Mohon tunggu...
A Afgiansyah
A Afgiansyah Mohon Tunggu... Dosen - Digital communication specialist

Praktisi dan Akademisi Komunikasi Media Digital dan Penyiaran. Co-Founder Proxymedia.id // Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Mercubuana, Universitas Indonesia, dan Universitas Paramadina

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Siaran TV Aman dari Pornografi, Media Sosial dan Platform OTT Siapa yang Awasi?

2 Juni 2022   17:35 Diperbarui: 2 Juni 2022   17:38 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai contoh, Youtube melarang konten pornografi. Karena Youtube membuka kesempatan bagi siapa saja mengunggah konten ke platform itu, maka bisa saja pengguna tetap mengunggah konten pornografi walupun terlarang. Ini tidak bisa dicegah oleh Youtube sampai ada pengguna lain yang melaporkan bahwa konten tersebut melanggar aturan Youtube. 

Untuk ini disediakan fitur otomatis untuk melapor. Namun sayangnya belum ada fitur otomatis yang mendeteksi bahwa konten yang diunggah mengandung unsur pornografi. Ini membuat konten pornografi masih bisa eksis di Youtube. Hal yang sama juga terjadi di platform lain seperti Instagram, Facebook, dan TikTok yang melarang konten nudisme dan pornografi. Namun semua konten asusila itu masih bisa tersirkulasi sebelum ada laporan. 

Kelemahan sistem otomatis dari penyelenggara media sosial seperti Youtube, Facebook, Instagram, dan TikTok baru satu hal. Kita belum bicara mengenai batasan pornografi yang dilarang oleh penyelenggara media sosial yang semuanya berasal dari luar negeri. Ada perbedaan pandangan mengenai apa yang disebut unsur pornografi.

Jika kita bicara televisi yang menyensor tayangan perempuan dewasa berpakaian terbuka, ini dilandasi oleh nilai-nilai masyarakat Indonesia. Penyelenggara TV harus patuh pada pedoman yang diatur oleh negara. Dalam hal ini penyiaran TV dan Radio di Indonesia wajib menaati Pedoman Perilaku Siaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang disusun oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Pedoman ini dibuat sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku bagi masyarakat Indonesia. Secara reguler, KPI juga mengawasi apakah penyelenggara siaran TV melanggar pedoman ini. Pelanggaran akan diberikan teguran hingga dikenai sanksi.

Penyelenggara televisi tentunya akan menghindari pelanggaran ini. Berbeda dengan media sosial, konten yang tayang di televisi melalui saringan penyelenggara siaran. Oleh karena itu stasiun televisi bisa menjaga agar tayangannya aman sesuai pedoman. Dan tentunya ketika menyangkut pornografi pasti akan dihindari sesuai dengan definisi masyarakat Indonesia. Definisi pornografi ini berbeda dengan kebijakan media sosial yang berasal dari luar negeri.

Instagram sebagai contoh, masih membolehkan konten nudisme dalam konteks artistik. Konsep yang sama juga dianut oleh Youtube. Karya seni dengan konsep nudisme tidak dilarang. Padahal, bagi masyarakat Indonesia ini termasuk dalam kategori pornografi. Belum lagi platform lain seperti Twitter.  

Konten erotis bahkan bermuatan seksual masih bisa beredar. Twitter hanya menambahkan fitur pemberitahuan bahwa konten mengandung unsur pornografi. Pengguna masih tetap bisa mengaksesnya jika menyatakan sudah dewasa dan setuju untuk terpapar dengan konten tersebut. Bagaimana Twitter bisa tahu pengguna tersebut bukan anak-anak? Tidak bisa tentunya.

Selain media sosial, ada lagi platform OTT. Di sini pengaturan konten dikelola oleh penyelenggara. Seperti stasiun televisi, mereka bisa menentukan konten apa saja yang akan ditampilkan. Namun platform OTT asing punya nilai yang berbeda. Netflix misalnya. 

Mereka menyajikan konten pornografi dalam sederet film dan serial yang ditayangkan di sana. Memang, tidak semua platform OTT menayangkan pornografi. Disney+, Viu, dan WeTV absen dari pornografi. Apalagi VIDIO yang asli dari Indonesia, menayangkan pornografi tentunya akan melanggar hukum. Namun jika Netflix bisa menayangkan pornografi, bukan tidak mungkin ada platform OTT lain sejalan dengan Netflix.

Lalu, mengenai pornografi di media sosial dan platform OTT, siapa yang bisa mengawasi? Atau mungkin pertanyaannya, perlukah diawasi seperti yang terjadi pada lembaga penyiaran stasiun radio dan televisi?

Deskripsi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun