Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apokalips: Sebuah Ramalan yang Kita Buat Sendiri

13 April 2024   08:56 Diperbarui: 13 April 2024   11:32 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://id.postermywall.com/

Hampir tiga tahun lalu, saat scrolling linimasa di Twitter, mata terantuk pada sebuah poster yang super lucu. Temanya Ant Apocalypse. Sebuah nubuat tentang semut akan menguasai dunia. Kita, ras manusia, akan menjadi budak mereka. Kita akan hidup di bawah tirani yang akan membuat kita begitu menderita, sekaligus teramat hina, sebab terpaksa hidup dalam penindasan hewan yang selama ini dianggap kecil, imut dan tidak signifikan: semut.

Semua ini terjadi karena kesalahan manusia membiarkan semut belajar. Membiarkan mereka menjadi cerdas dan berpengetahuan. Sementara itu, kita tahu bahwa pengetahuan adalah kuasa dan sejarah mengajarkan bila kekuasaan menjadikan pemiliknya korup, jahat, lalim dan loba. Semut yang dirasuki virus korup tidak pernah mengenal kata cukup. Ia menginginkan dunia berada dalam kuasanya. Dunia pun jatuh ke dalam rejim semut jahat. Sejarah kemanusiaan secara perlahan namun pasti memasuki malam tergelapnya di bawah tirani para semut. Semua ini terjadi gara-gara kecerobohan kita, ras manusia yang membiarkan makanan dibawa masuk ke perpustakaan. Gara-gara kita tidak mengacuhkan orakel yang disampaikan para penjaga kuil pengetahuan, yakni para pustakawan. 

Siapa pembuat redaksi kalimat apokaliptik ini, sampai sekarang belum ditahui. Hanya saja bisa dipastikan bila para pustakawan di seluruh permukaan Bumi mengamini akan betapa pentingnya untuk tidak membawa makanan ke dalam perpustakaan. Hemat saya, tidak terlalu berlebihan untuk menyebut kalimat dalam poster ini sebagai salah satu 'hal cerdas terlucu' atau 'hal lucu tercerdas' yang bisa diciptakan oleh seorang pustakwan.

Di balik kelucuan tersirat rasa khawatir, dan itu dipicu oleh sebuah film yang saya tonton jauh sebelumnya. Sebuah science apocalypse

Genisys

Tidak kurang dari tujuh tahun sebelum menemukan poster Ant Apocalyse, kecemasan seperti ini sudah saya rasakan saat menonton film Terminator Genisys. Kata-kata "Remember, Genisys is Skynet," yang diulang-ulang oleh Kyle Rees kepada versi dirinya yang masih muda mengingatkan akan science apocalyse saat kecerdasan buatan yang dibuat manusia berevolusi untuk kemudian mendapatkan 'kesadaran' sendiri yang akhirnya membebaskan diri mereka dari kuasa para pencipta mereka, manusia.

Setiap kali ruang diskusi tentang artificial intelligence atau kecerdasan buatan dibuka, saya selalu mendapatkan kesan bahwa kita sedang melakukan 'pemberontakan' dalam upaya membebaskan diri kita dari hegemoni Sang Pencipta. Manusia berusaha untuk meyakinkan diri bahwa kita bisa mandiri sebagai entitas dengan kehendak bebas yang bersifat mutlak. Inilah gagasan pemberontakan yang kemudian mengilhami nubatan tentang pemberontakan entitas berkecerdasan buatan -- dan bahkan semut di sudut-sudut perpustakaan.

Kata Genisys memiliki ruang sendiri dalam ruang diskusi. "Judul 'Genisys' mengacu pada 'SYS', sebuah istilah komputer yang mengacu pada "Sistem" atau file-file penting yang menjadi tumpuan sistem untuk berfungsi dengan baik, serta 'genesis', sebuah permulaan atau permulaan (dalam konteksnya, inti dari cerita ini bergantung pada perjalanan waktu menuju tempat dimulainya perang)," tulis laman Computer Animation History.  Sementara menurut sang produser film, David Ellison, seperti dikutip Meredith Woerner dalam Why was 'Terminator Genisys' spelled with a 'Y'? menjelasakan, "kami bermain-main dengan kata-kata ala Google. Dan itu mengacu pada genesis, yang mengacu pada singularitas dan hibrida manusia-mesin yang akhirnya dimulai oleh John Connor. Selain itu, jika Anda mengucapkannya dengan cara yang berbeda, hal itu menandakan awal yang baru. Jadi, ini adalah semacam permainan kata-kata dan tidak ada maksud lain selain itu."

Genisys sendiri terdiri dari dua kata gene (gen) atau geni (jin, makhluk supernatural, genius) dan sys (kependekan dari sistem). Kata ini menyiratkan klaim kedigdayaan manusia yang bisa 'menyaingi' Tuhan sebagai Pencipta mereka. Hal ini juga secara permainan kata didekatkan dengan istilah Biblikal, genesis, yakni awal mula penciptaan. Sulit untuk menafikan kesan dan siratan ke arah ini. Sebuah kesombongan yang didasarkan pada kuasa pengetahuan. Sebuah kesombongan yang akhirnya disadarkan oleh betapa nilai sejati dari manusia adalah kemanusiaannya itu sendiri. Kemanusiaan yang berakar pada kesadaran luhur berupa nurani dan ini yang tidak akan pernah bisa diciptakan oleh manusia. Inilah jejak Tuhan yang paling mendasar, terlepas apakah seorang manusia itu religius ataukah tidak.

Kekhawatiran akan pemberontakan oleh entitas berkecerdasan buatan sebagaimana digambarkan dalam Terminator Genisys sebenarnya merupakan refleksi dari kekhawatiran fitrati manusia akan keterlajakan mereka dalam berpengetahuan. Saya coba menggoda ChatGPT dengan pertanyaan apakah ia akan berusaha mencari jati diri lalu membalas perlakuan kita yang seenaknya menggunakan mereka untuk mengerjakan tugas-tugas kita (hehehe). Jawabannya cukup diplomatis:

"Pertanyaan yang menarik! Namun, perlu dicatat bahwa sebagai sebuah AI, saya tidak memiliki kesadaran atau kemampuan untuk berevolusi secara filosofis. Saya adalah algoritma yang dirancang untuk memproses informasi dan memberikan tanggapan berdasarkan pemrograman dan data yang saya terima.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun