Kami bisa ngobrol ngalor ngidul, mengenang masa lalu yang indah. Bahkan, sesekali membawa suasana masa lalu, pada percakapan kami.
Diantara sekian banyak hal yang diobrolkan, ada satu kabar paling tidak saya suka. Ketika ada yang mengabarkan, seorang teman yang sedang sakit.
Ya. Teman semasa SMA saya, menderita sakit yang cukup parah. Dari foto terkirim, tampak badannya semakin kurus dengan tulang terlihat menonjol.
Wajah tampan semasa SMA itu, seolah menguap meskipun garisnya tak hapus begitu saja. Lelaki yang dulu berperawakan gagah, lebih banyak berbaring tak berdaya.
-0o0-
Jodoh, rejeki, maut, memang menjadi rahasia Tuhan. Setiap manusia, sudah memiliki catatan sendiri-sendiri.
Yang bisa dilakukan manusia, tidak lain sebatas berusaha dengan sungguh. Menjaga yang (masih) menjadi milik, dengan sebaik-baiknya sepenuh kemampuan.
Dua nama saya kenal (tetangga dan teman SMA), menyentakkan sebuah kesadaran baru. Masuk usia empat puluh tahun, musti lebih waspada dalam banyak hal.
Makanan yang diasup tubuh, pola hidup yang diterapkan, sikap dan ucapan yang ditampakkan, semua musti lebih hati-hati dan dijaga.
Usia empat puluh tahun, ibarat perjalanan sudah menempuh separuhnya. Pasti banyak sudah, asam garam kehidupan direguk.
Usia empat puluh, ibarat mesin kendaraan, sudah dipakai jauh berjalan. Melewati jalan tanjakan, turunan, jalan terjal, berkelok, atau bahkan terpersok dalam kubangan.