Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Sekolah Bisnis Pertama Saya Itu Bernama "Mama"

3 Desember 2020   07:03 Diperbarui: 4 Desember 2020   17:33 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sekolah bisnis/ sumber: www.capstoneediting.com.au

Sejak masih kecil, saya tidak punya cita-cita untuk menjadi seorang pedagang. Seperti halnya anak-anak lain, dulu sewaktu ditanya tentang cita-cita setelah dewasa, saya selalu menjawab ingin menjadi dokter. 

Tidak pernah terucap oleh bibir saya keinginan untuk menyelami dunia perdagangan. Alasannya? Saya merasa tidak "berbakat" menjadi seorang pedagang.

Namun demikian, seiring berjalannya waktu, "takdir" kemudian membelokkan jalan hidup saya. Karier sebagai pedagang yang dulu sempat saya jauhi pelan-pelan mulai "merasuk" ke dalam hidup saya. 

Semua itu mungkin bisa terjadi akibat pengaruh yang diberikan oleh orang tua saya, khususnya mama saya yang sehari-hari tekun berdagang. 

Jika merunut tahun-tahun yang sudah lewat, saya sebetulnya sudah ikut berdagang bersama mama saya sejak saya masih SD. Saya ingat, setiap libur puasa, saya sering diajak mama untuk pergi ke toko. 

Kami biasanya berangkat ke toko sekitar setengah enam pagi. Karena belum terbiasa bangun subuh, maka saya sering terkantuk-kantuk di dalam angkot, yang mengantar kami ke toko, yang berada di sebuah pasar tradisional di daerah Kabupaten Bekasi. 

Saya sebetulnya kurang begitu suka pergi ke sana. Kadang saya merasa diperlakukan "tidak adil", mengingat saya tidak bisa menikmati masa libur sebaik mungkin. 

Saat anak-anak lain bebas bermain playstation, sepakbola, atau petasan yang pada waktu itu begitu populer, saya hanya bisa duduk seharian di depan toko, sambil menimbang terigu, gula, dan minyak untuk dijual di toko. Sebuah kegiatan yang menurut saya sangat membosankan! 

Walaupun masa-masa tersebut terasa berat dijalani, namun akhirnya saya sadar bahwa kegiatan tersebut sedikit-banyak telah membentuk karakter dalam diri saya. Dari kegiatan tersebut, saya jadi belajar mengenal dunia perdagangan, dan semua karakter yang wajib dimiliki oleh pedagang yang baik.

Biarpun mama saya tidak secara terang-terangan mengajarkan tentang cara berdagang, namun lewat teladan yang ditunjukkannya, saya bisa mengetahui banyak hal tentang cara mengelola sebuah bisnis.

Belajar dari Keteladanan Orang Tua

Dalam jurnal yang berjudul "Pengembangan Nilai Karakter Anak Usia Dini Melalui Pembiasaan dan Keteladanan" (2017), Eka Sapti Cahyaningrum Dkk menjelaskan bahwa keteladanan, seperti yang ditunjukkan oleh mama saya merupakan salah satu cara untuk mengembangkan karakter anak. 

Keteladanan dinilai lebih "powerfull" dalam membentuk karakter anak ketimbang nasihat, mengingat anak lebih cepat belajar dengan cara meniru perilaku orang tuanya.

Hal ini juga sejalan dengan uraian yang disampaikan oleh Dra Nana Prasetyo, Msi. Dalam bukunya "Membangun Karakter Anak Usia Dini", Nana pun menegaskan bahwa apabila ingin anaknya menerapkan nilai-nilai moral tertentu, seperti kejujuran, kerja keras, dan disiplin, maka orang tuanya mesti melaksanakan nilai-nilai tersebut lebih dulu. Nantinya anak tadi akan belajar lewat keteladanan yang diperlihatkan oleh orang tuanya.

Lebih lanjut, Nana menjabarkan bahwa proses belajar tadi dilalui dalam beberapa periode. Yang pertama adalah periode 0-18 bulan. Periode ini merupakan "masa keemasan" untuk membentuk karakter tertentu dalam diri anak, karena anak mulai menangkap pelajaran hidup dari kepekaan yang diungkapkan orang tuanya. 

Keteladanan/ sumber:www.vichealth.vic.gov.au
Keteladanan/ sumber:www.vichealth.vic.gov.au
Yang kedua adalah periode 18 bulan-3 tahun. Pada periode ini, anak masih belum mengetahui sikap mana yang pantas dilakukannya dan mana yang tidak, sehingga orang tua mesti membimbingnya setahap demi setahap dengan penuh disiplin. 

Yang ketiga adalah periode 3-6 tahun. Dalam menjalani periode ini, anak mulai menjiwai nilai-nilai tertentu yang ditanamkan oleh orang tuanya, sebab anak sudah mempunyai pengertian, sehingga lebih mudah bagi orang tua untuk memberikan arahan.  

Nilai-nilai Bisnis yang Diajarkan Orang Tua

Karena sudah berkenalan dengan dunia perdagangan sejak saya masih kecil, yang notabenenya melewati periode-periode tersebut, maka sedikit-banyak saya mampu menyerap keteladanan yang ditunjukkan oleh mama saya dalam mengelola sebuah bisnis. Setidaknya ada tiga keteladanan bisnis yang saya dapat darinya.

1. Integritas

Dalam bukunya "Wow Selling", Hermawan Kartajaya---seorang pakar marketing terkemuka---menjelaskan integritas sebagai menyatukan kata dengan perbuatan. "Kata harus sama dengan perbuatan. Apa yang dijanjikan tidak boleh kurang dari apa yang diberikan. Fakta tentang produk atau layanan pun tidak ada yang dilebih-lebihkan. Faktanya satu bilangnya ya satu, dua ya dua. Jujur apa adanya," katanya.

Hermawan memang kerap menekankan pentingnya integritas dalam berbisnis. Integritas inilah yang akan menjadi "kunci" bagi keberlangsungan sebuah usaha. Tanpa adanya integritas, seheboh apapun upaya pemasaran yang dilakukan, jangan herap orang-orang akan mau membeli produk atau layanan yang ditawarkan. Apabila hal itu sampai terjadi, maka kelangsungan sebuah bisnis tinggal menghitung bulan atau bahkan hari saja!

Makanya, jangan heran, dalam menjalankan bisnisnya, mama saya memelihara sikap tersebut sebaik mungkin. Ia berupaya menjaga integritasnya terhadap para pelanggannya. Alhasil, meskipun jumlahnya tidak begitu banyak, pelanggannya terbilang cukup loyal berbelanja di toko mama saya selama bertahun-tahun. 

Semua itu bisa terjadi karena mereka menyukai integritas yang ditunjukkan mama saya. Bagi mereka, berbisnis bukan cuma soal mahal-murahnya harga barang, tetapi juga soal integritas, ketulusan, dan kebaikan. 

Jadi, asalkan diperlakukan dengan penuh integritas, biarpun harga barang yang dijual mengalami kenaikan secara wajar, mereka tidak akan tertarik berbelanja ke toko lain. 

Integritas/ sumber: www.psychologytoday.com
Integritas/ sumber: www.psychologytoday.com
Tak hanya kepada para pelanggan, integritas tersebut juga berlaku kepada para pemasok. Saat mama saya berjanji membayar tagihan, maka ia akan menepatinya. Bahkan, sebelum tagihannya jatuh tempo sekalipun, terkadang ia sudah menelepon salesnya untuk melunasinya! 

Hal inilah yang kemudian membikin sales begitu "sayang" kepada toko kami. Karena urusan pembayaran tagihan selalu berjalan lancar, maka jangan heran, sales kemudian sering menawari promo khusus kepada toko kami. Semua itu tentu saja memberi keuntungan lebih bagi toko kami.

Dari situlah saya bisa menarik sebuah pelajaran: "Kalau ingin bisnis yang dikelola awet dalam jangka panjang, jalankanlah dengan penuh integritas." Integritas begitu berharga dan bernilai. Sebab, dalam dunia bisnis, semua tersedia, kecuali integritas.  

2. Ketekunan

Melakukan hal yang sama berulang kali dengan tekun memang terasa membosankan. Namun, tak ada cara lain untuk bertumbuh, kecuali melakukan hal tersebut. Setidaknya hal itulah yang ditekankan oleh Richard St John dalam bukunya yang berjudul "8 To Be Great". 

Richard yang sudah mewawancarai ratusan tokoh publik yang sukses kemudian mencantumkan "ketekunan" sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi apabila seseorang ingin meraih prestasi yang cemerlang. Baginya, sehebat apapun bakat yang dimiliki seseorang, tetapi kalau orang tadi tidak tekun mengembangkan bakatnya, maka bakat tadi bisa layu sebelum berkembang.

Ketekunan tadi perlu diterapkan dalam banyak bidang, termasuk bisnis. Walaupun belum pernah sekalipun membaca buku Richard tadi, namun secara alamiah, mama saya sudah menerapkan ketekunan dalam menjalankan bisnisnya. Buktinya, ia hobi berdagang setiap hari, bahkan saat tanggal merah sekalipun!

Ketekunan/ sumber: unbridlingyourbrilliance.com
Ketekunan/ sumber: unbridlingyourbrilliance.com
Ketekunan tersebut tentu tidak muncul dalam semalam. Semuanya butuh proses, dan dalam menjalani proses tersebut, tidak jarang timbul bermacam masalah yang mesti dihadapi. 

Mungkin sukar dihitung berapa banyak kesulitan yang pernah dialami mama saya dalam membangun bisnisnya. Ia pernah ditipu pelanggannya, pernah dicaci-maki orang, pernah pula kehilangan banyak uang sampai-sampai ia ingin berhenti berdagang. Namun, seiring berjalannya waktu, mama saya mampu bangkit dan terus berdagang sampai sekarang.

Walaupun lumayan sulit dilakukan, namun ketekunan inilah yang coba saya tiru dari mama saya. Sebab, kalau ingin bisnis maju, maka tak ada jalan pintas yang bisa diambil. Saya mesti tekun. Alhasil apapun situasi yang terjadi, baik yang menyenangkan maupun yang menyedihkan, asalkan bertekun, maka bisnis yang dijalankan akan bertahan atau bahkan berkembang!  

3. Kedermawanan

Berbisnis dan berderma adalah dua hal yang berbeda. Yang satu berupaya mencari kekayaan duniawi, sementara yang satu lagi mencoba menemukan kekayaan spritual. Namun demikian, bukan berarti kedua hal tersebut tidak saling berhubungan. 

Walaupun hubungannya mungkin sulit diamati secara langsung, namun ada begitu banyak orang yang meyakini bahwa kelancaran berbisnis bisa muncul kalau kita rutin berderma, dan demikian pula sebaliknya. 

Kedermawanan/ sumber: www.sbs.com.au
Kedermawanan/ sumber: www.sbs.com.au
Mama saya adalah orang yang meyakini hal tersebut. Ia percaya, semakin banyak kita memberi, maka semakin banyak kita menerima. Memang hal ini agak sulit dijelaskan lewat rumus matematika. 

Sebab, bagaimana mungkin kalau kita memberikan satu apel, misalnya, maka kita bisa dapat apel yang lain atau bahkan lebih? Menurut hitungan matematika, yang terjadi justru apel yang kita miliki akan berkurang atau bahkan habis sama sekali. Tak ada yang tersisa kalau kita menyerahkan seluruh apel kita. 

Namun demikian, dalam wilayah spiritual, bisa berbeda ceritanya. Sebab, percaya atau tidak, jika kita mendermakan sebagian dari rejeki yang kita peroleh, maka akan ada balasan yang lebih besar, yang bakal kita terima pada kemudian hari. Makanya, terlepas dari persoalan nalar yang meliputinya, berderma diyakini mampu membawa "keajaiban" bagi hidup banyak orang.

Oleh sebab itu, jangan heran, mama saya jadi rutin berderma. Apabila memiliki makanan, ia sering berbagi kepada siapapun, mulai dari pelanggan, karyawan, hingga sales yang datang berkunjung. Kebaikan itu tak hanya bisa menghangatkan hubungan dengan mitrabisnisnya, tetapi juga menjadi amalan baginya.  

***

Mama saya bukanlah seorang guru. Pendidikannya juga tidak tinggi. Pun ia bukan seorang yang sempurna. Namun, bagi saya, mama adalah "sekolah pertama" saya dalam berbisnis. Dari keteladanannya, saya jadi belajar banyak hal dalam mengembangkan sebuah bisnis dan menumbuhkan etika yang baik. 

Orang tua saya/ sumber: dokumentasi Adica
Orang tua saya/ sumber: dokumentasi Adica
Alhasil, lewat serangkaian keteladan tadi, saya akhirnya percaya bahwa menjadi seorang pedagang yang andal itu merupakan bentukan dari pengalaman yang panjang, bukan "bawaan" dari lahir. 

Oleh sebab itu, siapapun sebetulnya bisa menjadi pedagang yang tangguh, asalkan bersedia belajar dan pantang menyerah dalam menghadapi berbagai kesulitan.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun