Namun pertarungan itu tidak sia-sia. Setiap kali jiwa berhasil memilih cahaya di tengah gelap, ia menjadi lebih kuat dengan cara yang tidak pernah bisa diberikan oleh kemenangan di panggung dunia. Malam tersunyi adalah ujian, dan cahaya fitrah adalah kompasnya. Mereka yang mampu bertahan, akan menemukan fajar baru.
Cahaya yang Menuntun
Cahaya seperti apa yang menuntun jiwa di malam tersunyi? Ia bukan cahaya lampu kamar, bukan pula cahaya layar gawai yang kita gunakan untuk mengusir sepi. Cahaya yang menuntun jiwa adalah cahaya yang tidak berasal dari luar, melainkan dari dalam. Ia lahir dari titik terdalam jiwa kita yang paling jernih.
Cahaya itu adalah fitrah, sebuah lentera kecil yang ditanamkan Tuhan sejak kita dilahirkan. Lentera itu sering redup karena tertutup debu dunia: keserakahan, iri hati, kebencian, penyesalan, dan luka yang tak terobati. Namun cahaya itu tidak pernah padam sepenuhnya. Ia selalu menunggu kita membersihkannya.
Al-Qur’an menggambarkan cahaya ini dengan indah:
“Allah adalah cahaya langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya adalah seperti sebuah lubang yang tidak tembus, di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang yang bercahaya...” (QS. An-Nur: 35).
Cahaya itu selalu ada, bahkan ketika dunia kita diliputi gelap. Ia hanya menunggu kita untuk menengoknya kembali.
Kisah Nyata: Malam Sunyi Sang Pencari
Seorang ulama besar, Imam Syafi’i, pernah dikenal sebagai sosok yang rajin menegakkan shalat malam. Beliau berkata, “Barangsiapa ingin hatinya terang, maka hendaklah ia memperbanyak shalat di malam hari.”
Dalam konteks modern, kisah serupa juga sering kita dengar. Ada seorang pemuda yang hidupnya bergelimang pesta dan hiruk pikuk kota. Namun pada suatu malam, ketika sendirian di kamar, ia merasa hampa. Tidak ada hiburan yang bisa menutupi kegelisahannya. Dalam keputusasaan, ia menyalakan lampu kecil, duduk, lalu mencoba berdoa meski sudah lama ia melupakan Tuhannya. Malam itu menjadi titik balik: air mata mengalir, dadanya lega, dan esoknya ia bertekad untuk hidup lebih bermakna.
Kisah-kisah ini mengingatkan kita bahwa malam tersunyi bukan akhir, melainkan awal. Di situlah cahaya sering kali menuntun jiwa kembali pada arah yang benar.