Suara jam wekerku membuat aku terbangung dari tidurku. Setelah jam weker aku matikan. Aku melompat dari ranjangku dan menarik handuk menuju kamar mandi. Setelah berseragam, aku pergi menuju ruang makan. Di ruang makan sudah ada Ibu, Ayah, dan Adikku.
"Selamat pagi," sapa Ibuku
"Selamat pagi"
"Kak, kakak kok kantung matanya terlihat"
"Iya, semalam kakak tidak bisa tidur"
Setelah sarapan yang disajikan Ibu habis, aku berpamitan dan pergi ke sekolah. Hari ini aku snang karena sebentar lagi pertanyaanku akan terjawab.
Di sekolah, aku mengikuti pelajaran dengan baik.
"Kriiing...kriiing...kriiing..."
Hore akhirnya istirahat. Aku melihat Lidya langsung pergi keluar kelas. Dengan cepat aku mengikutinya. Sesampainya di toilet tua yang berada di belakang sekolah, aku pun mendengar suara tangisan itu lagi. Jantungku berdetak kencang seperti mesin penggiling padi. Dengan sedikit keberanian yang masih ku miliki, aku membuka pintu itu perlahan-lahan. Ketika pintu itu terbuka ternyata benar, suara tangisan itu adalah suara Lidya.
Aku segera merangkulnya dan membantunya berdiri.
"Lidya kenapa kamu menangis? Ceritakan saja padaku agar hatimu tenang"