Harapan di Tepi Jalan: Kisah Pemulung Tua dan Anak Disabilitasnya
Di tepi jalan yang ramai,
Duduk seorang tua renta dan kurus kering.
Di sampingnya, terbaring anak kecil tak berdosa,
Terpaku di kursi roda, tanpa suara.
Di tepi jalan yang sunyi dan sepi,
Terhampar kisah seorang pemulung tua.
Dengan langkah perlahan dan hati yang lapang,
Dia mengais rezeki di antara tumpukan sampah.
Wajah tua itu penuh keriput,
Terukir kisah pilu dan duka yang tak terkira.
Tangannya yang kasar dan penuh kapalan,
Mencari nafkah di antara tumpukan sampah yang kotor.
Anak kecil itu tak bisa berkata-kata,
Hanya tatapan matanya yang penuh makna.
Seolah ingin berkata, "Ayah, aku lapar,"
"Ayah, aku ingin merasakan kasih sayang dunia."
Namun, sang ayah tak bisa berbuat banyak,
Hanya bisa memberikan kasih sayang seadanya.
Dia terus bekerja keras,
Demi sesuap nasi untuk anaknya tercinta.
Namun di sampingnya, ada cahaya yang bersinar,
Seorang anak disabilitas, bunga mataharinya.
Dalam dunia yang keras dan tak terduga,
Mereka bersama, saling menguatkan dan menyinari.
Pemulung tua dengan punggung yang membungkuk,
Membawa anaknya dalam pelukan yang hangat.
Meski tak punya harta, namun mereka kaya akan cinta,
Yang mengalir dalam setiap detik kebersamaan.
Di tengah keterbatasan dan penderitaan,
Tetap ada secercah harapan di hati mereka.
Harapan untuk hidup yang lebih baik,
Harapan untuk masa depan yang lebih cerah.
Meskipun hidup di jalanan,
Mereka tak pernah kehilangan semangat.
Kasih sayang mereka satu sama lain,
Memberikan kekuatan untuk terus melangkah.
Kisah mereka adalah kisah inspiratif,
Bahwa di tengah kesulitan dan kekurangan,
Tetap ada harapan untuk hidup yang lebih baik