Mohon tunggu...
A Afgiansyah
A Afgiansyah Mohon Tunggu... Dosen - Digital communication specialist

Praktisi dan Akademisi Komunikasi Media Digital dan Penyiaran. Co-Founder Proxymedia.id // Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Mercubuana, Universitas Indonesia, dan Universitas Paramadina

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

TV Rating Vs Algoritma Youtube

24 Mei 2022   20:23 Diperbarui: 26 Mei 2022   09:52 1268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pengukuran Youtube "watch time" & "views". Sumber: Shutterstock.com/@slyellow

Misalnya, jika sebuah tayangan memperoleh rating sebesar 1, itu berarti ditonton oleh 1% dari populasi pemirsa. Jadi kalau populasi pemirsa TV di Indonesia katakanlah berjumlah 50 juta orang, maka 1% setara dengan 500 ribu. Artinya, rating 1 itu sama dengan 500 ribu tontonan.

Selain rating, sistem TAM memiliki beberapa satuan lain yaitu share, index, dan thousand people.  Kita tidak akan menguraikan makna dari satuan pengukuran TAM. Intinya, sistem TAM menghitung keberhasilan tayangan TV. Landasan pengukurannya bersifat kuantitatif.

Artinya, sistem TAM hanya menghitung jumlah penonton. Tidak ada pengukuran soal kualitas tayangan dalam sistem ini. Lalu apa masalahnya?

Semakin banyak tontonan, maka semakin banyak pula pengiklan yang berminat mensponsori tayangan. Ini membuat penyelenggara siaran TV berlomba-lomba mengejar banyaknya tontonan berdasarkan kuantitas atau jumlah penonton. Kualitas pun bisa jadi terabaikan. Ini menjadi masalah. Kenapa? Begini penjelasannya.

Sistem TAM bahkan menyediakan perhitungan rinci hingga tingkat menit tayangan. Pengukuran ini disebut sebagai minute by minute rating atau MBM. Para produser program TV akan mengevaluasi tayangan berdasarkan hitungan ini.  

Misalnya, pada 5 menit pertama tayangan berbentuk diskusi serius memiliki rating kecil, lalu pada 5 menit berikutnya nilai rating meningkat karena berbentuk lawakan. 

Pada produksi berikutnya pihak produser program akan menghilangkan atau setidaknya mengurangi konsep diskusi serius dengan menambah konsep kreatif berbentuk lawakan.

Akibatnya, tayangan diskusi serius dengan unsur edukasi tinggi tergerus dengan tayangan lawak yang lebih berat pada unsur hiburan saja. 

Tentunya ini hanya contoh ekstrim. Intinya, dengan mengacu pada angka rating, penyelenggara siaran bisa mengabaikan kualitas tayangan. Penonton cenderung disuguhi konten yang mereka sukai, bukan yang mereka perlukan. Di sini muncul wacana bagaimana tayangan TV itu tidak mendidik.

Algortimea Youtube

Bagaimana dengan algoritma Youtube? Bisa dibilang serupa tapi tak sama dengan TV rating. Pada dasarnya algoritma Youtube merupakan sistem otomatisasi dalam memberikan rekomendasi kepada pengguna. Mengutip dari Sprout Social, hingga tahun 2022 Youtube memiliki sekitar 2,1 miliar pengguna di seluruh dunia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun