Mohon tunggu...
Afif Auliya Nurani
Afif Auliya Nurani Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Semakin kita merasa harus bisa, kita harus semakin bisa merasa

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Selamat Tinggal atau Sampai Jumpa Lagi?

8 November 2017   07:41 Diperbarui: 8 November 2017   09:23 4250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://islamichroniclers.wordpress.com/2014/01/22/quote-2/

Yang terjadi setelah itu, aku selalu nanar ketika hujan turun. Berharap kau dan aku akan berjumpa lagi dalam setiap hujan. Benarlah kata orang-orang, bahwa sesengguhnya sebuah pertemuan tak akan membunuh rindu. Ia malah akan melipat-ganda-kan-nya. Maka jadilah aku semakin dibelenggu kerinduan. Juga semakin aku tersadarkan, bahwa ada yang keliru atas reaksiku selama ini.

Pada akhirnya kuputuskan untuk menghubungimu, setelah sekian lama menguatkan hati. Bukan untuk meminta kabarmu, bukan, hanya untuk keperluan mengembalikan buku. Buku yang ratusan hari lalu kau pinjamkan. Buku yang secara tidak langsung mengikat kau dan aku samar-samar. Buku yang membuat semangat belajarku lebih berkobar. Mungkin dengan "memulangkan" bukumu, hatiku akan merasa lebih baik. Walaupun belum sembuh sempurna dari luka yang ku buat sendiri.

Dan, Ya Tuhan, saat ku menghubungimu, kau meminta maaf lagi. Apa maksud semua ini? Lelah aku bertanya-tanya sendiri. Lihatlah, kau berubah. Bahasamu tak sehangat dulu. Juga tak ada lagi sapaan khusus yang biasa kau gunakan untuk memanggilku. Sejujurnya aku lebih suka kau panggil dengan sapaan yang sudah kita sepakati bersama dulu. Tapi, sudahlah, siapa aku? Siapa aku, seenaknya saja menginginkan ini-itu darimu. Astaga...

Pada akhirnya buku itu aku titipkan pada seorang temanmu. Karena aku takut, jika aku bertemu denganmu, maka rindu ini akan semakin melimpah ruah. Sama seperti halnya perasaanku padamu. Ini aneh, kata orang perasaan akan lebih mudah pudar jika kita tak terbiasa bersama. Yang terjadi padaku justru sebaliknya, entahlah, apakah ini semua karena aku tak bisa melupakan perasaan ini, atau aku tak mau?

Aku pun mematut diri, mencoba menggali kekeliruan dan menjawab pertanyaanku sendiri. Atau setidaknya, pasti ada hikmah dibalik segala kerisauan ini. Semoga jawaban ini memuaskan, walau pun tak sempurna benar, paling tidak ini bisa membantuku tersenyum saat mengingatmu.

Tak ada yang salah. Hanya aku yang terlalu berlebihan menanggapi perasaan dan kebodohanku menaruh harapan. Aku pernah berharap kita dipertemukan kembali, terikat dalam janji suci, dan menua di telan bumi. Tak ada yang salah. Benar-benar tak ada yang salah. Hanya aku disini, tersakiti atas penantian yang ku rajut sendiri sendiri. Tersakiti atas janji yang bahkan tak pernah kau beri.

Kini aku membuat jawaban sendiri. Jawaban yang selalu ku tunggu setiap hari, namun sayangnya tak sesuai dengan impian yang ku pahat ratusan hari. Kabar baiknya, aku tak lagi harus menanti, menanti sesuatu yang tidak dapat ku miliki. Karena pada hakikatnya, kita tak pernah memiliki apapun bukan? Lantas mengapa aku harus merasa kehilangan?

Dan, apa lagi yang bisa kulakukan selain berusaha untuk sabar. Mencoba memaksakan keadaan? Mana mungkin, aku tak sejahat itu dengan takdir. Maka jadilah aku disini berdamai dengan semesta. Berkonspirasi dengannya, kemudian sepakat bahwa segala sesuatu yang telah ditentukan untukku, pasti akan datang padaku. Entah kau termasuk di dalamnya atau tidak...

Kau dan aku mungkin pernah melakukan kesalahan, dan biarlah itu menjadi pelajaran untuk masa yang akan datang. Ya, walaupun aku tak sepenuhnya baik-baik saja, ada hidup yang harus ku lanjutkan -tanpamu, tanpa doa-doa itu. Kini aku mengerti kenapa Tuhan tak menghalalkan segala hubungan lawan jenis selain pernikahan, entah itu disebut pacaran, kakak-adik, TTM, hubungan tanpa status, atau apalah. Karena perasaan yang kian tumbuh sebelum ada ikatan sah hanya akan menjadi benalu. Bahkan tanpa embel-embel status pun, rasa itu tetap mengganggu.

Tak ada yang benar-benar salah. Hanya aku saja yang terlalu banyak menaruh harapan, harapan yang bukan ditujukan kepada-Nya. Aku yang terlalu angkuh, seakan semua kehendak harus berjalan sesuai harapan. Tapi, siapa aku? Ya Tuhan, aku bukan apa-apa...

Maka, biar saja, biar saja kau dan aku sama-sama tak tertebak. Biar saja, kita saling meniadakan dalam ada. Biar saja, kita saling berdiam dan berpasrah. Atau, biar saja kita saling mem-biar-saja. Entah sampai kapan dan bagaimana akhirnya, yang pasti waktu akan berbaik hati mengabarkan apa-apa yang terbaik.

Apa-apa yang telah diridhoi-Nya.

Jadi, mana yang harus kuucapkan,

Selamat tinggal, atau sampai jumpa lagi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun