Dio dan ia mulai merangkulku.

"Apa yang akan kamu lakukan?" tanyaku.

"Udah tenang saja, kamu akan suka." jawab Dio.

Perlahan tangannya mulai merayap dari atas hingga kebawah tubuhku.

"Apa yang akan kamu lakukan!" bentakku.

"Sttt! Kalau kamu cinta sama aku, maka buktikan! Apakah kamu mencintaiku?" tanya Dio serius.

Tatapan mata itu kembali membuatku kalap, kalah dihadapannya. Kenapa mata itu selalu membiusku? Aghh dasar perempuan!

"Iya, aku cinta kamu, Dio" jawabku.

Dio tersenyum dan mengelus rambutku dengan lembut, kemudian menciumku dan secara halus meremas buah payudaraku. Sensasi aneh itu kembali datang, kenikmatan yang membuatku tidak bisa melawan.

Dio mulai melucuti celananya dan bawahanku kemudian membaringkan aku diatas tikar berdebu dan bau itu. Lalu ia mulai menindihku dan perlahan tarik ulur alat kelaminnya sehingga aku naik turun seperti papan luncur. Otot-otot payudara dan selangkanganku mulai menegang, mungkin dia pun begitu. Aku mendesah dan mulai berkeringat.

"Ahh.."

Aku sempat membaca Theory of Sex nya Sigmund Freud, dimana aku teringat bahwa kata Sayang dan Cinta memiliki makna yang berbeda. Menurut Freud, jika seseorang mengatakan sayang, berarti ia dapat menyayangi siapapun, entah itu orang tua, saudara, teman, bahkan binatang.

Sedangkan jika seseorang mengatakan cinta, berarti itu lebih dari sekedar sayang, itu merupakan wujud cinta pada pasangannya. Cinta yang dimaksud ialah kegiatan seksualitas bersama pasangan. Artinya, jika seseorang mengatakan cinta, berarti ia ingin melampiaskan birahinya bersama pasangannya.

Aku tak melawan sedikitpun dibawah cengkramannya. Dio bermain dengan semangat. Sampai-sampai wajahnya memerah seperti bayi baru lahir. Sesekali ia menampar pantatku, menghisap payudara, dan menjambak rambutku ke arah belakang. Mashokis! 

Keringatnya mulai mengalir dan berjatuhan diatas wajahku seperti hujan dengan aroma kejantanannya yang sangat menusuk. Sampai dipuncak erotisnya, ia mulai ereksi.

"Ahh.."

Setelah kelelahan, Dio berhenti menindih dan menciumku kembali dengan sedikit permainan lidah. Kemudian berdiri membenarkan celana dan pakaian lalu membersihkan keringatku dan keringatnya. 

Aku merasa aneh dengan sensasi ini, namun bikin candu. Aku mulai meraba sendiri tubuhku dan memandanginya wajahnya yang licin karena dibasahi keringat.

"Jangan kasih tau siapa-siapa, kasih tau aku saja jika ada apa-apa" ucapnya.

"Kenapa Dio?" suaraku agak serak.

"Gak kenapa-kenapa, kamu juga suka bukan?" jawabnya sambil membenarkan resleting celana.

Aku menatap diriku yang telah masuk dalam kubangan itu. Kotor! Ini yang membuatku menjadi pendendam kepada siapapun laki-laki hipokrit semacam ini!

Selang beberapa bulan, aku mendapati perubahan perut yang tidak seperti biasanya. 

Awalnya kukira menjadi gemuk atau berat badan naik. Kekhawatiran terus menghantuiku. Setelah di cek lebih lanjut, ternyata diriku sedang hamil. Astaga! Aku segera menemui Dio dan mendampratnya di pojok kelas.

"Aku ingin berbicara empat mata denganmu!"

"Hmm.. Kita bicarakan ini nanti sepulang sekolah"

Beberapa jam kemudian bel sekolah berbunyi. Para siswa mulai berhamburan keluar meninggalkan sekolah. Dio mendatangiku dan membawaku ke tempat tersembunyi yang lokasinya tidak jauh dari sekolah, ke sebuah kostan yang kini terbengkalai.

"Ada apa?" tanyanya

"Aku hamil Dio!" bentakku.

"Apa!" Dio kaget.

Kamu harus bertanggung jawab atas ini!

Ekspresi Dio mulai tidak bersahabat, ada ketakutan dibaliknya. Dio mulai menarikku kedalam kamar kosong dan menutup mulutku dengan lakban lalu mengikatku.

Ia mulai mengulangi hal yang serupa seperti saat di gudang sekolah. Ia mulai menyiksa dan melampiaskan birahinya sebelum akhirnya menjadi malaikat pencabut nyawa.

Aku berusaha melawan namun sia-sia karena tali telah mengekang ruang gerakku, ditambah tangan-tangannya yang kuat menahanku. 

Sebelum meregang nyawa, libidoku sempat terpuaskan oleh tindihannya. Ia menjadi beban penambah dosa sebelum maut datang menjemputku.

"Ahh.. Tobat, tobat.. Ahh.."

Tak habis pikir, Dio yang dikenal sebagai sosok yang taat beribadah ternyata bisa melakukan hal sebejad dan sekeji ini. 

Apakah ini yang disebut dalam Psikologi bahwa erat kaitannya laki-laki dengan kemesuman dan perempuan dengan kebucinannya? Sambar gledek! Buat apa ibadah jika akhirnya berbuat dosa? Munafik!

Setelah puas melampiaskan birahinya, tangannya yang besar mulai menggengam leherku kemudian mencekik dengan kuat hingga aku kehabisan napas, dan akhirnya tamatlah riwayatku. Aku telah menjadi mayat yang kaku, anggun, dan juga basah. Cinta telah membunuhku!

Lalu Dio membungkus tubuhku dengan karung dan dibuangnya jasadku ke sungai dibelakang rumah itu agar tiada seorang pun yang tahu. Tubuhku hanyut bersama aliran sungai, entah hendak dibawa kemana..

Teng! Suara jam dinding berdenting keras. Secercah cahaya kembali hadir dan menyirnakan semuanya. Semua menjadi putih. Waktu kembali seperti semula. Perlahan aku kembali membuka mata.

Masih seperti biasa, dingin dan sepi berada di sekolah tengah malam. Kaki ku tidak menyentuh tanah. Aku menyadari bahwa aku telah tiada. 

Tubuhku mungkin telah menjadi santapan penghuni perairan atau membusuk dan larut bersama molekul-molekul air. Aku kerap kali sedih bila membayangi masa lalu yang akhirnya menimbulkan dendam kesumat!

"Aku akan menjadi sebaik-baiknya hantu, dan akan menjadi setan yang menghantui siapapun yang membunuh atas nama cinta!"

~

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun