Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22-23 - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Virtualisasi Kuliner, Seni Budaya, dan Alam Danau Toba agar Mendunia

20 September 2021   11:35 Diperbarui: 20 September 2021   12:21 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menyusur pantai berpasir, seru berpapasan muda mudi, tua muda, berkulit putih kemerahan berambut pirang.

Speak english terdengar di sana sini, membumbung memenuhi udara. Sejenak saya merasa, berada di belahan bumi dengan empat musim.

Sampai akhirnya menengok, nama saya dipanggil seorang teman.

Tersadar sedang di pinggir Pantai Kuta, menunggu matahari yang sebentar lagi tenggelam.

Saya mengingat kejadian -- sekira-- dua belas tahun lalu ini, kali pertama menginjakan kaki di Pulau Dewata.

Saking banyak bule berseliweran, saya sempat merasa berada di luar negeri.

2018

"Hi, sir"

Langit cemerlang melingkupi alam, warna biru benderang bertabur serpihan putih bak kapas di angkasa.

Menyusuri jalan beraspal lingkar luar Samosir, di jalur Panguluran- Ambarita- Tano - Onan runggu.  Saat itu jalur sepanjang 76,9 KM, sedang persiapan dilebarkan (dari 4,5 meter) menjadi 14 meter.

Jalan dengan standart nasional, guna menunjang lalu lintas kendaraan besar dari dan ke kawasan wisata seputaran Danau Toba. 

Saat sedang mengambil foto, dari kejauhan tampak ada yang jogging ke arah mendekat.

Semakin lama semakin jelas di pandangan,  adalah seorang pria  bule usia pertengahan tigapuluh-an.

Sapaan saya -- Hi, Sir-- dibalas anggukan, sembari melebarkan senyum dan lambaian tangan.

Ada  yang membersit di benak seketika itu, entah lima dan atau sepuluh tahun mendatang di tempat saya berdiri.

Niscaya tidak hanya satu bule joging di jalan ini, tapi banyak dan berseliweran.

Di Lingkar luar Samosir- dokpri
Di Lingkar luar Samosir- dokpri

Bisa jadi  suatu saat, ketika kembali ke lingkar samosir saya merasakan dejavu.

Perasaan yang sama terulang, saat berada di pinggir Pantai Kuta  Bali.

Harapan tentu bukan sekedar harapan, saya memiliki alasan kuat.

Setidaknya tiga hari dua malam berkegiatan di sekitar Toba, saya menemukan Heritage of Toba.

Warisan yang menjadi tonggak kuat, untuk nama Danau Toba bisa mendunia.

Apalagi di era digital, terbuka lebar peluang memasarkan aneka produk dan jasa.

Saya ingat saat pandemi tengah merebak, virtual tour ke beberapa lokasi wisata menjadi tren.

Teman-teman travel blogger dengan senang hati menjadi pemandu, peserta mengikuti melalui layar gadget masing-masing.

Virtual tour menurut saya strategi cerdas, sebagai sarana promosi lokasi wisata sangat efektif.

Dari sisi peserta juga untung, tidak perlu ongkos mahal untuk bergabung.    

So, sangat mungkin virtualisasi diterapkan di aspek pariswata yang memungkinkan divirtualkan.

Warisan Kuliner Khas Toba

Bandara Silangit Siborong Borong Tapanuli Utara, menjadi awal perjalanan saya. Setelah satu jam dan empatpuluh lima menit, membelah langit dari Bandara Soekarno - Hatta Jakarta.

Bandara dengan status Bandara Internasional ini, dipersiapkan untuk mendukung peningkatan wisatawan ke Danau Toba dan daerah Tapanuli lainnya.

Udara bersih segar sepanjang perjalanan meninggalkan Bandara, membuat rasa lelah penerbangan menyingkir dari badan.

Pemandangan hijau asri, mengingatkan saya  pada daerah Dieng Wonosobi, Tretes Pasuruan, Lembang Bandung dan atau daerah dataran tinggi di Pulau Jawa lainnya.

Sampai di peristirahatan, saya melihat penjual makanan bersepeda kumbang dengan kotak design motif khas Batak.

Si abang memakai rompi bahan kain ulos, topi hitam bundar bertengger di kepala.

Bersama abang Siahaan - dokpri
Bersama abang Siahaan - dokpri

"Ombus-ombus-nya Pak, silakan,"  Sadar sedang diperhatikan si penjual menawarkan, "Makanan khas Siborong Borong".

L. Siahaan nama si abang, sudah puluhan tahun berkeliling menjajakan makanan tradisional.

Panganan berbahan tepung beras, diberi gula merah dan gula putih ditengahnya, dibungkus daun pisang dan dikukus.

"Ombus-ombus artinya apa Bang?" tanya saya penasaran.

"Diambil dari kata dihembus," jelasnya.

Menyantap kue ombus-ombus, lebih nikmat dalam keadaan hangat (beberapa saat setelah diangkat dari pengolahan).

Kegiatan dihembus-hembus (seperti meniup lilin) sebelum digigit dan dikunyah, menjadi asal muasal nama kue ini.

Harga dibandrol Bang Siahaan relatif murah, sebungkus hanya dua ribu rupiah saja. Dalam sehari, terjual rata-rata dua ratus bungkus.

Dari berjualan kue khas Tapanuli Utara, lelaki paruh baya bisa menyekolahkan sulungnya di SMA dan dua adiknya di Sekolah Dasar.

Kompasianer, bisa menemui Ombus-ombus di nyaris semua upacara adat Batak.

Biasanya dijadikan hidangan atau camilan wajib, lebih mantap disandingkan secangkir kopi atau teh hangat.

Cara membuka Ombus-ombus ada tehniknya, bungkus daun pisang dibuka sebagian.

Bungkus yang belum terbuka/ menempel, djadikan pegangan agar jari tidak lengket terkena tepung beras olahan.

----

Sebagai warisan kuliner leluhur, Ombus-ombus bisa menjadi identitas kuliner Danau Toba.

Menjadi daya tarik wisatawan, Ombus-ombus melengkapi makanan khas lainnya.

Etapi, saya coba langsung chek di onlineshop, ternyata tidak banyak yang menjual kue Ombus- ombus.

Hanya ada satu dua online shop, itupun tokonya sudah tidak aktif dan tidak ada testimoni dari pembeli.

Bisa jadi belum banyak yang tahu, sehingga belum menarik minat konsumen.

Misalnya ada yang memviralkan kue ini, niscaya banyak peminatnya.

Warisan Seni Budaya

Mengunjungi Toba tidaklah lengkap, tanpa singgah di kawasan wisata desa Tomok Pasaroan Simanindo Samosir.  

Memasuki kawasan wisata ini, saya merasakan atmosfir budaya Batak yang sangat kental.

Berjajar rumah khas Batak, lengkap dengan tanduk di genting bagian kanan dan kiri.

Adalah rumah Sopo, rumah panggung berbahan kayu warisan budaya berusia ratusan tahun.

Kedatangan kami langsung disambut pemandu wisata, kemudian meminta ijin memakaikan aksesoris.

Sortali dipakaikan di kepala saya, menyusul kain ulos disampirkan di pundak kanan.
Berlima kami memantaskan diri, berdiri berjajar menghadap Bang Albert sang pemandu wisata bersiap membimbing menarikan tarian sigalegale.

Sejurus musik gondang diperdengarkan, boneka sigalegale di belakang sisi kanan digerakkan oleh dalang.

Menari Sigalegale  - dokpri
Menari Sigalegale  - dokpri

Sang pemandu mulai beraksi, memberi isyarat agar kami mengikuti.

"Godang mula" teriaknya

Mengajak dan memberi contoh kepada kami, menangkupkan dua telapak tangan dan menggembung di bagian tengah.

Posisi tangan persis di depan dada atas, kemudian tangan begerak dengan menggeser pergelangan tangan seirama musik dimainkan.

Filosofi godang mula, tanda memberi hormat kepada tamu yang datang.
"Gondang somba" lanjutnya

Dua telapak tangan dibuka menghadap ke depan, kemudian pergelangan digerakkan. Dibarengi langkah ke depan ke belakang, mengikuti ketukan irama musik.

Gerakan ini adalah simbol doa permohonan kepada Tuhan, agar acara berjalan lancar.

"Gondang liat" teriak Albert.

Menari berkeliling dengan mengombinasikan gerakan tangan gondang somba, pada sela jari diselipkan saweran.

Saweran menjadi wujud persembahan, berupa beras atau padi atau  bisa digantikan uang.
Kami bergerak mengikuti langkah pemandu, kemudian menghampiri patung sigalegale.

Di depan patung kami berhenti sejenak, menyelipkan saweran di saku baju yang dikenakan patung sigalegale.
"Gondang horas", kali ini saya melihat bang Albert memegang kain ulos di bagian agak bawah dengan dua tangan kemudian diangkat ke atas.

Sebagai pernanda acara telah berjalan dengan lancar, semua penari diajak meneriakkan kata Horas tiga kali

"Horas - Horas - Horas"

Sigalegale dalam bahasa Batak artinya lemah gemulai, tarian ini dulunya untuk hiburan raja.

Nama tarian diambil dari nama anak raja, saat beranjak remaja ikut maju ke medan perang. Sang anak menemui ajal, membuat raja berduka berkepanjangan hingga nyaris kehilangan akal.

Demi menghibur Raja, dibuatlah patung ukir menyerupai putra mahkota. Melalui ritual khusus, dukun berhasil memanggil arwah sang anak.

Patung ukir bergerak selama tujuh hari tujuh malam, membuat Raja terhibur dan sembuh seperti sediakala.

-----

Seru pastinya, ada stake holder mengadakan live virtual tour dari kawasan wisata Tomok Pasaroan.

Peserta dari berbagai kota atau negara bergabung, kemudian diajak mengiikuti gerakan tari sigalegale.

Saya yakin, banyak peserta yang antusias akan dibuat penasaran. 

Setelah mengikuti kegiatan online, setelah situasi kondusif datang langsung ke lokasi.

Wisata Alam

Soal pemandanganDanau Toba, saya yakin Kompasianer tidak menyangkal. Danau Toba dengan Pulau Samosir, menjadi salah satu representasi Wonderful Indonesia.

Saya sangat menikmati detik detik berjalan, bahkan ingin menggandakan waktu berkali lipat.  Ibarat berada di kepinginan tanah surga, sejauh mata memandang yang tampak hanya keindahan.

Di Hotanagodang Tapanuli Utara, sudah tersedia infrastruktur jalan mulus menuju desa Untemungkur.

Jalan raya tak jauh dari tepian Danau Toba, lengkap dengan pedestrian rapi dan lampu penerangan sangat memadai.

Melintas jalan Sisingamangaraja ini, dengan sekali tengok saya mendapati air biru menghampar air. Tampak kapal fery membelah danau, mengantarkan warga dengan aneka keperluan.

Tak kalah seru menikmati hiruk pikuk pasar, berada di dekat pelabuhan penyebrangan Muara Tapanuli Utara. Di pasar ini saya bisa berinteraksi dengan warga lokal.

Dokumentarsi 2018 - dokpri
Dokumentarsi 2018 - dokpri

Kompasianer juga bisa menyaksikan pemandangan indah dari atas bukit. Dengan menaiki menara pandang di Kawasan Wisata Tele Geopark, serasa pandangan mata sejajar awan di kejauhan.

Di rest area wisata Tele, dilengkapi instalasi pengolahan air limbah ramah lingkungan. Pengolahan menggunakan teknologi biofil, kemudian diproses lagi dengan sistem anaerobik dalam, sehingga air layak dialirkan ke kolam sanita.

Danau Toba melingkari 7 kabupaten, tidak akan habis membahas keindahannya.

Masih ada danau di atas danau, pulau di atas pulau, menikmati perjalanan dengan fery dari pelabuhan Parapat, berkunjung di kawasan wisata sekitar Danau Toba.

Dan masih banyak tempat menawan lainnya.

----

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, mengakselerasi pengembangan destinasi super prioritas (DSP) Danau Toba.

Akselerasi melalui pengembangan dengan konsep wisata berkelanjutan, ramah lingkungan berbasis alam dan budaya. Sekaligus meningkatkan kompetensi sumber daya manusia.

Apa yang saya yakini tentang Danau Toba di masa mendatang, rasanya sekarang sedang on progres.

Danau Toba sangat berpotensi, menjadi tujuan wisata internasional. Sangat mungkin banyak negara, mengadakan MICE di Indonesia Aja termasuk di kawasan Toba.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Cakupan dunia pariwisata sangat luas, saling kait mengait dengan sektor yang lain.

Sektor pariwisata bisa meningkatkan kualitas hidup, dengan menjaga warisan Danau Toba secara berkelanjutan.

Dan semua aspek pariwisata, bisa dikreasikan melalui pemasaran digital.

Demi menunjang kegiatan offline, serta menarik kunjungan wisatawan.

Belakangan moda transportasi mulai dibuka operasionalnya, dengan syarat ketentuan sesuai protokol kesehatan.

So, saatnya mengatur waktu, untuk berkunjung ke Danau Toba.

Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun