Seharian dia terpanggang matahari
Dari saat ufuk menjelang sampai sore menenteng malam
Mengukur jalan  tak pernah puas dan berharap menetas
Harapan poin dan juga receh terkumpul untuk Si Deden yang memelas
Seharian menanggung haus , lapar dan keringat yang terus mengucur
Berlabuh debu dan juga asap knalpot di ujung hidung
Hanya sebuah sapu tangan penutup wajah dan jaket hijau penghalang panas
Hanya sepasang sepatu kumal dan juga sebungkus nasi rames penunda lapar
Berselonjor kaki usai maghrib, pertanda bahagia mendapat jamuan gratis
Dari anak-anak muda yang hendak mendaki syurga
Dengan pemberian sekedarnya, penanda cinta pada Tuhannya
Ah, segelas teh manis penghilang duka sehari ini saja
Berfikir berapa rupiah telah ada di celengen tanah
Rasanya belum cukup untuk si Sri , Deden, Â si Atong dan si Endah
Selepas dzikir maghrib , tenaga harus terkumpul
Menggenjot roda , mengumpul nafkahÂ
Apakah harus mudik dengan segumpal penghasilan ?
Cukupkah naik kereta atau bis di jalan ?
Apakah tak malu bila ditanya paman?
Sudah punya apa di kota untuk masa depan ?