Kalau saya tarik ke belakang, sebenarnya masyarakat kita punya tradisi menabung yang cukup unik. Ada yang terbiasa menabung di celengan ayam jago dari tanah liat, ada pula yang mengandalkan arisan sebagai cara kolektif untuk menyisihkan uang. Bahkan, di sekolah dasar dulu, banyak guru yang memperkenalkan tabungan sederhana: setiap murid menyetor uang jajan, lalu dicatat di buku kecil.
Budaya ini menunjukkan bahwa menabung bukan hal baru. Tetapi tantangannya selalu sama: bagaimana menjaga konsistensi, dan bagaimana membuat uang yang ditabung tetap bermanfaat.
Persiapan Adalah Kunci
Pengalaman saya sendiri semakin meyakinkan bahwa untuk mewujudkan mimpi, kita tidak cukup hanya bermodal niat. Persiapan finansial adalah kunci utama.
Mungkin ada orang yang berpikir, "Kalau rezeki ada, pasti bisa terwujud." Benar, tetapi rezeki sering kali datang pada orang yang siap. Kalau kita tidak punya tabungan, bagaimana bisa berangkat ke luar negeri? Kalau kita tidak punya dana cadangan, bagaimana bisa tenang mengambil peluang yang datang tiba-tiba?
Itulah sebabnya, membangun finansial yang mapan bukan sekadar tentang mengumpulkan uang, tetapi juga tentang mengatur alokasi sesuai kebutuhan dan tujuan.
Data Literasi Keuangan Indonesia
Sayangnya, survei OJK pada 2022 menunjukkan bahwa tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia baru mencapai sekitar 49%, sementara inklusi keuangan 85%. Artinya, masih banyak orang yang punya akses ke layanan keuangan, tetapi belum benar-benar paham cara mengelolanya.
Inilah yang membuat banyak orang sulit menyiapkan dana darurat atau tabungan khusus untuk mewujudkan mimpi. Uang sering habis untuk kebutuhan sehari-hari, tanpa ada pos yang dialokasikan untuk tujuan jangka panjang.
Menyusun StrategiÂ
Sama seperti membangun rumah, mewujudkan mimpi besar dimulai dari batu bata kecil.