Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Mengapa Kredit Barang Laris Manis di Pasaran meski Penuh Risiko?

19 Oktober 2021   13:30 Diperbarui: 20 Oktober 2021   03:16 819
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kredit barang | Sumber gambar via biz.kompas.com

Sejumlah barang atau peralatan yang dibutuhkan masyarakat secara luas kerap kali dibeli secara kredit oleh sebagian orang. Biasanya, barang-barang yang dikredit bisa berupa elektronik seperti lemari es, handphone, TV, laptop. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan perabotan rumah tangga, seperti sofa dan meja, spring bed, dan lainnya. 

Umumnya mereka membeli barang tersebut untuk kebutuhan rumah tangga, rekreasi, keperluan mengerjakan tugas bagi anak sekolah dan mahasiswa hingga sebagai penunjang aktivitas keseharian. 

Di masyarakat, keperluan akan sejumlah barang ini mendukung fungsi lainnya. Lemari es misalnya, tak hanya untuk menyimpan dan mengawetkan makanan dan minuman namun bisa dimanfaatkan untuk berjualan es batu. 

Ada nasabah yang kebetulan punya usaha jus, kebantu juga karena bisa sekalian nyimpan buah dan jual es batu. Selain mereka tidak harus keluar duit buat beli es, dengan jualan es batu harian, mereka bisa sisihkan untuk cicilan. 

"Jadi lemari esnya bayar sendiri," canda pemilik usaha jus tersebut. 

Sedikit beda dengan lemari es, handphone jauh lebih multifungsi sebagai alat komunikasi sudah jadi barang pokok bagi warga. 

Selain itu dengan handphone beraneka fitur, seseorang bisa berkreasi sebagai digital marketer, influencer, tiktoker, traveler, dan lainnya untuk mendapatkan tambahan penghasikan dan pengalaman.

Laptop, salah satu barang kredit dengan PH (Pokok Hutang) kecil | Dokumentasi pribadi
Laptop, salah satu barang kredit dengan PH (Pokok Hutang) kecil | Dokumentasi pribadi

Hari gini lho, bangun pagi yang dicari duluan bukan sarapan, tapi handphone, wkwk. Itu bukan humor pemirsa, tapi realita. Ngaku deh kalo kita kebanyakkan melakoni yang demikian, kan?!

Itu bisa jadi alasan mengapa kredit handphone lebih laris manis dari kredit laptop atau kredit motor. Selain harganya relatif lebih murah dari kedua barang tersebut, pangsa pasar handphone yang membutuhkan juga luas.

Mengapa Perusahaan Pembiayaan membiayai? 

Pertama, ada fungsi ekonomi yang bisa digerakkan oleh sejumlah produk elektronik maupun perabotan rumah tangga tersebut. Kedua adalah kebutuhan pasar (masyarakat). 

Padahal profit (bunga) yang didapatkan perusahaan pembiayaan tak sebesar membiayai kendaraan atau properti. 

Selain itu, harganya yang relatif lebih rendah dari kendaraan atau properti, otomatis cicilan juga murah. Bahkan ada juga perusahaan pembiayaan yang mengenakan non DP (tanpa uang muka) bagi para pengaju, sudah pasti dengan syarat dan ketentuan. 

Banyaknya merchant (toko) yang menjual hingga ke pelosok desa atau pinggiran kota, juga jadi kemudahan lain bagi perusahaan untuk bekerja sama. Pengaju kredit di sana, tapi pemilik toko dibayar oleh perusahaan pembiayaan dengan pengaju jadi nasabah mereka. 

Sistem online digital pembiayaan juga dilakukan sejumlah perusahaan pembiayaan. Tanpa menyebutkan nama perusahaannya, mereka jauh lebih ekpresif menawarkan dengan beragam pilihan. 

Cukup lewat kartu kredit, barang akan dikirim tanpa bertemu langsung karena persetujuan telah secara online. Dan ini perusahaan legal di bawah OJK, bukan ilegal atau kaleng-kaleng. 

Risiko yang mengintai di balik kredit barang 

Bila pernah makan cemilan semacam keripik kentang, kue nastar, popcorn, kira-kira sensasi apakah yang dirasakan? Yupp, benar sekali, rasanya pengen nambah, mulut ngga berhenti mengunyah. 

Sensasi psikologis inilah yang dirasakan pembeli merangkap pengaju yang nantinya jadi nasabah. Beraneka model dan cicilan murah bikin yang sudah memiliki pun pengen kredit lagi. 

Di lain sisi, perusahaan pembiayaan juga terkena sindrom pedagang cemilan yang kesenangan bila banyak yang beli alias kredit. Di awal-awal happy karena penjualan meningkat dan target terlampaui. 

Namun dengan berjalannya waktu, mulai ada kekhawatiran, rasa was-was dan antisipasi muncul dari sejumlah realita di bawah ini: 

1. Meski murah angsuran, tak semua debitur sadar tanggung jawab

Karena menganggap kredit handphone, TV, lemari es dan laptop tak sesulit kayak kredit motor, mobil, atau rumah. Maka, tak sedikit warga lalai bahkan mengabaikan. 

Bahkan saya pernah menulis di Kompasiana juga seorang nasabah di kantor nunggak angsuran handphoneyang cuma dua ratusan ribu selama sekian tahun. Pas butuh pembersihan nama di sistem, baru muncul di kantor. 

2. Tak ada jaminan yang ditinggalkan di perusahaan pembiayaan

Bika kredit kendaraan atau dana multiguna, jaminan bisa BPKB, sertifikat, atau yang lain. Namun bila kredit produk barang-barang seperti elektronik atau perabotan rumah tangga, hampir tak ada benda atau dokumen berharga yang bikin nasabahnya tetap terikat. 

Ini salah satu alasan mengapa banyak dari mereka yang kredit malah menghilang dan lenyap. Pada saat kena BI checking, baru nongol minta bantuan. 

3. Sulit menarik kembali atau sukar menjual barang seken

Tak seperti mobil, motor, atau rumah, probabilitas unit tarikan atau unit sitaan di atas 50 persen. Andai dilelang, produk elektronik atau perabotan rumah tangga tidaklah demikian. Masyarakat tak banyak yang mau beli lemari es bekas, TV bekas pakai, termasuk handphone atau laptop bekas. 

Bila tunggakan tak terbayar, sulit juga menarik kembali. Selain harus menyiapkan gudang atau ruang, kondisi barang pada saat ditarik juga menentukan, meski diserahkan oleh nasabah. 

4. Mudah rusak karena salah pemakaian atau faktor lain

Biasanya garansi disediakan oleh merchant yang bekerja sama dengan perusahaan pembiayaan. Namun aspek psikologis debitur yang lebih dominan manakala terjadi kerusakan atau gangguan terkait fungsi. 

Malas bawa ke toko, malas menambah bila ada tambahan biaya hingga akhirnya malas mengangsur lagi. Makin kecil uang muka dulu, kadang makin nambah keinginan membiarkan dan melepas tanggung jawab 

Tak seperti kredit kendaraan atau rumah dengan DP (uang muka) besar. Untuk itu, kebanyakkan sekarang perusahaan pembiayaan menetapkan besaran DP (uang muka) pada produk seperti elektronik maupun perabotan rumah tangga.

Sekadar saran 

1. Bertahan hingga cicilan terakhir

Bila masih sedang jalan kredit produk elektronik maupun perabotan rumah tangga di sebuah perusahaan pembiayaan, upayakan hingga selesai. Ada kalimat bijak, "bukan bagaimana memulai, tapi bagaimana nenyelesaikan". 

2. Periksa dan cek baik-baik barang yang akan dikredit sebelum dibawa pulang dan dipakai

Meski ada garansi, namun ini memnimalisir harga yang dibayar akibat keteledoran. 

3. Selalu berkomunikasi 

Baik dengan pihak merchant maupun pihak pembiayaan. Simpan nomor handphone sehingga bisa capture foto terkait gangguan teknis atau kendala pembayaran. 

4. Pahami risiko dari kredit di perusahaan legal

Bila menunggak dan mengabaikan akan mempengaruhi ke SLIK dan BI checking. Bila barang ditarik, sistem akan mendeteksi sebagai ketidakmampuan nasabah meneruskan tanggung jawabnya. 

Semoga tulisan ini bisa mengedukasi, 

Salam, 

Baca juga: "Ketika "Keluarga" Ingin Berutang pada Perusahaan Pembiayaan, Edukasi Apa yang Harus Diberikan?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun