Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22-23 - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Life Hack Pilihan

Menjadi Ayah Musti Siap Belajar dari Nol

25 Agustus 2021   13:34 Diperbarui: 25 Agustus 2021   15:09 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjalani tugas keayahan (ibu juga), tentunya seru dan banyak tantangan.  Tak jarang berada di situasi tak dinyana, menuntut ayah cepat beradaptasi.

Apalagi orangtua dengan buah hati jelang dewasa, tidak bisa kalau anak disikapi dengan mengedepankan ego orangtua.

Seumuran anak SMA, umumnya sedang banyak gejolak terjadi dan dirasakan dalam dirinya.

Dibilang anak-anak sudah kelewat masanya, dibilang dewasa juga belum nyampai.

Orangtua dituntut belajar menempatkan diri, mengingat telah dilampaui banyak asam garam kehidupan.

Membayangkan dirinya saat seumuran si anak, berada di masa transisi belajar mengambil keputusan.

Anak di awal kehidupan dewasa, mulai melepas ketergantungan pada orang lain. Mengasah intuisi dan kecakapan, menerapkan sikap bahwa berani berbuat musti dibarengi tanggung jawab.

Sikap yang akan dijadikan bekal anak, menghadapi dinamika dan tantangan kehidupan di masa mendatang.

Sudah semestinya orangtua menyadari  perubahan tersebut, mengimbangi keadaan anak dan memberinya kepercayaan penuh.

Menempatkan dan mengakui anak sebagai entitas berbeda, bukan semata duplikasi diri dari kedua orangtuanya.

Saya tengah merasakan, pentingnya metode tarik ulur (pada anak) dipraktekan.

Ada saatnya melepas anak, dan di waktu tertentu menariknya. Dan untuk itu orangtua musti belajar tekniknya.

Ayah dan ibu yang menutup diri, enggan meng-upgrade dengan perkembangan si anak.

Niscaya akan sering beradu argumen dengan anak, tanpa sadar jurang mulai digali akibat perbedaan sudut pandang.

Di satu sisi saya sepakat, bahwa yang dilakukan orangtua demi kebaikan anak. Karena di dunia ini tidak ada orangtua, ingin anaknya celaka atau menjadi anak tidak baik.

Tetapi bukankah setiap niat baik, sebaiknya disampaikan dengan cara baik dan elegan. 

Sehingga niat tersebut diterima dengan baik, akhirnya berkelanjutan menjadi kebaikan bagi si anak.

Sejujurnya, tulisan ini adalah nasehat untuk diri sendiri.

Karena saya sedang belajar keras, tidak ingin anak menjauhi ayahnya. Akibat salah paham, akibat cara penyampaian saya yang salah.

-----

Beberapa waktu lalu, anak lanang sempat menghindari keberadaan ayahnya.

Kalau berada satu ruangan dengan saya, mendadak beranjak pindah ke tempat lain.

Saya keget dengan perubahan tersebut, kemudian mencari tau sebabnya kepada si ibu.

Rupanya anak SMA ini tidak suka, dengan cara saya menegur dan atau menyikapi cara belajarnya. Karena dia punya cara sendiri dan berhak memutuskan itu.

Si ibu sebagai penengah berusaha menetralisir, meyakinkan bahwa tujuan si ayah demi kebaikan. Dan semua yang dilakukan ayah, sebagai bentuk rasa sayang pada si sulung.

Menyoal rasa sayang si ayah, anak lanang ini (sama sekali) tidak meyangkal. Tetapi soal aturan yang dirasa kaku, membuatnya benar-benar tidak nyaman dan memberontak.

dokpri
dokpri

Mendapati cerita demikian dari ibunya, saya seperti ditampar dan seketika itu introspeksi diri.

Perasaan ini diliputi penyesalan, tidak ingin keadaan yang sama berlarut-larut.

Saya disadarkan akan satu hal, bahwa sebagai orangtua dituntut musti belajar lagi dan lagi.

Tidak lekas berpuas diri dan jangan merasa paling benar, belajar menghormati pendapat anak dan tidak meremehkan.

Bahwa si sulung, sudah besar bahkan menjelang dewasa.

Menjadi Ayah Musti  Siap Belajar dari Nol

Ego adalah musuh terbesar setiap orang, sesuai sabda Rasulullah setelah perang Badar.

Maka kita musti mawas diri, terus belajar mengelola keinginan diri (baca ego) dengan sebaik-baiknya.

Kompasiner, ingat kisah pembunuhan pertama yang terjadi di muka bumi. 

Qabil membunuh Habil saudara laki-lakinya, pertumpahan darah ini disebabkan oleh ego. Qabil tak terima persembahannya ditolak Tuhan, akibat ketidak tulusan memberi persembahan.

Kisah yang dicatat dakam sejarah manusia ini, menjadi cikal bakal pertikaian, perselisihan baik dalam skala kecil maupun besar.

Termasuk dalam kehidupan berkeluarga, pun terjadinya perbedaan sikap dan pandangan antara anak dan orangtuanya.

----

Tak genap sepekan, sejak kemarahan anak lanang.

Menjelang subuh ketika anak masih setengah melek, si ayah bergegas menghalau rasa enggan. 

Sebelum semua ketidakenakan berlarut-larut, saya meminta maaf kepada anak lanang.

Seketika saya lega melihat anggukan itu, tanda permohonan maaf si ayah diterima. Sekaligus menjadi cambuk, saya untuk memperbaiki diri.

Sejak pagi itu saya berjanji pada diri sendiri, untuk benar-benar menjaga sikap dan ucap meski kepada anak sendiri.

dokpri
dokpri

Tak mudah memang, tetapi kalau tidak dimulai dari sekarang akan susah di kemudian hari.

Mengingat banyak contoh saya lihat sendiri, ketidakcocokan terjadi antara anak dengan orangtuanya. 

Sehingga di hari tua si ayah dan atau ibu, anak tidak dekat dan cenderung abai -- sedih kan. 

Dan untuk berproses mengalahkan ego, orangtua musti belajar dan banyak belajar. Dengan kesadaran bersedia menurunkan ego serendahnya, merasa diri ini bukan siapa-siapa.

Berani menempatkan diri, sebagai orang yang memulai belajar dari nol. Sementara singkirkan pencapaian, atau simpan segala prestasi diukir.

Segala kebanggaan ditorehkan di kehidupan luas, tak ada pengaruh apabila ego ditampakkan di rumah.

Anak-anak tak akan bangga, ketika ayah dan ibunya hanya memaksakan kehendaknya.

Maka untuk belajar kembali tentang peran keayahan, saya memulai untuk merasa bukan siapa-siapa.

Belajar agar anak nyaman dengan keberadaan ayahnya, demi kebaikan hubungan di masa mendatang.

Menjadi ayah musti siap belajar dari nol. 

Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Life Hack Selengkapnya
Lihat Life Hack Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun