Mohon tunggu...
Agustina Purwantini
Agustina Purwantini Mohon Tunggu... Aktif pula di blog pribadi www.tinbejogja.com

Pada dasarnya full time blogger, sedang belajar jadi content creator, kadang jadi editor naskah, suka buku, serta hobi blusukan ke tempat heritage dan unik.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lho, Kita 'Kan Keluarga

22 Maret 2025   23:29 Diperbarui: 22 Maret 2025   23:29 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Gimana ya rasanya jalan-jalan dan makan-makan bareng keluarga seperti itu? Beramai-ramai. Lihat-lihat baju bareng. Makan ramai-ramai di mal," celetukku demi menyaksikan pengunjung mal hilir-mudik di selasar.

Tatkala itu aku dan Diba sedang duduk di sebuah depot makanan Jepang di sebuah mal. Di depan kami telah tersedia makanan dan minuman yang siap disantap begitu azan Magrib tiba. Hari itu kami memang sengaja buka puasa di mal. Sebagai selinganlah, ya. Biasanya kami 'kan bukber di masjid dekat rumah.

"Kita 'kan keluarga," sahut Diba dengan nada dingin.

"Eh?! Oiya, ya? Kita juga keluarga. Oalah lupa. Hahahaha!"

Seketika tawaku meledak. Aku pun makin terpingkal-pingkal manakala melihat ekspresi wajah Diba. Lempeng amat?!

"HAHAHAHA!"

"Sttt, sttt. Jangan berisik. Diliatin orang-orang," ujar Diba dengan sorot mata tajam.

"Hehehe. Iya, iya hihihi." 

Menakjubkan. Bisa-bisanya dia sama sekali tak ikut tertawa bersamaku. Sedalam itukah rasa tersinggungnya? Gara-gara aku tadi lupa kalau kami punya ikatan keluarga? Duh, duh. Maafkan, maafkan. Bukan maksudku untuk tidak mengakuimu sebagai anak, Dib. Batinku.

"Gitu aja kok ketawanya enggak selesai-selesai. Berlebihan." 

"Hahahhaha!" Tak ayal lagi ketawaku malah kembali pecah sebab perkataan Diba barusan. Woilah, padahal sebetulnya aku sudah mulai baper dan berusaha berempati.

"Astagaaa. Malah ketawa keras lagi. Sttt, sttt. Itu lho, sampai ada yang nengok."

Melihat Diba melotot aku sambil menahan tawa berkata, "Iya, iya. Ini berusaha diam."

"Ya ampun, Bunda! Ketawaaa terus, padahal enggak ada yang lucu."

"Adaaa. Adaaa. Ekspresimu yang lucu hehehe."

Diba membelalakkan mata. Sebelum dia kembali membuka mulut, aku cepat-cepat berkata, "Tenang, tenang. Terkadang tersebab oleh keadaan, kita lupa bahwa orang yang duduk persis di sebelah kita adalah keluarga kita. Sepintas lalu tampaknya keterlaluan, tapi mau gimana lagi? Namanya saja lupa."

Diba mendengus kesal. 

"Lupa itu tidak ingat, Dib. Terlebih kalau di depan mata berseliweran keluarga-keluarga dengan jumlah anggota minimal 4 orang. Sementara kapan pun dan di mana pun, selalunya kita cuma berdua. Iya 'kan?" Rayuku panjang lebar. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun