Singer (Terampil Berdaya Saing): Pilar Pendidikan Gerbang Waluya Berlandaskan Wahyu, Lokal, dan Global Menuju Indonesia Emas 2045"
Oleh: A. Rusdiana
Di tengah arus revolusi industri 5.0, fenomena globalisasi dan digitalisasi mendorong bangsa Indonesia untuk menyiapkan generasi emas yang bukan hanya cerdas intelektual, tetapi juga berdaya saing, berkarakter, dan memiliki kepedulian sosial. Dalam konteks ini, konsep Singer (Terampil Berdaya Saing) menjadi penting sebagai bagian dari Gapura Panca Waluya dalam pendidikan holistik menuju insan kamil. Singer mencakup kemampuan praktis, sikap mawas diri, toleransi, menerima kritik, serta kasih sayang---sebuah refleksi nilai-nilai hamemayu hayuning bawana ajaran Ki Hadjar Dewantara dan keutamaan Raden Dewi Sartika dalam mendidik perempuan pribumi tahun 1904. Dalam konteks global, ini mendukung Sustainable Development Goals (SDGs), terutama tujuan pendidikan berkualitas dan kesetaraan gender. Menurut Rue dan Byars (1982) dalam pengelolaan pendidikan kontemporer, diperlukan pendekatan manajemen yang adaptif, integratif, dan kolaboratif untuk menghadapi tantangan global. Singer selaras dengan nilai-nilai Rasulullah SAW sidik, amanah, tabligh, fathonah yang membentuk karakter mulia. Sebagaimana tercantum dalam QS Al-Hujurat (49:13): "Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa."
Namun, terdapat gap antara literasi sastra dan implementasi pendidikan karakter di sekolah. Konsep Gerbang Waluya berlandaskan tut wuri handayani menekankan perlunya literasi sebagai media internalisasi nilai. Karena itu, pentingnya tulisan ini untuk mengajak para pendidik, pembuat kebijakan, dan masyarakat dalam memperkuat Singer sebagai modal daya saing bangsa.
Singer (Terampil Berdaya Saing) berdiri di atas 5 pilar paralelitas, yang memadukan filosofi pendidikan Gerbang Waluya, keutamaan Raden Dewi Sartika, ajaran Ki Hadjar Dewantara, SDGs, dan manajemen pendidikan menurut Rue dan Byars, serta nilai Rasulullah SAW:
Pertama: Pilar Mawas Diri; Singer menekankan pentingnya introspeksi diri, sebagaimana konsep muhasabah dalam Islam. Ini mencakup kesediaan menerima kritik untuk perbaikan diri. Sejalan dengan ajaran Rasulullah SAW dalam hadis riwayat Tirmidzi: "Orang yang cerdas adalah yang mampu mengoreksi dirinya." Dalam konteks pendidikan, pilar ini mengajarkan siswa dan guru untuk terbuka terhadap evaluasi diri demi peningkatan kompetensi.
Kedua: Pilar Toleransi dan Empati; Singer mengajarkan kemampuan menghargai perbedaan, selaras dengan hamemayu hayuning bawana untuk menjaga harmoni sosial. Menurut SDGs, toleransi berperan dalam menciptakan masyarakat damai dan inklusif. Dalam pendidikan kontemporer, ini diwujudkan lewat pembelajaran kolaboratif lintas budaya, sebagaimana ditekankan Rue dan Byars dalam teamwork education. QS Al-Hujurat ayat 13 menekankan bahwa Allah menciptakan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar saling mengenal, bukan saling membenci. Ini mencerminkan nilai Shiddiq dan Amanah, karena toleransi dan empati memerlukan kejujuran dalam memahami perbedaan dan dapat dipercaya dalam menjaga kerukunan. "Wahai manusia! Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal..."
Ketiga: Pilar Berkorban dan Mendahulukan Orang Lain; Spirit altruism ini selaras dengan nilai servant leadership Ki Hadjar Dewantara: "Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani." Pilar ini mengajarkan pentingnya mengutamakan kepentingan bersama, relevan dalam membangun kepemimpinan berorientasi sosial di era 5.0. Â QS Al-Hasyr ayat 9 menggambarkan sikap kaum Anshar yang mendahulukan kepentingan orang lain meskipun mereka sendiri dalam kesulitan. Ini mencerminkan nilai Amanah dan Tabligh, karena berkorban demi orang lain menunjukkan kepercayaan dan menyampaikan kebaikan kepada sesama. "Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan..."
Keempat: Pilar Kasih Sayang; Singer juga mencakup rasa cinta kasih terhadap sesama, sebagaimana hadis riwayat Bukhari: "Tidak beriman seseorang hingga dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri." Pilar ini mendukung penguatan wellbeing dalam pendidikan holistik, menumbuhkan kepedulian sosial melalui kegiatan berbasis layanan masyarakat. Hadis riwayat Muslim No. 2586 menyatakan bahwa perumpamaan kaum mukminin dalam kasih sayang dan kebersamaan seperti satu tubuh; jika satu anggota sakit, seluruh tubuh merasakannya. Ini mencerminkan nilai Shiddiq dan Fathonah, karena kasih sayang memerlukan kejujuran dalam perasaan dan kecerdasan dalam bertindak. "Perumpamaan kaum mukminin dalam saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi seperti satu tubuh; jika satu anggota sakit, seluruh tubuh merespons dengan demam dan tidak bisa tidur."
Kelima: Pilar Kompetensi Global dan Entrepreneurial; Singer menyiapkan generasi yang bukan hanya trampil secara vokasi tetapi juga memiliki entrepreneurial spirit dan global competence. Ini mendukung SDGs dalam pengembangan keahlian kerja. Menurut Rue dan Byars, pengelolaan pendidikan perlu menyiapkan lulusan adaptif dan inovatif untuk menghadapi perubahan cepat. QS Al-Mujadalah ayat 11 menyatakan bahwa Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan. Ini mencerminkan nilai Fathonah, karena kompetensi global dan semangat kewirausahaan memerlukan kecerdasan dan pengetahuan yang luas.