Tanpa mengurangi rasa hormat saran untuk Prof. Arief Anshory Yusuf merujuk ketimpangan dan merajut kebijakan inklusif. Pak Prof mungkin terpikirkan"Pemodelan Dinamis", guna mengganti model "ex-ante" dengan analisis "mixed-method" agar memadukan data kuantitatif (CGE) dan kualitatif dari survei perilaku untuk memprediksi risiko seperti penolakan menu dan kebocoran anggaran. Menyertakan desentralisasi pengelolaan MBG dengan memberdayakan pemerintah daerah dan komunitas Budaya dalam menyusun menu berbasis kearifan lokal, seperti di Papua dan NTT yang menggunakan ubi, Jagung dan sagu sebagai alternatif beras.Â
Jika perlu berkolaborasi Multisektor sehingga melibatkan lembaga filantropi dan swasta dalam pendanaan untuk mengurangi beban APBN, sekaligus meningkatkan transparansi untuk menyelamatkan program mulia ini, maka diperlukan revisi kajian kebijakan yang mengintegrasikan dinamika sosial-ekonomi antar pemangku kebijakan dengan multi-pihak di daerah.
Sebagai bagian dari rakyat yang juga diberikan berkah pemikiran dari Yang Maha Esa, sebaiknya Dewan Ekonomi Nasional lebih legowo dengan kritik, hentikan Argumen Ad Hominem terhadap Pemikir Bangsa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI