Mohon tunggu...
A.I
A.I Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Senang membaca, sepakbola, juga bertualang. Saat ini sedang menjalani tahapan industrialisasi pendidikan sebagai: Mahasiswa Ilmu Komunikasi (Jurnalistik) Semester IV

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hikayat Perkelaminan (Habis)

7 Mei 2017   21:54 Diperbarui: 7 Mei 2017   22:06 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

(sambungan)

 Pernah saya mendengar sebuah kalimat yang berbunyi: teman itu adalah anugerah. Tapi, jika penerapan kalimat itu ditujukan untuk kedua teman saya, sungguhlah jauh panggang dari api.

Saya sama sekali tidak sepakat jika, Didit dan Anuar disebut sebagai anugerah. Semakin erat saya berkongsi dengan mereka, semakin dekat pula saya pada beratnya cobaan hidup.

Anuar merupakan sahabat yang mengajarkan pada saya, makna sabar dalam menghadapi tekanan.

Awalnya saya tak tahu-menahu persoalan judi. Tapi berkat peran besar Anuar, hampir tiap malam saya beradu-untung di meja poker.

Didit lain lagi, dia yang mengajarkanku menjadi pria sejati. Tiap awal bulan, setelah rekening gendut karena kiriman dari orangtuanya, tak pernah kami lewatkan ritual menggelandang betina, baik dari kampus sendiri maupun kampus lain. Kadang digiring ke hotel, kadang di wisma, atau kadang juga numpang di kosan teman.


Begitulah siklus kehidupan saya, semenjak berkawan dengan iblis berwujud manusia tersebut.

***

Malam itu, tepatnya seminggu jelang ujian semester, saya dan Anuar tengah asyik bermain judi online di salah-satu warkop yang buka 24 jam. Ini memang sudah menjadi kebiasaan kami. Jika ada yang berbeda, adalah Didit yang seminggu terakhir juga ikut 'tembus pagi' bersama kami di warkop.

Formasi duduk kami berejejer merapat ke tembok. Didit mengambil posisi paling sudut, tentu bisa ditebak kenapa dia duduk di sudut: agar tak ada yang melihatnya saat memutar film tukar-menukar lendir.

Malam itu, bukan malam yang baik bagi peruntungan saya dan Anuar. Kami berdua sama-sama kalah. Memang, seminggu belakangan ini jadi hari-hari yang berat bagi kami. Inilah pertama kali dalam sejarah perjudian saya dan Anuar, kalah beruntun selama seminggu.

Kami mulai menerka-nerka apa penyebab semua kesialan ini. Tanpa dikomando, mata kami berdua mengarah pada seseorang yang ada di sebelah kami. Yah, lelaki yang mematung tak pernah bergerak di depan laptopnya itu, penyebab kekalahan kami.
 "Wee Didit! Berhentiko itu nonton film bokep."
 "Gara-gara kau ini, kalah teruski. Tidak mau datang rejeki kalo ada orang bikin dosa di sampingta."
 "Kayak tong itu judi bukan dosa. Siapa tanyako kalo nonton bokepka, langsung lari rejekimu?"
 "Insting binatangku yang bilang!"

Perdebatan Anuar dan Didit itu, menjadi penghujung malam kami.

***

Saya melihat Anuar termenung di kantin kampus. Raut mukanya seperti bayi. Bayi yang sedang cemberut menahan tangis tak diberi susu. Sepertinya dia sedang ada masalah besar. Sebab, biasanya meski ada masalah, anak ini tetap santai.

Setelah lama basa-basi untuk sekadar mengajaknya ngobrol, akhirnya dia mau bicara. Dan, betapa terkejutnya saat saya mengetahui jika semalam, uang yang digunakannya berjudi adalah uang pembayaran semester. Berita tidak menyenangkannya lagi, karena semeter kurang dari tiga hari lagi.

Dari mana kami bisa dapatkan uang dua juta dalam dua hari. Gerutu saya dalam hati.

Senyum seorang mahasiswa yang baru masuk, nampak begitu cerah. Secerah harapan kami untuk membaiat dia sebagai dewa penolong. Didit berjalan mengarah kami.

Setelah kami secara bergantian menceritakan perihal uang semester Anuar yang semalam raib disikat bandar pada Didit, akhirnya keadaan sedikit bertambah buruk. Ternyata sehari sebelumnya, Didit baru saja membiayai mobilnya yang ditabrak oleh pengantar air galon. Tak ada alasan lagi untuknya meminta uang lebih pada orangtuanya. Singkat kata: Didit tak bisa membantu kali ini.

Untuk sedikit mencairkan suasana, maka, saya mengajak keduanya menuju ke gedung setengah jadi, yang ada di sekitar kampus.

Sambil terus mengebulkan asap rokoknya, Anuar terus menggerutu dan memaki bandar judi yang melululantahkan uangnya semalam. Saya kemudian memberi berbagai solusi, sebisa mungkin. Hingga saya menyarankan untuk menggadaikan motornya. Sayangnya, surat BPKB motor yang menjadi syarat utama untuk menggadai, membuat usulan saya dibatalkan. BPKB motor Anuar, berada di Nunukan.

Sementara saya dan Anuar terus mencari alternatif lain untuk mencari pengganti uang kuliahnya, Didit, rekan kami lainnya, juga sibuk menceritakan film bokep terbaru, yang dia download sewaktu di warkop, di malam saya dan Anuar kalah judi.

"MILF lagi saya suka sekarang"

"ada kemarin saya download, ibu-ibu main sama teman sekolahnya anaknya" ujar Didit yang begitu bahagia, saat saya dan Anuar kesusahan.

Saya memang tak pernah meragukan kualitas Didit dalam menuturkan film bokep yang dia saksikan, secara runut pada kami. Bahkan pernah sekali, saat dosen filsafat menerangkan tentang kisah Socrates, Didit yang duduk bersama saya di bangku belakang, juga sibuk menceritakan secara runut dan jelas, bagaimana Ariel menunggangi Cut Tari di atas ranjang. Tak tanggung, dia berkisah mulai sejak kedua artis tersebut buka baju, foreplay, hingga mengerang saat mencapai puncak klimaks. Sempurna. Saya yang ikut terangsang mendengarnya, hanya bisa berpegang pada iman saya yang ala kadarnya, agar tak sampai coli di dalam ruang kuliah.

Anuar tiba-tiba bangkit dari duduknya, dan membanting korek gas yang ada di tangannya. "Ahh... Puki!" Dia menggerutu.

Saya paham benar apa yang dirasakan kawan saya ini. Satu hal yang siang itu tak bisa saya pahami adalah: Didit terus mengoceh soal film dewasa, saat kami sedang kebingungan mencari solusi untuk Anuar.

Melihat kasus Anuar, saya sempat kepikiran untuk menjadi seorang Fyodor Dostoyevsky saat ia menulis kisah kelamnya di buku yang berjudul The Gambler. Dalam buku tersebut, Dostoyevsky berkisah tentang hidupnya yang hacur karena judi. Dan, di detik terakhir, ia masih sempat berpikir untuk menulis buku sebagai imbalan untuk membayar hutang judinya.

Tapi apa mungkin saya bisa mengikuti jejak Dostoyevsky? Ah, tidak mungkin. Apa yang akan saya tulis? Sebaiknya ide itu saya lupakan saja. Batinku.

Anuar berjalan sedikit menjauhi kami. Dari lantai lima gedung belum jadi ini, Kota Makassar bisa terlihat jelas. Anuar melempar pandang sejauh mungkin. Sepertinya dia akan gantung laptop atau pensiun dari dunia judi. Sama sekali saya tak berpikir jika dia akan nekat untuk melompat dan bunuh diri. Tidak, kawan ini tak sebodoh itu. Dia mungkin kini merasa sebagai orang terbuang dan tak ada yang bisa menolongnya.

Anuar kini membuang pikirannya jauh ke kampungnya, Nunukan. Dia menjadi manusia asing di tanah orang lain. Parahnya, dia mendapat cobaan dikala berada di tanah rantau. Yah, Anuar ibarat serpihan kriuk yang ada dalam minyak penjual gorengan.

Semakin saya merenungi nasib Anuar, semakin semangat pula Didit yang hanya berada selangkah di sampingku, untuk terus menceritakan kisah tentang Brandy Love, aktris porno yang kini digemarinya.

"Kau tauji itu Brandy Love, hampirmi 50 tahun umurnya, tapi masih mantap". Cerocos Didit berapi-api.

Sungguh betapa miris nasib kawan yang satu ini. Tak adakah sedikit celah di kepalanya, yang tidak diisi oleh pornografi?

Parahnya lagi, dia kini sudah dibutakan perasaannya oleh dunia selangkangan. Saat kawannya terkena musibah, dia tak juga paham tentang hal yang terjadi. Pikirannya tetap saja tertuju pada alat kelamin wanita. Melihatnya, saya jadi ingin membenarkan teori Darwin yang berkata manusia evolusi dari monyet. Dan Didit, kawan yang selama ini bersama melewati masa-masa kuliah, merupakan wujud tak sempurna dari evolusi tersebut. Wujudnya manusia, tapi otaknya monyet.

"Andaikan ada tawarika main film porno, pasti mauka".
 "Deh, apalagi Brandy Love kutemani main". Ujarnya sambil terus tertawa.

Darah yang ada di tubuh ini, sudah serasa mendidih melihat tingkah anak ini. Jika bukan kawan akrab saya, sudah bocor kepalanya terkena batu-bata yang ada di depanku. Tapi, saya juga manusia biasa. Bisa saja saya khilaf.

"Adnan, kau tauji Ameri Ichinose toh?"

"Ada video bar..."

"Diamkooo... Telaso!"

Didit tertegun saat saya menghardiknya. Anuar yang sedari tadi terdiam di tepi gedung, kaget dan memandang ke arah kami.

"Kau itu Didit, fungsinya kepalamu cuman buat simpan helm."

"Tidak kau lihat itu Anuar kah? Ada masalahnya!"

"Sudahmi itu. Berhenti mko cerita atau nonton video bokep."

"Bukan mko lagi anak-anak. Waktunya sekarang jadi orang yang lebih baik. Tidak kasihanko itu sama orangtuamu?"

Saya menjadi tidak enak hati karena telah memarahi Didit. Biar bagaimanapun, anak ini sebenarnya memiliki hati yang baik. Dia dibesarkan dengan cinta-kasih oleh kedua orangtuanya. Bahkan, dari ceritanya, dia tidak pernah dimarahi oleh orangtuanya.

Matanya terlihat berkaca-kaca. Saya telah melukai hati kawan saya ini. Dia terus berdiri dan tak beranjak dari tempatnya.

Saya kemudian merangkul dan mengajaknya untuk turun ke kantin dan memesan Pop Mie rasa ayam bawang favoritnya.

Setelah melahap seporsi Pop Mie, dia hanya termenung. Tak ada lagi kicauan tentang film porno seperti biasa. Kami saling duduk berhadapan dan tak ada yang bicara.

"Adnan!" Kemudian dia menepuk bahuku.

Saya melihatnya mengangkat pandangannya yang sedari tadi terus tertunduk. Rupanya, bentakan yang saya lakukan tadi, membuatnya tersadar. Betapa bahagia perasaan saya saat itu. Kawan yang sejak dulu hanya tahu bicara tentang seks, kini terlihat akan menjadi orang yang lebih baik. Saya merasa bangga bisa menyadarkan sahabat saya ini. Hingga kemudian ia menarik nafas lega, dan dengan wajah yang cerah dia berkata.

"Belumpi saya ceritakanko tentang Paris Hilton main sama pacarnya?"

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun