Mohon tunggu...
Ahmad Sofian
Ahmad Sofian Mohon Tunggu... Dosen -

Ahmad Sofian. senang jalan-jalan, suka makanan tradisional dan ngopi di pinggir jalan :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kekerasan Seksual terhadap Pekerja Anak Jermal di Pantai Timur Sumatera Utara

19 April 2011   09:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:38 4600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Proses Kerja Buruh Jermal

Dalam setiap jermal, jumlah buruh yang bekerja berkisar 10-16 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 4-9 berumur antara 11-16 tahun. Selain buruh, di jermal ini terdapat seorang mandor dan dua orang wakil mandor yang senantiasa mengawasi kerja para buruh.

Jam kerja buruh di jermal ini tidak teratur dan sangat tergantung pada musim, apakah musim pasang hidup (banyak ikan) atau pasang mati (ikan sedikit dan ombak besar). Bila musim pasang hidup, jam kerja buruh jermal biasanya dimulai pukul 02.00 dini hari sampai pukul 20.00 malam. Bila musim pasang mati, mereka bekerja mulai pukul 07.00 pagi sampai dengan pukul 15.00 sore.

Kerja yang mereka lakukan adalah memutar jaring dengan katrol tangan dan ini disebut dengan penggilingan. Jaring ini digiling oleh seluruh buruh jermal, masing-masing memegang katrol tangan. Pada bangunan jermal biasanya terdapat 10-15 katrol dan ini digiling dalam waktu bersamaan. Keselamatan buruh jermal sangat tergantung pada kerja sama dengan buruh-buruh yang lain dalam melakukan penggilingan, sebab pada suatu saat mereka bisa tercampak ke laut atau terkena hantaman katrol yang dipegangnya. Pernah pada tahun 1995, seorang buruh jermal yang bekerja di Labuhan Bilik, Kab. Labuhan Batu tercampak ke laut terkena hantaman katrol dan nasib si buruh sangat tragis, tenggelam di laut.

Selain proses penggilingan yang dilakukan setiap dua jam sekali, buruh juga diharuskan menyortir (memilah) ikan-ikan yang telah ditangkap, kemudian ikan tersebut direbus dan dijemur. Demikian proses ini dilakukan terus menerus setiap hari. Dengan proses ini, waktu istirahat buruh sangat minim.

Dengan beban kerja yang besar, seharusnya pemilik jermal, memperhatikan kesejahteran buruh. Namun, kenyataannya tidak. Sayur, cabe dan bawang didrop dari darat dengan interval waktu dua minggu sekali. Hal ini hanya cukup untuk keperluan 4-5 hari dan selebihnya para buruh hanya makan nasi dengan ikan atau cumi-cumi.

Ikan yang mereka santap hanyalah ikan tertentu yang diizinkan ditangkap oleh mandor. Bila mereka ketahuan memakan ikan yang dilarang (biasanya jenis ikan kerapu, kakap, dan tongkol), upahnya dipotong.

Besarnya upah yang mereka terima sangat tidak sesuai dengan beban kerja yang tinggi dan risiko kerja yang berbahaya. Para buruh jermal hanya diupah berkisar antara Rp. 75.000-Rp.120.000 (US$ 7,5-12), tergantung pada lamanya si buruh bekerja dan kemurahan hati pemilik jermal. Upah tersebut baru mereka terima setelah bekerja tiga bulan.

Selang waktu tiga bulan ini dibolehkan untuk pulang beristirahat selama beberapa hari. Yang boleh pulang ke darat sangat sedikit yang mau kembali lagi ke jermal sehingga untuk mengisi kekosongan jermal, pemilik jermal membayar calo untuk mencari buruh anak yang akan dipekerjakan di jermal.

Calo ini menggunakan segala cara agar calon buruh mau bekerja di jermal, misalnya dengan mengelabui akan dipekerjakan di pabrik dan sebagainya. Untuk mempermudah kerjanya, biasanya calo juga mencari anak jalanan di terminal dengan iming-iming upah besar.

Pengetahuan, Nilai-nilai dan Perilaku Seksual

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun