Mohon tunggu...
Agus Subali
Agus Subali Mohon Tunggu... Guru - Penikmat keheningan.

Belajar Untuk Kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Bumi Macam Apa yang akan Kita Wariskan buat Anak Cucu Kita?

7 Oktober 2021   07:50 Diperbarui: 7 Oktober 2021   07:54 1040
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada banyak energi yang digunakan untuk mempermudah kehidupan: cara menghasilkan makanan dan tuntutan untuk membuat nyaman hidup. Manusia menggunakan energi yang melebihi apa yang bisa diregenerasi Bumi. Dari sinilah mulai muncul masalah ketidakseimbangan ekosistem.

Peradaban manusia adalah sebab utamanya: industrialisasi, pemakaian kendaraan bermotor, pembakaran lahan, alih fungsi Hutan Hujan Tropis untuk tanaman perkebunan, aktivitas harian berbasis listrik, semua itu meningkatkan pembakaran karbon.

Pada akhirnya melepas Karbon dioksida (CO2),  Karbon monoksida (CO), Metana (CH4), Nitro oksida (N2O), Hydrofluorocarbons (HFCs), Perfluorocarbons (PFCs) dan Sulfur hexafluoride (SF6) ke udara. Zat tersebut penyebab terjadinya efek rumah kaca (green house effect). Sebuah fenomena terperangkapnya cahaya matahari sehingga menjadikan bumi semakin panas. Global warming terjadi. Es di kutub mencair. Suhu di lautan berubah. Aliran udara terganggu. Maka terjadi perubahan iklim.

Meningkatnya suhu akan mendorong tersingkapnya lapisan es di kutub. Hal ini  bukan perkara sederhana. Selain akan menenggelamkan ribuan pulau, mencairnya es di kutub seperti membuka lubang pelepasan gas yang sebelumnya terperangkap. Gas metana yang selama ribuan tahun terperangkap di dalam es akan terlepas ke udara. Gas metana 21x lebih berbahaya dibanding CO2.

Upaya Pencegahan

Pada 2015, kepala negara di dunia berkumpul di Paris. Dalam pertemuan tersebut disepakati bahwa setiap negara harus melakukan Net-Zero Emission pada tahun 2050. Kesepakatan tersebut mendorong setiap negara--termasuk Indonesia--untuk beralih ke energi ramah lingkungan. Mengganti bahan bakar fosil yang merusak ke sumber energi bersih seperti PLTS, PLTA dan lainnya.

Perubahan iklim adalah bencana bagi semua spesies di Bumi. Pencegahannya yang paling efektif adalah dengan gerakan bersama. Ditingkat kebijakan negara. Menurut studi yang dilakukan oleh The Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), sebesar 65% emisi gas rumah kaca diakibatkan aktivitas industri dan konsumsi bahan bakar fossil. Maka dibutuhkan adanya sebuah kebijakan untuk membatasi atau mengganti ke energi terbarukan atau yang lebih ramah lingkungan.

Mengubah Sudut Pandang

Pikiran manusia harus diubah. Karena tindakan manusia awalnya dimulai di pikiran. Timbul pertanyaan; mengapa manusia mencederai alam? Sebabnya manusia tidak memahami posisi dirinya sendiri. Pikirannya salah memposisikan dirinya sebagai organisme Bumi.

Manusia berada di puncak rantai makanan. Kasta tertinggi spesies yang menyebabkan dirinya merasa paling layak mengonsumsi sumber daya apa pun. Merasa sebagai raja inilah sumber keserakahan.

Harus ada sebuah revolusi kesadaran bahwa manusia hanya bagian dari ekosistem. Maka perannya sama saja dengan tokek, semut, trenggiling, ular phyton, lebah atau curut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun