Mohon tunggu...
Agung Pratama
Agung Pratama Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Pegiat isu sosial, politik, gender, dan media. netizen barbar tapi kritis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyelami Kejiwaan Pelaku Bunuh Diri

10 Maret 2020   09:54 Diperbarui: 26 April 2022   04:44 931
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
thedigitalwise.com ›

Kemarin, Aksi bunuh diri kembali terjadi. Seorang lelaki muda loncat dari lantai ketujuh Mal Thamrin Plaza Medan (9/3/2020), setelah diselidiki oleh polisi terkuak motif dari aksi bunuh diri ini disebabkan karena depresi karena urusan asmara. Dilansir dari Tribunmedan.com, korban nekat meloncat karena ditinggal pacarnya. 

Identias korban masih belum diketahui karena tidak membawa identitas saat melakukan aksinya. Dan lagi-lagi, perkara guncangan kejiwaan kembali memakan korban, depresi tidak bisa kita tempatkan pada sudut pandang yang dangkal.

Sebelunya, Insiden seorang siswi SMPN 147 Jakarta beberapa waktu yang lalu juga sempat membuat semua orang kembali mengutuk tindakan perundungan, meski belum diketahui secara jelas kebenaran kronologisnya, bunuh diri sangatlah identik dengan perundungan, aktris dan penyanyi K-POP saja sudah 2 orang yang meninggal karena bunuh diri di penghujung 2019. Entah itu perundungan, stress karena tekanan hidup, permasalahan rumah tangga, atau bahkan permasalahan relasi.

Kita tahu betul bagaimana aksi perundungan membuat seseorang tampak rendah diri, kecewa, hina, tercela, dan tidak diinginkan. Hal ini menjadi sumbu mengapa korban perundungan kerap menarik diri dari lingkungan pergaulan, jangan pernah berpikir bahwa korban perundungan memiliki kekuatan mental yang rendah, karena stres tidak mengenal kondisi kejiwaan dan dapat datang kepada siapa saja. 

Orang-orang juga akan beranggapan"mengapa hanya perkara cinta, seseorang tega melakukan aksi bunuh diri?". Mari kita jawab pertanyaan ini dengan beberapa poin :

1. Rendahnya Resiliensi
Resiliensi adalah kemampuan untuk beradaptasi dan tetap teguh dalam situasi sulit (Reivich dan Shatté,2002), artinya kemampuan seseorang mengendalikan diri daalam sebuah tekanan hidup berbeda-beda. Orang-orang dengan memiliki kekuatan spiritual dan motivasi hidup yang tinggi tentu tidak akan mudah terjerumus pada aksi bunuh diri.

2. Rendahnya Pemaknaan Hidup
Setiap orang hendaknya mengetahui tujuan hidup dan memberi makna atas apa yang diperbuat, membandingkan kehidupan diri dan kehidupan orang lain adalah contoh pemaknaan hidup yang kurang tepat, karena setiap manusia tidak memiliki jalan hidup yang sama. Namun Pemaknaan hidup seringkali surut karena sebuah tragedi kehilangan seorang sosok yang amat dicintai.

3. Penolakan
Tidak jarang akar dari sebuah depresi berawal dari sebuah penolakan publik, orang-orang yang dirundung adalah contoh bagaimana publik secara tidak langsung menolak keberadaan korban karena perilaku yang tidak disukai atau hanya berupa kelemahan, inferior, dan perbedaan.

Ketiga hal ini memerlukan langkah preventif supaya aksi bunuh diri tidak terus-menerus terjadi diantara masyarakat kita. Pada beberapa penelitian ada beberapa penyebab lainnya dari sebuah aksi bunuh diri, seperti dalam jurnal Tience Debora Valentina dan Avin Fadilla Helmi, Keputus-asaan memiliki korelasi medium terhadap percobaan bunuh diri, artinya putus asa belum memiliki pengaruh kuat terhadap percobaan bunuh diri. 

Pada jurnal lainnya milik Hayashi N dkk menyebutkan depresi memiliki pengaruh tinggi terhadap kasus bunuh diri. Nah, Depresi muncul dari banyak sebab, tapi ada kenyataan menarik yang saya kutip dari jurnal Anindito dan Sofia, Perfeksionis mempengaruhi depresi, karena apabila penampilan tidak sempurna menyebabkan citra diri yang rendah yang berujung bunuh diri.

Terlepas dari segala bentuk motif bunuh diri, Muatan Spiritual adalah aspek terpenting untuk dimiliki setiap orang, karena ketika mengenal Tuhannya, ia akan mengenal dirinya, mengenal hidupnya, dan mengenal segala kebaikan dari setiap aspek kehidupan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun