- Din bukan sekadar label agama, tetapi integritas, kejujuran, dan kedewasaan.
Contohnya, pasangan yang berani berkata jujur meski pahit, menepati janji, dan mampu menenangkan ketika konflik. Itulah Din yang sesungguhnya.
- Dun bukan sekadar harta, tetapi kemampuan berdaya, mengelola hidup, dan tidak membebani pasangan.
Ada orang yang mungkin penghasilannya sederhana, tetapi ia pandai mengatur keuangan, mau bekerja keras, dan tidak lari dari tanggung jawab.
Dengan tafsir ini, kearifan lokal tetap relevan sekaligus lebih manusiawi, tidak mengekang. Ia memberi ruang bagi pasangan untuk tumbuh bersama, bukan sekadar terpaku pada kriteria kaku yang diturunkan masa lalu.
Lanjut atau Tinggalin?
Pertanyaan dari tantangan menulis Kompasiana "Dapat calon mertua ketus, lanjutin atau tinggalin?" jawabannya bisa berbeda pada tiap orang.
- Jika mertua hanya mengetes dengan sikap ketusnya, mungkin ada ruang untuk membuktikan kesungguhan.
- Jika ketus berubah jadi penolakan keras tanpa alasan bijak, setiap pasangan berhak mengevaluasi: apakah hubungan ini sehat untuk jangka panjang?
Karena pada hakikatnya, pernikahan bukan sekadar menyatukan dua insan, tetapi juga dua keluarga. Restu orangtua dan kebahagiaan anak adalah dua sisi mata uang yang saling menguatkan.
Menjaga Warisan, Membaca Zaman