Mohon tunggu...
Afroh Fauziah
Afroh Fauziah Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

Pemahaman

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kungkungan Buatan

10 Februari 2021   02:44 Diperbarui: 10 Februari 2021   03:01 2639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Prolog

"Pecahkan! Pecahkan kacanyaa!!" seru seseorang yang diikuti teriakan berombongan orang-orang yang terlihat murka sekaligus semangat yang berapi-api.

"Jangan beri kesempatan! Perkuat pertahanan!" komando seseorang di tempat lain. "Siap!" dibalas oleh para bawahannya.

Bunyi letupan dan suara bising pekikan manusia memenuhi gendang telinga dalam lingkupan panas matahari. Tak terlihat satupun makhluk yang gentar, tak ada yang menyerah. Semua pengorbanan akhirnya terbayar saat terdengar suara ledakan yang lebih besar dari sebelumnya tercipta.

Sorakan demi sorakan tergaungkan di udara, disertai gerakan gesit setiap para insan menerobos apapun didepannya. "Berhasil!" satu kata yang terucap serentak, menghasilkan kegembiraan sekaligus keresahan pada saat itu.

"Bagaimana ini?" risau pemuda disamping sang tuan yang tadi memberi komando.

I. Rencana

Mata seseorang itu sedang berusaha melawan otaknya yang mengharuskan beradaptasi dengan cahaya cerah yang siap menerpa semua makhluk hidup. Sampai akhirnya otaknyalah yang berhasil menang, kelopak mata yang awalnya tertutup itu perlahan membuka dan langsung disambut sinar mentari yang selalu mengawali pagi gadis cantik itu. Aku mengerjap, menyesuaikan diri dan mulai menggerakkan bagian tubuh yang terasa kaku bak tertindih batang pohon besar. Padahal aku sendiri tak tahu bagaimana rasanya tertindih pohon besar. Sudah menjadi hal yang lumrah, selama hidupku aku hanya tertidur diatas tanah rata dengan alas daun. Akupun heran, Ibuku dan orang-orang sekitar tak pernah mempermasalahkan kebiasaan tersebut, sedangkan aku mengapa sampai saat ini selalu tak bisa terbiasa.

Ah sudahlah, mengapa sepagi ini aku memaksa otakku bekerja keras memikirkan hal yang tak pernah kutemukan jawabannya. Lebih baik aku bersiap, berangkat sekolah, lalu belajar. Klise sekali, melakukan hal serupa secara berulang-ulang walaupun aku tak merasa demikian. Jujur saja, aku sering kali membolos sekolah karena bosan harus mendengarkan celetohan yang tak pernah berubah temanya, sejarah. Yap, yang kupelajari hanyalah sejarah, sejarah dunia yang sedang kutinggali ini, sejarah yang tak seorangpun menyangkalnya. Hal lainnya yang dipelajari adalah belajar memanjat dan menahan nafas. Jika ada yang bertanya mengapa pelajaran itu diperlukan, maka jawabannya adalah untuk bertahan dan melindungi diri.

Dari hasil tangkapan otakku, dapat disimpulkan bahwa dahulu tempat yang kutinggali sekarang entah dosa apa yang telah diperbuat hingga dijatuhi hujan lebat dan tsunami yang menenggelamkan daratan sampai yang tersisa hanya daratan tinggi yang kupijak saat ini. Para leluhur memberi wanti-wanti jikalau malapetaka itu kembali datang, kita harus bisa bertahan hidup seperti yang mereka lakukan dahulu sampai bisa selamat. Setidaknya itulah yang kudengar, yang selama ini merasuki otak, memaksa tuk percaya apapun yang diceritakan para leluhur, yang kemudian disampaikan kembali di sekolah. Bahwa kita adalah orang-orang yang beruntung karena selamat dari musibah itu, mungkin diluar sana banyak orang yang tak bertahan, kalaupun sebaliknya pasti hidup mereka susah karena tidak ada berbagai buah untuk makan seperti yang kita tempati saat ini. Kita adalah orang-orang beruntung. Itu sudah seperti motto hidup di lingkunganku.

"Ica! Kamu ini, kerjaannya melamun terus, itu Ida dan Aca sudah menunggumu untuk pergi sekolah," ucap Ibu mengagetkanku.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun