Mohon tunggu...
Agya Aghniya Mafaza
Agya Aghniya Mafaza Mohon Tunggu... Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga NIM: 2410730096

Menulis untuk memahami, mendengar untuk merasakan dan berbagi untuk menginspirasi.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Pagi yang Biasa-Biasa Saja, Tapi Bikin Kita Bertahan Seharian

14 Mei 2025   07:30 Diperbarui: 14 Mei 2025   07:30 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Foto: Halaman Kos Penulis di Pagi Hari (Dokumentasi Pribadi)

Tidak semua pagi harus diawali dengan motivasi tinggi atau semangat membara. Banyak dari kita justru menjalani pagi secara biasa saja. Bangun, duduk sebentar, membuka tirai, lalu menyeduh air panas. Tidak ada hal luar biasa yang terjadi, tapi entah bagaimana, pagi seperti itu bisa membuat kita bertahan menjalani hari.

Bagi sebagian orang, pagi adalah waktu paling tenang. Belum banyak notifikasi masuk, belum banyak suara kendaraan, dan belum ada target yang perlu dicapai. Pagi menjadi ruang hening yang jarang didapat di waktu lain. Meskipun rutinitasnya sederhana, ia memberi rasa stabil yang menenangkan.

Saya sendiri tidak punya ritual khusus di pagi hari. Biasanya hanya minum air hangat, menyapu lantai kamar, dan menyalakan playlist lagu yang lembut. Tapi justru rutinitas sederhana itu yang membuat saya merasa siap menghadapi hari. Tidak tergesa, tidak juga penuh tekanan. Cukup ada waktu untuk merasa hadir.

Belakangan ini, saya mulai mencoba jalan pagi. Tidak jauh, hanya memutari blok di sekitar kos saya. Rasanya seperti menyapa hari tanpa terburu-buru. Udara pagi yang masih segar, suara burung yang sesekali terdengar, dan langkah kaki yang pelan. Semuanya membuat saya merasa lebih terhubung dengan sekitar.

Kadang-kadang, saya berpapasan dengan tetangga yang juga baru keluar rumah. Tidak ada percakapan panjang, hanya senyum kecil atau anggukan kepala. Tapi justru dalam interaksi sesederhana itu, ada kehangatan yang sulit ditemukan ketika hari sudah terlalu sibuk. Pagi menciptakan ruang untuk melihat manusia lain tanpa distraksi. Tanpa ponsel, tanpa kegiatan berat, tanpa tergesa.

Saya pernah membaca, bahwa pagi hari adalah waktu terbaik untuk mengatur ulang emosi. Bukan hanya karena tubuh masih segar, tapi karena pagi memberi kesempatan untuk memulai ulang, sekalipun kemarin terasa berat. Mungkin itu sebabnya banyak orang menyukai pagi, bukan karena cahaya mataharinya, tapi karena harapan kecil yang datang bersamanya.

Dan lucunya, rutinitas kecil seperti jalan pagi atau menyeduh teh hangat sering kali terasa sepele jika dilihat dari luar. Tapi bagi sebagian orang, itu adalah bentuk perawatan diri. Cara sederhana untuk tetap waras. Untuk tetap hadir, walau kadang hati sedang tidak sepenuhnya baik-baik saja.

Perubahan ritme hidup juga membuat saya melihat pagi secara berbeda. Dulu, pagi hanya terasa seperti momen buru-buru: bangun telat, panik karena kelas sudah hampir mulai, dan sarapan seadanya kalau sempat. Tapi belakangan, sejak saya mulai belajar lebih pelan-pelan menjalani hari, saya jadi menyadari bahwa pagi menyimpan banyak hal kecil yang menenangkan. Bau roti panggang dari kamar sebelah, suara ibu kos menyapu halaman, atau sinar matahari yang menyelinap masuk dari jendela kecil kamar saya, hal-hal sederhana itu sekarang terasa seperti tanda bahwa hari bisa dimulai dengan tenang.

Saya juga jadi lebih sering duduk sebentar di balkon kos, hanya membawa air hangat dan headset kecil. Di momen itu, saya bisa melihat jalan kecil di depan kos mulai ramai perlahan, dengan anak-anak sekolah berjalan sambil setengah ngantuk, dan bapak-bapak membawa motor ke arah pasar. Rasanya seperti saya sedang diberi waktu untuk mengamati dunia dari pinggir, tanpa perlu langsung ikut berlari.

Seorang teman dekat saya punya kebiasaan yang mirip. Setiap pagi, dia selalu menyempatkan diri membeli sarapan di warung dekat kos, bukan karena lapar, tapi karena ingin menyapa ibu penjual dan mendengar sedikit cerita pagi. Katanya, pagi bukan cuma soal rutinitas, tapi juga momen kecil yang membantunya merasa terhubung dengan sekitar. Dari situ, saya belajar bahwa pagi bisa menjadi ruang untuk merasa tidak sendirian, meskipun jauh dari rumah.

Ada juga teman saya yang punya kebiasaan menulis satu-dua kalimat setiap pagi di catatan ponselnya. Bukan journaling serius yang panjang, cuma kalimat pendek tentang apa yang sedang ia rasakan saat itu. Kadang sesederhana, “Aku capek hari ini tapi masih mau coba pelan-pelan,” atau “Entah kenapa aku sedih hari ini, tapi nggak tahu alasannya.”

Katanya, itu caranya mengingat kalau dirinya masih hidup, masih merasa sesuatu. Dan saya pikir, itu hal yang lembut sekaligus penting. Soalnya nggak semua pagi harus diawali dengan target besar, kadang cukup tahu bahwa kita masih bisa merasa, itu pun udah cukup.

Pagi, dalam bentuk yang paling sederhana, adalah momen kehadiran. Hadir untuk diri sendiri, hadir di kamar kos yang kecil tapi hangat, hadir untuk menyadari bahwa kita masih diberi kesempatan satu hari lagi. Dan di usia yang sibuk dengan tuntutan, perkuliahan, tugas, dan rasa cemas soal masa depan, mungkin itu adalah bentuk rasa syukur yang paling nyata: bisa membuka mata, dan tahu bahwa kita masih bisa memulai.

Jadi, kalau kamu merasa pagimu belum seproduktif orang lain, atau belum seberwarna seperti yang kamu lihat di media sosial, itu tidak apa-apa. Pagi milikmu tetap sah, tetap berarti. Karena yang paling penting bukan apa yang kamu capai saat itu, tapi bagaimana kamu hadir, meski hanya sebentar. Hadir untuk diri sendiri, di tengah dunia yang sering membuat kita merasa harus terus berlari.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun