Mohon tunggu...
Ahmad Rusdiana
Ahmad Rusdiana Mohon Tunggu... Penulis - Praktisi Pendidikan, Peneliti, Pengabdian Kepada Masyarakat-Pendiri Pembina Yayasan Pendidikan Al-Misbah Cipadung Bandung- Pendiri Pembina Yayasan Tresna Bhakti Cinyasag-Panawangan-Ciamis Jawa Barat

Membaca dan Menulis Dengan Moto Belajar dan Mengabdi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menyonsong Era Bonus Demografi Indonesia 2030: Melalui Prinsip Talent Management System Machado 2017

22 Mei 2024   17:33 Diperbarui: 22 Mei 2024   17:43 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Soltius, Tersedia di  https://www.soltius.co.id/id/blog/pentingnya-penerapan

Menyonsong Era Bonus Demografi Indonesia 2030: Melalui Prinsip Talent Management System Machado 2017

Oleh: Ahmad Rusdiana

Indonesia akan segera memasuki era bonus demografi pada tahun 2030, di mana jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) akan mencapai puncaknya. Momen ini menawarkan peluang besar bagi pertumbuhan ekonomi jika sumber daya manusia (SDM) yang ada dapat dikelola dengan efektif. Oleh karena itu, penerapan Talent Management System (TMS) atau Sistem Manajemen Bakat menjadi sangat penting. TMS adalah strategi terpadu untuk mengelola kemampuan, kompetensi, dan kekuatan karyawan dalam sebuah organisasi/perusahaan atau lembaga  atau organisasi. Untuk memanfaatkan bonus demografi ini, organisasi di Indonesia perlu menerapkan prinsip-prinsip TMS dengan baik. Artikel ini akan mengkaji enam prinsip utama TMS menurut Machado (2017) dan bagaimana penerapannya di Indonesia dalam konteks bonus demografi. Yu kita kupas satu persatu:

Pertama: Selaras dengan Strategi (Alignment With Strategy); Setiap organisasi harus memastikan bahwa manajemen bakat selaras dengan strategi bisnis yang telah ditetapkan. Di era bonus demografi, organisasi/perusahaan atau lembaga  di Indonesia harus fokus pada industri-industri yang memiliki potensi pertumbuhan tinggi seperti teknologi, manufaktur, dan jasa. Dengan demikian, pengembangan bakat harus diarahkan untuk memenuhi kebutuhan strategis ini. Misalnya, program pelatihan dan pengembangan harus difokuskan pada keterampilan teknologi digital dan manajemen yang diperlukan untuk mendukung transformasi industri 4.0 di Indonesia.

Kedua: Konsistensi Internal (Internal Consistency); Konsistensi internal dalam manajemen bakat berarti bahwa semua praktik dan kebijakan terkait bakat harus terintegrasi dan mendukung satu sama lain. Di Indonesia, ini berarti membangun sistem yang harmonis mulai dari rekrutmen, pengembangan, hingga retensi karyawan. Penggunaan teknologi HRIS (Human Resource Information System) dapat membantu memastikan bahwa data dan proses manajemen bakat konsisten dan terkoordinasi dengan baik di seluruh organisasi.


Ketiga; Penguatan Budaya (Cultural Embeddedness); Budaya organisasi/perusahaan atau lembaga  yang kuat dapat membantu menarik dan mempertahankan bakat. Di Indonesia, organisasi/perusahaan atau lembaga  harus mengembangkan budaya kerja yang inklusif dan kolaboratif, menghargai keragaman, serta mempromosikan nilai-nilai lokal yang positif. Mengintegrasikan nilai-nilai gotong royong dan kebersamaan ke dalam budaya organisasi/perusahaan atau lembaga  dapat meningkatkan keterikatan karyawan dan mendorong mereka untuk berkontribusi lebih baik.

Keempat: Keterlibatan Manajemen (Management Involvement); Manajemen puncak harus terlibat aktif dalam semua aspek manajemen bakat. Di Indonesia, keterlibatan ini bisa diwujudkan melalui mentoring dan coaching oleh eksekutif senior, serta pengawasan langsung terhadap program pengembangan karyawan. Komitmen manajemen terhadap pengembangan bakat dapat memberikan inspirasi dan motivasi bagi karyawan untuk berprestasi lebih baik.

Kelima: Keseimbangan antara Kebutuhan Global dan Lokal (Balance Between Global and Local Needs); Organisasi/perusahaan atau lembaga  multinasional di Indonesia harus menemukan keseimbangan antara standar global dan kebutuhan lokal. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadaptasi program pengembangan bakat global agar sesuai dengan konteks lokal Indonesia. Misalnya, program pelatihan global dapat disesuaikan dengan kondisi pasar kerja dan budaya kerja Indonesia, sehingga lebih relevan dan efektif. Keenam: Branding Organisasi/perusahaan atau lembaga Melalui Diferensiasi (Employer Branding Through Differentiation); Untuk menarik bakat terbaik, organisasi/perusahaan atau lembaga  harus membangun citra sebagai tempat kerja yang menarik. Di Indonesia, ini bisa dicapai dengan menonjolkan keunikan organisasi/perusahaan atau lembaga  dalam hal budaya kerja, kesempatan pengembangan karir, dan kesejahteraan karyawan. Misalnya, organisasi/perusahaan atau lembaga  bisa mempromosikan program keseimbangan kerja-hidup yang baik atau peluang karir internasional sebagai bagian dari strategi branding.

Endingnya, memasuki era bonus demografi 2030, Indonesia memiliki peluang besar untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui pengelolaan bakat yang efektif. Penerapan prinsip-prinsip Talent Management System seperti yang diuraikan oleh Machado (2017) dapat membantu organisasi/perusahaan atau lembaga  di Indonesia memaksimalkan potensi SDM mereka. Dengan strategi yang selaras, konsistensi internal, penguatan budaya, keterlibatan manajemen, keseimbangan kebutuhan global dan lokal, serta branding organisasi/perusahaan atau lembaga yang kuat, Indonesia dapat memanfaatkan bonus demografi ini untuk mencapai kemajuan ekonomi yang signifikan. Wallahu A'lam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun