Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

TKI Tertipu Jodoh Nenek-nenek dan Solusi "Big Data"

8 Agustus 2019   10:18 Diperbarui: 8 Agustus 2019   10:47 782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
TKI Tertipu Foto Palsu Pasangan | Sumber gambar : www.gelora.co

Dunia digital memang begitu menarik untuk disimak. Populernya media sosial (medsos) pada segenap lapisan masyarakat telah menghadirkan berbagai cerita. 

Selain sebagai media bisnis yang menjanjikan, atau sebagai sarana bersosialisasi dengan kerabat yang jauh, medsos menjadi media alternatif perantara jodoh antara dua insan berlawanan jenis. 

Banyak laki-laki dan perempuan dipertemukan berawal dari medsos meskipun mereka terpisah jarak nan jauh. Sudah cukup banyak kisah yang beredar tentang orang-orang yang bertemu jodohnya dengan perantara medsos ini. 

Mereka berkenalan, kemudian bertukar nomor telepon atau pesan singkat, janjian bertemu, hingga akhirnya bersepakat melanjutkan ke jenjang yang lebih serius. Namun, cerita manis tentang pertemuan dua insan ini tidak selalu dirasakan oleh semua orang. 

Kisah asmara yang "dijembatani" oleh dunia digital terkadang juga menyisakan cerita pilu bahkan tragis, seperti yang dialami oleh salah seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Korea bernama Yusuf yang bertemu dengan calon jodohnya sesama TKI yang bekerja di Taiwan.

Media sosial belakangan diramaikan dengan perbincangan seorang TKI yang "tertipu" calon jodohnya. TKI bernama Yusuf ini berkenalan dengan sesama TKI lain berinisial S yang bekerja di Taiwan melalui medsos. 

Selama masa perkenalan hingga menjelang pernikahan ternyata S memajang foto diri milik orang lain untuk "mengelabuhi" Yusuf. Mungkin Yusuf tertarik dengan S karena fotonya yang cantik. Meski belakangan baru diketahui bahwa foto itu ternyata milik orang lain yang bernama Intan Permata. 

Akhirnya kesepakatan pernikahan yang sebelumnya disetujui kedua belah pihak terpaksa dibatalkan oleh mempelai pria karena ia merasa kecewa setelah melihat "wujud" asli dari pasangan yang selama ini dikaguminya tersebut. Yusuf baru menyadari kalau ternyata calon istrinya itu sudah berwajah uzur atau nenek-nenek.

"Big data" Mennyajikan Histori Data Pengguna Medsos

Sebenarnya peristiwa seperti yang menimpa Yusuf ini bisa terjadi kepada siapa saja. Orang-orang yang berharap besar untuk segera menemukan jodoh atau pasangannya kemudian dipertemukan dengan seseorang yang memiliki hasrat serupa biasanya akan cenderung mengabaikan beberapa hal seperti yang terjadi pada sosok Yusuf. 

Mungkin Yusuf sudah kadung percaya pada calon istrinya tersebut sehingga lalai untuk menggali lebih jauh identitas pasangannya itu setelah hanya melihatnya melalui beberapa lembar foto saja. 

Kita sebagai orang lain yang tidak mengalami langsung tentu bisa berargumen macam-macam, namun perasaan cinta atau rasa kasmaran yang dialami Yusuf kepada pasangannya tidak kita pertimbangkan. 

Yusuf mungkin sudah terlena dengan buaian kalimat yang diutarakan oleh pasangannya, sehingga membuatnya seakan lupa segalanya. Membuatnya rela menggelontorkan uang hingga Rp 10 juta demi sang pujaan hati. Sesuatu yang pada akhirnya disesali oleh Yusuf dan kini sedang diperjuangkannya agar uang itu bisa kembali.

Pengalaman Yusuf ini menjadi pelajaran berharga bagi kita untuk lebih waspada dalam melakukan interaksi di medsos. Selain pemalsuan identitas yang telah dilakukan oleh S dengan Yusuf sebagai "korban", sudah banyak kasus-kasus lain yang memanfaatkan media sosial untuk mengelabuhi orang-orang tertentu. 

Beberapa ada yang mengaku sebagai anggota TNI, tapi ternyata ia hanyalah pekerja serabutan yang "menyamar" sebagai TNI demi mendapatkan simpati orang lain. Bahkan beberapa kasus pelecehan seksual pernah terjadi setelah orang-orang tidak bertanggung jawab mengelabuhi perempuan-perempuan "lugu" dengan berbagai modus yang kemudian mereka perdaya. 

Memang tidak bisa dipungkiri bahwa dunia digital menawarkan dua sisi realitas kepada setiap penggunanya, positif dan negatif. Namun dunia digital juga menawarkan solusi untuk setiap masalah ini apabila kita mau menggali dan memperdalam seluk beluk dari digitalisasi ini.

Perkembangan dunia digital telah begitu pesat sehingga melahirkan terobosan-terobosan baru bidang teknologi. Aplikasi-aplikasi berbasis digital telah menjamur hampir di segala aspek. 

Ekonomi, pendidikan, sosial, budaya, dan berbagai bidang lain sudah terjamah oleh implementasi digitalisasi. Semuanya sudah terkoneksi dengan begitu sederhana. Kita cukup mencantumkan alamat email, menuliskan nama identitas, atau melampirkan nomor telepon saja sudah cukup menghubungkan diri kita dengan akses tak terbatas di dunia digital. Konsekuensi dari hal ini, data diri kita menjadi begitu penting bahkan merupakan aset berharga yang "diperebutkan" banyak pihak.

Para pelaku bisnis online kita lihat sering memberikan penawaran menarik dan gratis berupa e-book gratis, panduan bisnis gratis, pelatihan gratis, seminar gratis, dan lain sebagainya. Syaratnya sederhana, berikan nama identitas, email, dan nomor telepon kita. Itu saja. Terlihat sangat mudah dan sederhana. Namun inilah realitas dari dunia digital. 

Secara garis besar terlihat begitu sederhana, akan tetapi dibalik itu semua ada suatu sistem kompleks yang apabila dikaji lebih dalam akan membuat mata kita terbelalak. 

Data kita ternyata begitu berharga dan bernilai laksana emas permata. Kasus bocornya data pengguna facebook yang dimanfaatkan oleh Cambridge Analytica yang terjadi beberapa bulan silam menjadi salah satu bukti sahih betapa berharganya data seseorang. Bahkan facebook harus menerima konsekuensi denda yang sangat besar atas kelalaiannya ini. 

Data pengguna medsos memang sangat berharga sebagai sasaran empuk atas setiap program yang akan diluncurkan pihak-pihak berkepentingan. 

Rekam jejak pengguna medsos dapat dianalisa melalui basis data yang terekam didalam server pihak-pihak penyedia layanan seperti facebook, twitter, instagram, dan lain sebagainya. 

Rekam jejak kita menjadi sebuah big data yang menyimpan berjuta potensi. Ada histori dari setiap pengguna terkait apa yang terjadi pada diri seseorang di beberapa periode waktu sebelumnya.

Melihat Rekam Jejak Seseorang Melalui "Big Data"

Yusuf mungkin terlalu lugu dengan keyakinan kisah asmaranya terhadap S. "Nenek" S dengan tampilan wajah Intan Permata terlanjur menghipnotisnya. Keyakinan Yusuf ternyata salah. Kini ia menyesal dan membatalkan rencana pernikahan yang sudah di depan mata. 

Mungkin tulusnya cinta seseorang itu seharusnya tidak didasari oleh tampilan paras wajah. Tetapi cinta pun harus diawali dengan kejujuran dari kedua belah pihak. Yusuf mungkin terlalu mengagungkan kecantikan wajah "kamuflase" S, sedangkan S mengawali jalinan asmaranya dengan kebohongan. Bagaimanapun juga, awal jalinan kedua insan ini sudah tidak beres.

Yusuf belum sepenuhnya mengetahui rekam jejak kehidupan S. Sesuatu yang barangkali akan teratasi seandainya big data sudah menjadi bagian dari hidup setiap orang. Rekam jejak S akan terlihat sadari awal ia aktif berselancar di dunia maya hingga hari ini. 

Dengan demikian Yusuf akan tahu siapa dan bagaimana kondisi S yang sebenarnya. Selain itu, big data akan memungkinkan Yusuf untuk tahu lebih awal tentang siapa Intan Permata. Nama seorang perempuan dari foto yang selama ini ia anggap sebagai S.

Di masa yang akan datang, peristiwa yang dialami oleh Yusuf ini mungkin akan menjadi sebuah "kasus" berharga terkait perkembangan dunia digital itu sendiri. Barangkali akan muncul aplikasi-aplikasi yang memungkinkan seseorang untuk melihat rekam jejak seseorang berdasarkan data pribadi yang diunggah ke internet. 

Pada akhirnya kita semua akan terkoneksi secara langsung dengan dunia digital yang menjadikan hidup kita begitu terbuka dan dapat dilihat oleh setiap orang. Apapun yang kita lakukan dan unggah di internet akan menjadi rujukan publik untuk menilai diri kita. 

Memang privasi kita akan terbatasi seiring terbukanya dunia saat ini. Apapun itu, kita harus menerima realitas bahwa dunia telah terkoneksi satu sama lain. Sisi positifnya, tidak ada Yusuf lain yang menjadi "korban".

Salam hangat,
Agil S Habib

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun