Mohon tunggu...
Adriyanto M
Adriyanto M Mohon Tunggu... Menyimak Getar Zaman, Menyulam Harapan

Ruang kontemplasi untuk membaca dinamika dunia dengan harapan dan semangat, merangkai ide dan solusi masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

[FULL NOVEL] PENDHARAKA: Fantastic Four Nusantara - Bab 22

25 Juni 2025   14:33 Diperbarui: 27 Juni 2025   08:08 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Novel Superhero Indonesia: "PENDHARAKA: Fantastic Four Nusantara"

"Tuak untuk semua," katanya, suaranya cukup keras untuk didengar. "Aku dengar pelaut Makassar adalah yang paling pemberani di tujuh samudra. Tapi sepertinya, bahkan kalian pun sekarang lebih suka berjudi di darat daripada menghadapi ombak."

Itu adalah umpan yang sempurna. Seorang pelaut bertubuh besar dengan satu mata buta tertawa mengejek. "Gadis kecil, kau tidak tahu apa-apa. Kami tidak takut ombak. Ombak adalah kawan kami."

"Oh ya?" balas Api, duduk di hadapan mereka. "Lalu kenapa dermaga begitu sepi? Aku dengar ada hantu baru di lautan yang membuat para pemberani pun kencing di celana."

Kelompok itu terdiam. Tawa mereka lenyap. Si mata satu menatap Api dengan tajam. "Jaga mulutmu. Jangan bicara tentang hal yang tidak kau mengerti."

"Kalau begitu buat aku mengerti," tantang Api.

Si mata satu melirik ke sekeliling kedai sebelum mencondongkan tubuhnya. "Namanya Alap-Alap," geramnya pelan. "Dia bukan bajak laut biasa. Kami pernah melihat kapalnya dari kejauhan. Hitam legam, tanpa layar, tapi melaju lebih cepat dari kapal kami yang didorong angin kencang. Dia muncul dari kabut di siang bolong, dan lenyap begitu saja. Kapal yang jadi sasarannya... hilang. Bukan dirampok, Nona. Hilang. Ditelan laut."

Selama percakapan itu, Tirta hanya berdiri diam di belakang Api. Ia tidak berbicara, hanya menatap si mata satu. Pelaut pemberani yang pernah menghadapi badai dan perompak itu merasakan bulu kuduknya berdiri. Mata pemuda pendiam itu terasa lebih dingin dan lebih dalam dari lautan di malam hari. Tirta bisa merasakan jejak energi itu---energi dingin yang sama yang ia rasakan di Kampung Junti---melekat samar pada aura si pelaut, seperti sisa-sisa trauma spiritual. Pria ini pernah berada cukup dekat dengan sumber kekuatan itu untuk disentuhnya.

-----

Saat senja mewarnai langit Cirebon dengan warna oranye dan ungu, keempatnya bertemu kembali di halaman Vihara Dewi Welas Asih. Aroma hio yang menenangkan menjadi kontras dengan informasi meresahkan yang mereka kumpulkan.

Mereka berbagi cerita mereka dengan bisikan.

"Namanya Laksamana Alap-Alap," lapor Gayatri. "Dunia dagang mengenalnya. Dia adalah ancaman baru yang misterius."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun