Pembukaan: Pemicu Diskusi, Ketusnya Soimah
Belakangan, sebuah potongan podcast Raditya Dika kembali menggelinding di media sosial. Soimah, dengan gaya bicara khasnya yang ceplas-ceplos, menegaskan bahwa dirinya tak segan bersikap ketus pada calon menantunya.Â
Judes? Mungkin, hehe... Tapi justru itulah yang memantik perbincangan hangat: Kalau calon mertua bersikap ketus, apakah hubungan harus tetap dilanjutkan, atau sebaiknya mundur sebelum terluka lebih jauh?
Pertanyaan ini terdengar sederhana, tapi menyentuh lapisan yang lebih dalam menyangkut relasi antarmanusia, restu keluarga, dan cara kita memilih pasangan hidup.
Kearifan Lokal Dan, Din, Dun
Di tanah kelahiran saya, ada kearifan lama yang masih sering dijadikan patokan dalam menimbang jodoh, dikenal dengan istilah Dan, Din, Dun.
- Dan (Dandanan): merujuk pada rupa, termasuk penampilan serta kerapian diri yang mencerminkan penghargaan terhadap diri juga orang lain.
- Din (Agama/Pribadi): merujuk pada karakter kepribadian, kesolehan, dan asal-usul yang baik.
- Dun (Duniawi): merujuk pada harta, pekerjaan, dan kemandirian finansial.
Bagi banyak keluarga tradisional, pasangan yang ideal adalah yang memenuhi ketiga kriteria itu. Tapi, jika harus memilih yang paling utama, banyak orang termasuk keluarga saya lebih mengutamakan Din: pribadi dan akhlak.