Aku, Jenia, Dina, dan Lidya sudah menjadi teman dekat, jadi Lidya tidak ragu lagi menceritakannya padaku.
"Ibuku meninggal dunia. Karena Ibuku meninggal, ayahku pergi meninggalkanku entah kemana"
"Jadi kamu tinggal sendiri? Saudara-saudaramu di mana?" tanyaku tidak sabar
"Ayah dan Ibuku adalah anak tunggal, begitu juga denganku. Sedangkan nenek dan kakekku sudah lama meninggal dunia"
Mendengar cerita Lidya, aku merasakan hidup seorang diri tanpa saudara satu pun. Setelah mendengar semuanya, aku pun melaporkannya pada Bu Penny, wali kelas kami. Dengan senang hati, akhirnya Bu Penny mengadopsi Lidya.
"Permisi, Mba, ini beritanya"
"Oh ya, terima kasih"
Berita telah selesai dirangkai, waktunya aku menyiarkannya.
Ketika aku membaca beritanya, tiba-tiba aku tertegun. Lidya Maharani, seorang tim medis, telah menjadi salah satu korban tewas tertimpa reruntuhan bangunan yang dihantam rudal di Palestina.
Lidya? Apakah dia Lidya sahabatku yang dulu menhilang? Setelah kuteliti lagi, ternyata benar! Dia adalah Lidya sahabatku yang dulu menghilang. Aku senang karena telah mengetahui keberadaannya. Tetapi aku sedih karena tak mungkin aku bertemu lagi dengannya.
Hari ini aku meminta izin kepada atasanku agar aku bisa pulang lebih cepat. Aku tak sabar untuk menceritakan semua ini pada Jenia dan Dina. Untung saja kami masih bisa bertemu. Pada pertemuan ini, aku menceritakan semuanya tentang Lidya, aku melihat Jenia dan Dina meneteskan air mata. Kami terharu sekaligus kagum.