Mohon tunggu...
Ahmad Rusdiana
Ahmad Rusdiana Mohon Tunggu... Praktisi Pendidikan, Penulis, Peneliti, Pengabdi, Pendiri/Pembina YSDPAl-Misbah Cipadung Bandung-Pendiri Pembina Yayasan Tresna Bhakti Cinyasag-Panawangan-Ciamis Jawa Barat. Peraih Kontributor Terpopuler Tahun 2024 di Repositori UIN Bandung

"Kompasiana Best Fiction Award Explorer" 22/1/2025

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Shoft Skils Global vs Otoritas: Siapa Pemimpin yang Sebenarnya?

10 Oktober 2025   17:25 Diperbarui: 10 Oktober 2025   16:27 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Soft Skills Global vs Otoritas: Siapa Pemimpin Sebenarnya?

Oleh: A. Rusdiana

Semester Ganjil Tahun Akademik 2025/2026 menjadi momentum reflektif bagi dunia akademik. Di Program Studi Manajemen Pendidikan Islam (MPI), kegiatan perkuliahan dari Metode Penelitian di S1 hingga Manajemen Sumber Daya Pendidikan dan Sistem Informasi Manajemen Pendidikan di S2 diarahkan untuk membangun riset mini dan pengabdian nyata kepada lembaga pendidikan Islam. Pada 10 Oktober 2025, sesi kelima perkuliahan menyoroti topik Sistem Informasi Manajemen Kesiswaan. Tugas-tugas seperti Catatan Kuliah, Poster, dan Esai telah disubmit ke LMS, namun waktu penyampaian yang ideal (2 menit/mahasiswa) belum terpenuhi. Lebih jauh lagi, masih ada yang mengirim tugas masih ada yang ngaco belum sesuai Templet/sistem yang ditentkan. Tidak terkontrol oleh semuanya Ketua Kelompok-PJ-dan Kosma serta warga Kelas III/d. saya sebut “semua pada tidur yah”.

Sumber: model bukti pengiriman Tugas Mahasiswa/kuliah  Tampak mana yang terstandar dan tidak tersndar. Dimodifikasi (10/10/2025).
Sumber: model bukti pengiriman Tugas Mahasiswa/kuliah  Tampak mana yang terstandar dan tidak tersndar. Dimodifikasi (10/10/2025).

Fakta ini menunjukkan lemahnya koordinasi dan kolaborasi antar kelompok, meski peran ketua kelompok, KOSMA, dan PJ kelas sudah diberikan sepenuhnya. Fenomena ini menyingkap satu isu penting: kepemimpinan tanpa otoritas. Dalam konteks akademik, kemampuan mengatur, memotivasi, dan menginspirasi teman sejawat tanpa mengandalkan posisi formal adalah ujian sesungguhnya dari soft skills global.

Konsep ini sejalan dengan teori Job Demand–Job Resources (JD-R) yang menekankan pentingnya sumber daya sosial dan emosional dalam meningkatkan work engagement. Selain itu, Etienne Wenger melalui community of practice menegaskan bahwa pembelajaran efektif lahir dari kolaborasi dan partisipasi aktif dalam komunitas. Demikian pula, Vygotsky dengan teori social learning-nya mengingatkan bahwa pembelajaran terjadi melalui interaksi sosial yang bermakna. Islam sendiri telah menegaskan prinsip ini: “Apabila suatu pekerjaan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, tunggulah kehancurannya.” (HR. Bukhari).

Masih banyak dosen yang sekadar memberi tugas tanpa membimbing riset dan penulisan ilmiah, padahal keteladanan adalah inti pendidikan. Artikel ini bertujuan mengelaborasi pentingnya soft skills global dan kepemimpinan kolaboratif sebagai fondasi kepemimpinan akademik yang bermartabat dan berdaya saing global. Berikut  Lima Pilar Pembelajaran dari Kepemimpinan Tanpa Otoritas: 

Pilar Pertama: Belajar Memfasilitasi, Bukan Mendominasi; Kepemimpinan tanpa otoritas menuntut kemampuan memfasilitasi alur komunikasi dan kerja kelompok. Dosen berperan sebagai enabler, bukan penguasa ruang belajar. Mahasiswa dilatih untuk mendengar dan menegosiasi, bukan sekadar berbicara. Ketika seorang ketua kelompok mampu menuntun tanpa memerintah, maka budaya kepercayaan dan tanggung jawab sosial tumbuh alami.

Pilar 2: Kolaborasi Sebagai Kompetensi Global; Di era industri 4.0, kolaborasi lintas disiplin dan budaya menjadi soft skill utama. Dalam konteks MPI, kerja sama antar mahasiswa dalam menyiapkan laporan kinerja dan riset mini adalah cermin kesiapan mereka menghadapi dunia kerja. Kolaborasi mengajarkan pentingnya empati, koordinasi, dan komunikasi lintas peran inti dari global mindset.

Pilar Ketiga: Refleksi dan Akuntabilitas Diri; Setiap pemimpin sejati memulai dari diri sendiri. Ketua kelompok atau KOSMA yang reflektif mampu menilai kinerja timnya tanpa menyalahkan. Akuntabilitas bukan hanya soal laporan, tapi komitmen untuk terus belajar dari proses. Inilah bentuk leadership by influence, bukan leadership by control.

Pilar Keempat: Komunikasi Lintas Generasi dan Budaya Akademik; Mahasiswa S1 dan S2 MPI berada dalam satu ekosistem pembelajaran yang kaya generasi dan pengalaman. Kepemimpinan kolaboratif menuntut kemampuan komunikasi lintas generasi—antara mahasiswa muda dan yang berpengalaman agar tercipta knowledge sharing yang setara. Ini sejalan dengan semangat branding akademik, di mana reputasi dibangun bukan lewat gelar, melainkan kontribusi sosial dan intelektual.

Pilar Kelima: Spirit Pengabdian dalam Kepemimpinan; Kepemimpinan tanpa otoritas adalah wujud pengabdian. Ia tidak menuntut imbalan, melainkan hasil bersama. Dalam praktiknya, mahasiswa yang menjadi ketua kelompok atau KOSMA bukan hanya penanggung jawab administratif, tetapi teladan etika, disiplin, dan semangat belajar kolektif. Dari sinilah tumbuh calon pemimpin bangsa yang berjiwa servant leader.

Kepemimpinan kolaboratif menuntut keseimbangan antara kemampuan teknis dan empati sosial. Dalam konteks akademik, dosen harus menjadi fasilitator yang menumbuhkan soft skills global mahasiswa seperti komunikasi, kolaborasi, dan refleksi diri. Mahasiswa pun perlu mempraktikkan kepemimpinan tanpa otoritas dalam setiap kegiatan kelompok. Rekomendasi: 1) Kampus perlu memperkuat sistem mentoring berbasis kolaborasi, bukan hierarki; 3) Dosen wajib memberi contoh riset dan publikasi sebagai inspirasi, bukan hanya tuntutan; 4) Mahasiswa perlu didorong untuk menulis, berdiskusi, dan berbagi gagasan lintas media, termasuk Kompasiana, sebagai latihan kepemimpinan intelektual; 

Soft skills global dan kepemimpinan kolaboratif bukan sekadar tuntutan era digital, tetapi fondasi peradaban ilmu. Belajar memimpin tanpa otoritas berarti belajar menjadi manusia yang memerdekakan sesama dalam berpikir dan bertindak. Di sinilah letak nilai sejati pendidikan: mencetak pemimpin yang bukan berkuasa, tetapi berdaya dan memberdayakan. Wallahu A'lam.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun