Mohon tunggu...
Agus Subali
Agus Subali Mohon Tunggu... Guru - Penikmat keheningan.

Belajar Untuk Kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Bumi Macam Apa yang akan Kita Wariskan buat Anak Cucu Kita?

7 Oktober 2021   07:50 Diperbarui: 7 Oktober 2021   07:54 1040
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Kerusakan alam mengakibatkan malapetaka bagi generasi sekarang dan akan datang.(Gambar :DW.com)

"We are going to cancel the paris climate agreement and stop all payment of united states taxes dollar to UN global Warming program" (Donald Trump, Mantan Presiden Amerika Serikat)

Amerika Serikat resmi menarik diri dari kesepakatan Paris Agreement, 4 November 2019. Paris Agreement adalah upaya negara di dunia untuk mengurangi emisi karbon, Net-Zero Emmisions. Mempertahankan pemanasan global di bawah 2C di atas suhu pada masa pra-industri. Tujuannya, menjauhkan bumi dari malapetaka iklim.

Amerika, sebagai pencemar udara  terbesar nomor dua, dengan porsi (16%), berkilah, bahwa Paris Agreement membuat ekonomi Amerika kalah saing dengan rivalnya--penyumbang emisi karbon nomor satu-- China!

Meskipun Presiden Amerika yang baru, Joe Biden, punya kebijakan berbeda. Setelah dilantik, pada 2021 langsung mengumumkan bergabung kembali pada kesepakatan Paris Agreement. Namun, hal itu adalah preseden buruk. Alasan ekonomi masih menjadi penghalang utama bagi keberhasilan Paris Agreement.

Padahal Planet Bumi sedang tidak baik-baik saja. Lapisan es di Kutub Utara (Greenland) menyusut dengan tingkat laju sangat dramatis: enam kali lipat sejak 1980-an. Jurnal the cryosphere mencatat sejak 1990-an, Antartika kehilangan 2,6 trilyun ton es dan Greenland mencair hampir 4 trilyun ton. Suhu atmosfer naik 0,26 C, suhu air laut naik 0,12 C setiap dekade sejak 1980. World Meteorology Organization melaporkan, pada 2020, lubang ozon di atas Antartika mencapai 14,3 juta km. Luasan itu sama dengan tiga kali wilayah Asia Tenggara.

Pada saat yang sama, anomali iklim terjadi. Badai ekstrem semakin sering, banjir dan kekeringan melanda wilayah yang sebelumnya belum pernah mengalami. Kekacauan akibat green house effect, lebih cepat dari prediksi ilmuwan. Jurnal Nature Climate Change edisi 30 Agustus 2021, memprediksi kenaikan air laut ekstrem, 100 kali lebih sering pada akhir abad ini.

Dampak Bagi Manusia

Naiknya air laut akan mengusir populasi yang berada di pinggir pantai. Kekeringan dan banjir berpotensi meningkatkan gagal panen. Kelangkaan pangan tidak terhindarkan: kelaparan melanda. Migrasi penduduk akan terjadi. Perebutan akses terhadap sumberdaya meningkat. Kekacauan akibat perubahan bentang alam yang mengubah bentang sosial ekonomi, tidak terhindarkan.

Di Indonesia intensitas banjir rob semakin meningkat. Banjir rob permanen dan abrasi semakin luas. Pekalongan, Semarang, Nusa tenggara dan Pesisir Utara Pulau Jawa. Konflik sosial pada skala mikro terjadi. Pada skala luas perang antar negara bisa muncul. Kekacauan tidak terhindarkan. Bumi sedang tidak baik-baik saja. Manusia dan spesies lainnya berada dalam ancaman kepunahan.

Siapa yang Salah?

Saat manusia masih mengandalkan energi alam: angin, matahari dan air maka keseimbangan ekosistem masih terjaga. Namun, saat ilmu pengetahuan semakin maju. Manusia menemukan bahwa energi bisa disimpan dan dibawa ke mana-mana, yakni energi fossil. Maka manusia berusaha mempercepat peradabannya.

Ada banyak energi yang digunakan untuk mempermudah kehidupan: cara menghasilkan makanan dan tuntutan untuk membuat nyaman hidup. Manusia menggunakan energi yang melebihi apa yang bisa diregenerasi Bumi. Dari sinilah mulai muncul masalah ketidakseimbangan ekosistem.

Peradaban manusia adalah sebab utamanya: industrialisasi, pemakaian kendaraan bermotor, pembakaran lahan, alih fungsi Hutan Hujan Tropis untuk tanaman perkebunan, aktivitas harian berbasis listrik, semua itu meningkatkan pembakaran karbon.

Pada akhirnya melepas Karbon dioksida (CO2),  Karbon monoksida (CO), Metana (CH4), Nitro oksida (N2O), Hydrofluorocarbons (HFCs), Perfluorocarbons (PFCs) dan Sulfur hexafluoride (SF6) ke udara. Zat tersebut penyebab terjadinya efek rumah kaca (green house effect). Sebuah fenomena terperangkapnya cahaya matahari sehingga menjadikan bumi semakin panas. Global warming terjadi. Es di kutub mencair. Suhu di lautan berubah. Aliran udara terganggu. Maka terjadi perubahan iklim.

Meningkatnya suhu akan mendorong tersingkapnya lapisan es di kutub. Hal ini  bukan perkara sederhana. Selain akan menenggelamkan ribuan pulau, mencairnya es di kutub seperti membuka lubang pelepasan gas yang sebelumnya terperangkap. Gas metana yang selama ribuan tahun terperangkap di dalam es akan terlepas ke udara. Gas metana 21x lebih berbahaya dibanding CO2.

Upaya Pencegahan

Pada 2015, kepala negara di dunia berkumpul di Paris. Dalam pertemuan tersebut disepakati bahwa setiap negara harus melakukan Net-Zero Emission pada tahun 2050. Kesepakatan tersebut mendorong setiap negara--termasuk Indonesia--untuk beralih ke energi ramah lingkungan. Mengganti bahan bakar fosil yang merusak ke sumber energi bersih seperti PLTS, PLTA dan lainnya.

Perubahan iklim adalah bencana bagi semua spesies di Bumi. Pencegahannya yang paling efektif adalah dengan gerakan bersama. Ditingkat kebijakan negara. Menurut studi yang dilakukan oleh The Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), sebesar 65% emisi gas rumah kaca diakibatkan aktivitas industri dan konsumsi bahan bakar fossil. Maka dibutuhkan adanya sebuah kebijakan untuk membatasi atau mengganti ke energi terbarukan atau yang lebih ramah lingkungan.

Mengubah Sudut Pandang

Pikiran manusia harus diubah. Karena tindakan manusia awalnya dimulai di pikiran. Timbul pertanyaan; mengapa manusia mencederai alam? Sebabnya manusia tidak memahami posisi dirinya sendiri. Pikirannya salah memposisikan dirinya sebagai organisme Bumi.

Manusia berada di puncak rantai makanan. Kasta tertinggi spesies yang menyebabkan dirinya merasa paling layak mengonsumsi sumber daya apa pun. Merasa sebagai raja inilah sumber keserakahan.

Harus ada sebuah revolusi kesadaran bahwa manusia hanya bagian dari ekosistem. Maka perannya sama saja dengan tokek, semut, trenggiling, ular phyton, lebah atau curut.

Apakah manusia merasa terhina jika disamakan dengan lebah? dari sinilah dibutuhkan kesadaran, hakekat keberadaan di ekosistem. Manusia harus menerima sebuah fakta sains yang bisa merubah persepsi posisinya di ekosistem.

"Bahwa jika saja semut yang ada di dunia ini punah maka manusia akan mengikuti punah. Namun, jika manusia di Bumi ini punah, maka, alam akan lebih lestari. Spesies lain akan merayakan dengan suka cita".

Apakah manusia istimewa bagi Bumi? Ataukah Bumi yang istimewa bagi manusia? Apakah manusia membawa berkah keberadaannya bagi spesies lainnya? Silakan dijawab sendiri.

Menyelamatkan bumi adalah tanggung jawab manusia. Karena persoalan lingkungan yang saat ini melanda; hasil karya dari peradaban manusia, Peradaban yang dikatakan maju inilah yang menjadi malapetaka bagi Bumi dan isinya.

Jika sudut pandang sudah diubah, maka tindakan riil ditingkat individual harus dilakukan. Sebagai upaya untuk menjaga, agar Bumi tetap lestari. Beberapa tindakan yang bisa dilakukan adalah sebagai berikut:

Pertama: Manusia harus "memuliakan" pohon. Pohon adalah mesin pembersih CO2. Jika memakan buah, sisihkan bijinya. Tanam di polibag. Hal itu tidak susah, tidak memerlukan lahan yang luas, juga berbiaya murah.

Di mana pun saat memakan buah yang ada bijinya, cobalah membiasakan untuk membawa pulang biji tersebut. Hilangkan gengsi, itu bukan tindakan hina. Tindakan kecil bisa saja menginspirasi lainnya. Tunjukkan kita melakukan hal itu. Jangan malah disembunyikan.

Selain bisa ditanam sendiri di kebun, bisa juga kita jadikan oleh-oleh untuk teman atau kerabat yang berkunjung ke rumah kita. Langkah ini sederhana namun berdampak besar. Semisal saat kita membeli satu durian saja. Di dalam durian itu ada sekitar 8 biji. Maka kita bisa menumbuhkan calon pohon durian sebanyak delapan batang. 

Contoh lagi saat makan buah sawo. Di dalam buah sawo ada lebih dari 15 biji. Berarti ada 15 batang pohon sawo pada masa depan. Tiga bulan setelah semai, biji tersebut sudah menjadi bibit tanaman yang siap di tanam. Posting di media sosial, tindakan kita. Ini kampanye untuk menunda kepunahan massal.

Kedua: Memberi makan kelelawar dan burung. Ini mungkin terdengar aneh. Namun sangat mudah kita lakukan. Tanamlah buah-buahan berbiji, semisal jambu biji, kersen, mangga atau kelengkeng. Saat berbuah sisakan untuk dikonsumsi kelelawar dan burung. Hewan tersebut akan membawa biji buah, untuk dijatuhkan di daerah lain, yang radiusnya bisa puluhan kilometer. Ini cara murah meriah dan efektif untuk penghijauan lahan gersang secara alamiah.

Ketiga: Hemat bahan bakar fosil. Ke kantor dengan menggunakan kendaraan umum, atau kalau dekat bisa menggunakan transportasi sepeda. Gunakan listrik sehemat mungkin. Listrik yang kita pakai asalnya dari PLTU. Menggunakan batu bara yang pembakarannya meninggalkan jejak karbon di angkasa. Matikan lampu saat siang hari. Buka jendela biar udara bisa masuk, agar tidak perlu menyalakan AC lagi.

Keempat: Pilih makanan yang hemat energi dalam prosesnya. Daging merah yang tersaji di piring makan melalui proses yang panjang. Untuk menghasilkan satu kilogram daging membutuhkan energi yang lebih besar. Maka  membatasi konsumsi daging adalah satu upaya untuk menekan pencemaran lingkungan. Kita bisa memprogram satu kali seminggu tidak mengonsumsi daging. Kalau berhasil, bisa ditambah jumlah harinya. Lakukan itu dengan konsisten.

Kelima: Membiasakan keluarga hidup ramah lingkungan. Biasakan melakukan liburan di alam terbuka. Menghindari konsumsi plastik berlebih. Jangan gunakan pestisida berlebih. Kelola sampah rumah tangga organik dengan pengomposan. Bawa kantong sendiri saat berbelanja. Ganti pemakaian tissue dengan kain serbet. Gunakan air seperlunya. Ganti shampo, sabun sachetan dengan yang isi ulang.

Keenam: Galang petisi atau menyuarakan lewat media untuk menekan pemerintah agar aktif mendukung pembangunan yang ramah lingkungan. Mengurangi pembakaran energi kotor, seperti batu bara atau energi fosil lain.

Kesimpulan

Menjaga Bumi adalah tanggung jawab siapa pun. Sekecil apa pun upaya, itu bentuk tanggung jawab. Ingatlah bahwa sampai saat ini, detik ini, tidak ada tempat yang layak untuk ditinggali, seramah Planet Bumi. Meskipun ilmuwan kosmologi menyatakan bahwa planet kembaran Bumi ada di jagat raya, namun semuanya masih dalam dugaan sains. Belum nyata untuk bisa ditinggali.

Bumi adalah rumah layak huni. Manusia harus mengembangkan kesadaran hidup yang diperluas. Tetangga kita yang sebenarnya sebagai spesies, tak lain adalah semua hewan dan tumbuhan yang berada di sekeliling kita: Semut, kadal, laron, kalajengking, harimau, rumput dan lainnnya.

Organisme tersebut tercipta untuk mengisi ceruk esensial ekosistem. Posisi nya sangat krusial untuk kelangsungan Bumi dan isinya. Semoga manusia generasi sekarang, mampu memberi tinggalan Bumi yang hijau, yang layak untuk  menyokong kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya pada masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun