Mohon tunggu...
ADI PUTRA (Adhyp Glank)
ADI PUTRA (Adhyp Glank) Mohon Tunggu... Saling follow itu membahagiakan_tertarik Universalitas, Inklusivitas dan Humaniora, _Menggali dan mengekplorasi Nilai-nilai Pancasila

-Direktur Forum Reproduksi Gagasan Nasional, -Kaum Muda Syarikat Islam, - Analis Forum Kajian Otonomi Daerah (FKOD), - Pemuda dan Masyarakat Ideologis Pancasila (PMIP), -Penggemar Seni Budaya, Pemikir dan Penulis Merdeka, Pembelajar Falsafah Pancasila

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Makan Bergizi Gratis (MBG) : Dengarkan dan Responsif Kritik Pemuda

3 Mei 2025   11:19 Diperbarui: 3 Mei 2025   11:57 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Prof. Arief Anshory Yusuf sebagai ahli ekonomi pembangunan dan pemodelan ekonomi (CGE) dan Dewan Ekonomi Nasional (DEN), saya kemungkinan akan mengkritik implementasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG) melalui perspektif "ketimpangan struktural" dan "keterbatasan model prediktif ex-ante" dalam mengakomodasi kompleksitas MBG di lapangan berdasarkan Analisis faktual.

Kritik awal terhadap Model Ekonomi X-Ante yang digunakan dalam perencanaan MBG yang secara faktual mengabaikan faktor dinamis seperti "Ketidaksiapan Infrastruktur", target awal MBG adalah membangun puluhan ribu Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), tetapi hingga Februari 2025 hanya 638 SPPG yang beroperasi. Padahal, satu SPPG idealnya melayani 3.000 porsi/hari dengan jangkauan maksimal 5-6 km. Akibat ketimpangan ini menyebabkan distribusi tidak merata, terutama di Papua dan NTT yang memiliki tingkat stunting tertinggi. Di Distrik Homeyo dan distrik lain di Papua distribusi terbantu oleh TNI, pertimbangan resistensi kelompok lokal dan keterlambatan pasokan tetap terjadi .  

Selanjutnya, penggunaan Asumsi Biaya Statis, terpengaruh inflasi karena bahan pangan seperti telur, daging dan biaya logistik lainnya yang meningkat 20-25% pada 2025. Akibatnya, biaya aktual 10000 per porsi mencapai Rp12.500 dapat menyebabkan defisit anggaran.

Mis-Efek Perilaku yang tidak terprediksi seperti Insiden keracunan makanan di beberapa sekolah pun terjadi, ada kemungkinan SPPG baru tidak terbiasa memasak dalam skala besar study kasus SPPG di Sukabumi gagal memenuhi standar kebersihan yang menyebabkan makanan basi.

Kelemahan fatal dalam Implementasi MBG akibat Ketidakmerataan Distribusi dan Kapasitas Dapur, Data Kuantitas SPPG Hingga April 2025, target 32ribu hanya 1.993 SPPG yang baru dibangun dan 1.102 SPPG yang beroperasi. Lokasi di dominasi di Pulau Jawa sekitar 70% SPPG, sementara di wilayah Papua dan NTT hanya memiliki 5%. ini juga masih bergantung pada bantuan "Dapur TNI" yang luar biasa bekerja keras, untuk jangkauan khusus seperti di Kabupaten Intan Jaya papua.

Terkait Kuota Produksi Terbatas pada SPPG baru direkomendasikan mulai memasak 100-150 porsi/hari, lalu diharapkan meningkat bertahap. Namun, tekanan untuk memenuhi target 3 juta penerima manfaat memaksa SPPG langsung memasak 3.000 porsi/hari, resikonya dapat mengakibatkan makanan mentah atau kurang matang.

Dugaan Korupsi dan Pungli oleh Mitra Pelaksana sebagai potensi Kebocoran Anggaran, KPK sudah mengingatkan, coba kita soroti indikator ketidaktelitian pemerintah dalam memitigasi risiko kebocoran dari alokasi anggaran triliunan untuk MBG, karena tidak diiringi mekanisme pengawasan yang ketat, ini dapat memicu praktik "markup harga bahan baku" dan "jatah oknum pemberi proyek". Informasi Laporan CELIOS menemukan vendor di Jawa Barat menjual beras dengan harga 15% lebih tinggi dari harga pasar, cek komoditas lainnys. 

Berkenaan kualitas Gizi efek fokus pada Kuantitas bukan Kualitas Gizi, Meskipun BGN telah menetapkan standar komposisi gizi, realisasi menu didominasi karbohidrat (nasi, mie) dengan porsi protein minim. Di Makassar, banyak siswa menolak sayuran karena preferensi budaya, sehingga takaran gizi tidak seimbang.

Dengan Anggaran APBN Membengkak di 2025, Alokasikan Rp71 triliun untuk MBG, tetapi kebutuhan riil mencapai Rp171 triliun akibat penambahan target penerima dari 17 juta menjadi 82,9 juta orang. Meskipun biaya tambahan MBG bisa diambil dari pemangkasan anggaran dari sektor lain seperti anggaran belanja operasional kementerian, ini dapat berisiko mengganggu pelayanan publik.

Kemudian faktor Ketidaksiapan Logistik dan bahan baku kebutuhan, kelak kebutuhan telur mencapai 82,9 juta butir/hari, tetapi pasokan telur Nasional 6,3juta ton/tahun. Saat Ini baru terpenuhi 60% dari SPPG yang aktif. Akibatnya, beberapa SPPG mengganti telur dengan tempe atau tahu tanpa kompensasi gizi yang setara.

Sisi lain diskriminasi berdampak Sosial-Ekonomi, Meski MBG diklaim memberdayakan UMKM, UMKM dan Petani lokal di pulau Jawa mengeluh tidak diikutsertakan sebagai supplier karena persyaratan administrasi yang rumit.

Tanpa mengurangi rasa hormat saran untuk Prof. Arief Anshory Yusuf merujuk ketimpangan dan merajut kebijakan inklusif. Pak Prof mungkin terpikirkan"Pemodelan Dinamis", guna mengganti model "ex-ante" dengan analisis "mixed-method" agar memadukan data kuantitatif (CGE) dan kualitatif dari survei perilaku untuk memprediksi risiko seperti penolakan menu dan kebocoran anggaran. Menyertakan desentralisasi pengelolaan MBG dengan memberdayakan pemerintah daerah dan komunitas Budaya dalam menyusun menu berbasis kearifan lokal, seperti di Papua dan NTT yang menggunakan ubi, Jagung dan sagu sebagai alternatif beras. 

Jika perlu berkolaborasi Multisektor sehingga melibatkan lembaga filantropi dan swasta dalam pendanaan untuk mengurangi beban APBN, sekaligus meningkatkan transparansi untuk menyelamatkan program mulia ini, maka diperlukan revisi kajian kebijakan yang mengintegrasikan dinamika sosial-ekonomi antar pemangku kebijakan dengan multi-pihak di daerah.

Sebagai bagian dari rakyat yang juga diberikan berkah pemikiran dari Yang Maha Esa, sebaiknya Dewan Ekonomi Nasional lebih legowo dengan kritik, hentikan Argumen Ad Hominem terhadap Pemikir Bangsa.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun