Mohon tunggu...
Ahmad Sofian
Ahmad Sofian Mohon Tunggu... Dosen -

Ahmad Sofian. senang jalan-jalan, suka makanan tradisional dan ngopi di pinggir jalan :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kekerasan Seksual terhadap Pekerja Anak Jermal di Pantai Timur Sumatera Utara

19 April 2011   09:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:38 4600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di jermal, lingkungan pekerjaan juga tidak mampu memunculkan seorang figur yang layak dipilih sebagai model atau orang penting (significant person). Model artinya, terdapatnya orang dewasa yang dapat dipercaya oleh anak-anak secara maksimal dan dapat pula dijadikan mereka sebagai teladan dalam menata tingkah laku pribadi dan sosial, yang menyangkut moral secara kognitif.

Dalam kajian psikologi anak, kehadiran significant person ini amat dibutuhkan dalam perkembangan anak, khususnya bagi pembentukan kepribadiannya. Dalam kehidupan para pekerja anak jermal di Pantai Timur Sumatera, pengetahuan tentang seksualitas pada umumnya mereka peroleh berdasarkan atas apa yang mereka lihat, dengar, dan rasakan. Perilaku mereka cenderung meniru yang terlihat dan terdengar.

Salah seorang pekerja anak, sebut saja Bakriman (14 tahun) berkata sebagai berikut: "Kalau yang dinamakan seks itu ya... seperti ciuman, ngocok (onani), 'main' (bersetubuh). Dan itu enak Bang. Tapi kalau di sini yang bisa hanya ngocok, habis nggak ada perempuan. Kalau aku nggak tahan lagi. Langsung aja ke belakang buka celana dan..." kata Bakriman tidak meneruskan kalimatnya melainkan tertawa.

Sementara itu nilai-nilai seksual yang dipahami oleh pekerja anak-anak jermal relatif terbatas dan sangat sederhana. Disebut terbatas karena seks dipahami sekedar perilaku berupa aktivitas hubungan kelamin (coitus) yang dilakukan oleh pria dan wanita.

Itupun dipahami dalam bahasa 'pasaran' (menurut lidah orang Sumatera Utara berarti bahasa yang terkesan kasar bagi telinga orang terpelajar). Disebut sederhana karena seks dianggap sebagai bentuk pergaulan yang hanya menjadi milik orang dewasa atau mereka yang telah menikah.

Hal di luar coitus (hubungan seksualitas yang umum) seperti anal seks, oral seks atau aspek lain seputar seks seperti kesehatan reproduksi, gender, sensualitas, ketertarikan terhadap lawan jenis, pubertas dan nilai-nilai lain justru dipahami sebagai bagian yang berdiri sendiri, dan itu dianggapnya bukan seks.

Situasi demikian rupa dipengaruhi oleh latar belakang sosiologis saat anak-anak belum bekerja di jermal. Mereka yang terserap bekerja di jermal berasal dari lingkungan sosial yang rendah, pendidikan yang rendah, marjinal secara ekonomi dan minim pengetahuan tentang moralitas dan etika, khususnya yang berkaitan tentang seks. Pengetahuan tentang seks saat mereka masih berada di darat hanya berpijak pada pengetahuan yang diserap dari pembicaraan teman sebaya buku porno, tayangan filem di televisi atau video, celotehan tukang obat dan cerita dari kedai kopi tentang seks secara terpenggal-penggal. Seperangkat nilai dan norma tentang seks tersebut terbentuk melalui proses pergaulan.

Pekerja anak jermal cenderung longgar terhadap nilai dan norma kehidupan. Mereka tidak pernah melakukan kegiatan ritual keagamaan. Ucapan yang dilontarkan sehari-hari cenderung jorok dan kurang sopan. Demikian juga dengan sikap mereka terhadap orang asing. Latar belakangnya ialah karena mereka tidak dididik oleh orang tua atau guru mereka saat berada di darat. Para pekerja anak jermal belajar dari teman-teman dan orang dewasa, baik pada saat mereka ada di darat maupun melalui pembicaraan antar individu di jermal.

Bagi yang beragama Islam, mengerjakan rukun Islam dan mendengarkan ceramah agama tidak dilakukan. Aktivitas kerja yang padat dan tidak terdengarnya panggilan azan di jermal membuat mereka lupa beribadah. Begitu juga dengan mereka yang beragam Kristen. Mereka tidak lagi bisa ke gereja atau beribadah sesuai dengan ajaran agamanya.

Pekerja anak jermal cenderung sensitif untuk mengekspresikan apa pun hal-hal yang mereka lihat dari televisi, filem, dan kejadian-kejadian di darat.

Lebih dari itu, seperangkat nilai mereka buat berdasarkan persepsi dan pengalaman selama bekeja di jermal, yang berbeda satu dengan lainnya. Oleh karenanya, setiap individu mengidentifikasikan dirinya menurut nilai mereka sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun